Konten dari Pengguna

Membangun Makna dalam Cinta

Naufal Achmad
Mahasiswa Sosiologi FISIP UNS
2 Juli 2024 11:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naufal Achmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Pixabay: https://www.pexels.com/photo/stone-artwork-326612/
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Pixabay: https://www.pexels.com/photo/stone-artwork-326612/
ADVERTISEMENT
Mencintai adalah suatu proses yang abstrak dan penuh peran emosi. Bahkan mencintai seringkali dianggap aktivitas suci dengan niat melindungi dan menyenangkan obyek yang dicintai. Pernahkan kita berpikir bagaimana proses mencintai terjadi? Perspektif Interaksionisme Simbolik dapat memecahkan masalah ini.
ADVERTISEMENT
George H. Mead, pencetus teori Interaksionisme Simbolik ternyata membuka perspektif sosial dari proses mencintai. Meskipun disampaikannya secara eksplisit, setidaknya pandangannya memberikan warna baru dalam membedah cinta dari aspek sosialnya. Di era kontemporer ini, perspektif Interaksionisme Simbolik menjabarkan secara baik lika-liku awal cinta remaja.
Mencintai dimulai dari interaksi. Ketika kita bertemu seseorang, komunikasi menjadi gerbang awal tumbuhnya bibit-bibit cinta. Akal akan mencerna dan membangun makna baru sebagai respon interaksi yang ada. Simbol-simbol yang dikeluarkan oleh calon obyek cinta kita, seperti senyuman, rangkulan, dan gestur menjadi bahan penafsiran. Tafsir-tafsir liar memenuhi otak kita tentang arti interaksi yang baru saja terjadi, apakah ini hanya obrolan sebagai teman, atau memang ada maksud untuk lebih dari teman.
ADVERTISEMENT
Dalam Interaksionisme Simbolik, setiap simbol ini memiliki makna tertentu yang diabstraksi dari interaksi sosial yang pernah ada. Mudahnya adalah referensi kita menentukan persepsi kita. Misal, menurut kamus makna kita senyuman diartikan sebagai tanda ketertarikan, sementara pelukan menunjukkan kedekatan emosional.
Proses mencintai terus berkembang, seiring dengan semakin dalamnya interaksi dan komunikasi yang ada. Pertukaran simbol antara kita (subyek cinta) dengan obyek cinta selalu berjalan. Pemahaman kita semakin kuat terhadap obyek yang kita cintai. Semakin ekstrim, hanya dengan kedipan mata obyek cinta, kita sudah memahami apa maksudnya. Inilah bukti bahwa pertukaran simbol sudah sempurna.
Namun cinta tidak hanya tentang simbol-simbol positif. Terkadang, interpretasi simbol memberikan akibat kesalahpahaan dan konflik. Pemahaman yang salah terhadap simbol yang keluar dari obyek cinta melahirkan konflik dalam hubungan cinta. Misal, satu pihak menafsirkan diam sebagai tanda ketidakpedulian, sementara yang lain menganggapnya sebagai hal yang wajar. Ketidakselarasan dalam interpretasi simbol inilah yang menjadi masalah umum dalam semua hubungan.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan, mencintai adalah proses dinamis yang penuh dengan interpretasi dan reinterpretasi simbol. Sebagai usaha memperkuat hubungan cinta, penting untuk saling memahami dan menyelaraskan pemaknaan terhadap simbol yang digunakan. Karena pada dasarnya manusia pun makhluk yang dinamis, selalu berubah dan diubah oleh kondisi lingkungannya.