Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memang Kalau Suka Karakter Film dan Serial TV Itu Berarti Mendukung Tindakannya?
25 Agustus 2023 8:50 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Natrisia Avisha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai penggemar film dan serial televisi, saya banyak menemukan beberapa karakter yang bisa dianggap kontroversial. Salah satu acara yang menampilkan banyak karakter yang melakukan hal di luar moral, adalah serial televisi Game of Thrones.
ADVERTISEMENT
Namun, terlepas dari berbagai kontroversi yang terlibat dalam alur ceritanya, Game of Thrones tetap mendapatkan banyak apresiasi dari masyarakat. Pun dengan berbagai kritik dari profesional.
Game of Thrones juga memecahkan rekor untuk serial televisi dengan 161 nominasi dan 37 pemenang di ajang penghargaan Emmy Awards. Selain itu, Game of Thrones juga mendapatkan nilai rata-rata 89 persen oleh Rotten Tomatoes.
Seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari perubahan perilaku penonton film maupun serial televisi yang mana akhir-akhir ini penonton cenderung menganggap bahwa menyukai suatu karakter fiksi sama dengan mendukung perilakunya.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh yang paling menonjol untuk saya belakangan ini adalah serial animasi buatan Netflix yang berjudul Scott Pilgrim vs The World. Serial televisi ini merupakan versi animasi dari film Scott Pilgrim vs The World yang dirilis pada tahun 2010 dengan Scott Pilgrim sebagai karakter utama dari film tersebut yang berumur 22 tahun dan mengencani seorang gadis berumur 17 tahun.
Tentu saja saya mempermasalahkan perbedaan umur mereka. Terlebih lagi gadis yang bernama Knives Chau tersebut belum mencapai usia legalnya.
Namun, hal yang saya sadari adalah penonton masa kini sepertinya sulit untuk membedakan karakter fiksi dan nyata. Mereka menganggap menyukai serial televisi tersebut sama saja mensponsori segala macam hal yang dilakukan karakter fiksi tersebut.
ADVERTISEMENT
Saya melihat beberapa postingan dan artikel yang menunjukkan betapa serial televisi tersebut sangat kontroversial dan tidak layak untuk ditonton. Padahal, jika dibandingkan dengan serial televisi Game of Thrones, tentulah Game of Thrones memiliki jauh lebih banyak kontroversi pada karakter-karakternya dibandingkan Scott Pilgrim vs The World.
Lantas saya berpikir, apakah perilaku penonton Scott Pilgrim vs The World dianggap berlebihan? Atau apakah Game of Thrones tidak layak mendapatkan penghargaan dan pujian yang telah mereka raih?
Dikutip dari TheBeauLife, Ed Lejano, seorang juri dari Network for the Promotion of Asian Cinema (NETPAC), direktur eksekutif Komisi Pengembangan Film Kota Quezon, dan direktur Institut Film Universitas Filipina (UPFI), menjelaskan kontroversi pada sebuah karya dapat dinilai jika seseorang menghasilkan suatu konten yang konsisten atau berulang untuk merepresentasikan sesuatu dari kehidupan pribadinya dan dimaksudkan untuk harus dikonsumsi oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ia melanjutkan bahwa seorang seniman bisa saja menghasilkan karya yang kontroversial satu kali. Namun, jika mereka terus-menerus melakukan hal yang sama dan tidak dapat pulih dari karya yang mereka lakukan sebelumnya, saat itulah karya dan kepribadiannya perlu dipertanyakan.
Menyimpulkan dari pendapat Ed Lejano, saya merasa perlu untuk para penggemar film dan serial televisi mempertanyakan intensi dari konten sebuah film maupun serial televisi. Apakah hal yang disebut kontroversi tersebut hanya setitik kecil dari serangkaian karya yang tidak disengaja penciptanya?
Atau memang merupakan intensi dari pencipta karyanya untuk mendoktrin penonton dengan nilai-nilai kontroversial yang terkandung dalam konten tersebut? Selain itu, saya menganggap penting untuk setiap penonton untuk selalu memiliki jalan tengah.
ADVERTISEMENT
Kenapa demikian? Sebab, pada era ini kita memang telah disajikan dengan berbagai macam informasi dan diskusi yang membuat kita jauh lebih peka secara sosial dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, di sisi lain kita juga harus membiarkan hiburan tetap menjadi hiburan tanpa harus dikaitkan dengan kehidupan nyata.