Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hidup Dalam Rasa: Tentang Tokoh Utama (Cerpen)
31 Desember 2024 20:35 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Naufal Al Rafsanjani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sore hari di penghujung bulan Desember penulis amatir datang dengan tergesa-gesa. Sudah deadline katanya. Entah karya apa yang sedang dia buat, tetapi tentu saja ini ada kaitannya dengan tokoh utama.
ADVERTISEMENT
Dirinya duduk seperti biasa, di bagian pojok kanan persis di depan meja nomor 20. Setelah duduk, pasti ia akan melambaikan tangan ke pelayan untuk memesan cappucino, tetapi ternyata berbeda. Hari ini minum yang iya pesan justru Caramel Latte. "Wahh mengapa berbeda?" ucap si barista dalam hati
Selepas minum datang, ia mengetik dengan perlahan, sambil menatap pemandangan gunung yang membentang sepanjang pandangan. Yaa, dia bukan sedang di Jakarta, melainkan sedang berada di kota Bandung. Sudah hampir 4 bulan ia menetap di sana. Katanya, kota Bandung membuat dia betah berlama lama.
Babak Pertama
Mari kita bicara soal tokoh utama yang beberapa bulan lalu ceritanya kembali dirilis. Tokoh utama dalam cerita yang dimaksud sebenarnya pernah masuk dalam cerita-cerita sebelumnya, hanya saja perannya belum signifikan dan hanya sedikit mendapat sorotan.
ADVERTISEMENT
Tentu saja itu karena si penulis tidak pernah merasa bahwa tokoh yang dimaksud mau dituliskan ceritanya ke dalam sebuah karya monumentalnya, tetapi setelah kepastian itu ada, akhirnya ia mulai menulis ceritanya.
Aku berkesempatan membaca draft ceritanya, jadi begini ceritanya...
Si penulis mengenal tokoh utama sudah cukup lama, kira kira di penghujung tahun 2021. Saat itu mereka tergabung dalam grup yang sama. Ketika sang tokoh utama mempersiapkan diri mengikuti seleksi perguruan tinggi negeri, si penulis justru sedang rutin-rutinnya sharing mengenai materi dan pengalaman semasa kuliah.
Kalau dipikir-pikir buat apa juga yaa, si penulis masih tergabung dengan grup yang sebenarnya tidak lagi ia butuhkan informasinya, tapi fakta bahwa dia tetap tergabung selama 2 tahun setelah dinyatakan lulus perguruan tinggi, benar adanya.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada saat itu, tokoh utama yang kisahnya kini akan diceritakan menghubunginya secara personal. Ia banyak bertanya mengenai hal-hal teknis seperti metode belajar, pengalaman waktu ikut seleksi, dan kegiatan pengembangan diri, tetapi lama kelamaan perbincangan tersebut mengalir begitu saja.
Hari demi hari berlalu, dari awal Desember 2021 hingga Juni 2022, sang tokoh utama mulai banyak membagikan kisahnya. Kisah mengenai kehidupan sehari-hari dan rutinitasnya di sekolah. Tokoh utama sering mengeluh soal hiatusnya dalam kegiatan di sekolah dan lebih memilih untuk fokus mempersiapkan diri menghadapi seleksi tersebut.
Ia unik karena mesti mencatat materi, baru kemudian dirinya dapat mengingatnya. Si penulis yang pada saat itu mendengar metode belajar merasa related, sebab dahulu pun dirinya sama, tetapi kemudian setelahnya menemukan metode lain yang lebih mengandalkan auditori alias belajar dengan memusatkan perhatian pada pendengaran.
ADVERTISEMENT
Tokoh utama juga sering berkata bahwa ketika ia kuliah nanti, dirinya akan memilih untuk fokus akademik dan tidak akan ikut organisasi (tetapi kadang antara omongan dan fakta tidak selalu sejalan)
Menurutnya rutinitas tersebut akan sangat melelahkan. Tentu saja penulis memberikan masukan bahwa biar bagaimanapun belajar bukan soal duduk di ruang kelas, melainkan juga bisa didapatkan dari sumber-sumber lain. Lagipula hidup kan mesti berimbang antara teori dan aksi.
Penulis amatir itu tidak pernah menyangka bahwa akan banyak mendengar cerita sang tokoh utama, dari yang serius sampai ke hal yang remeh temeh juga diceritakan. Setiap kali tokoh utama bercerita, ada sesuatu yang membuat si penulis penasaran.
Yang penulis amatir itu tau bahwa tokoh utamanya pada saat itu bukan orang yang setengah-setengah dalam mengejar target, kemauannya nampak begitu bulat. Sebagai pendengar ceritanya, si penulis menikmati setiap cerita yang diutarakan sang tokoh utama, sambil berfikir bahwa begitu absurd cerita cerita miliknya.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, penulis amatir lah yang justru kemudian berharap bahwa ada cerita-cerita lainnya, ia selalu menunggu cerita apa yang hari ini ia akan dengar, dan hal absurd apa yang terjadi di sekeliling sang tokoh utama.
Padahal jika flashback, sosok yang menjadi tokoh utama adalah orang asing yang pada saat dulu bertanya mengenai metode belajar demi persiapan masuk perguruan tinggi, tetapi mengapa kini malah justru menjadi sosok yang selalu dinanti?
Tentu saja penulis tidak akan mengambil kesimpulan teralalu cepat, mengenai apakah tokoh utama tersebut mau dituliskan ceritanya atau tidak, sebab siapa tau ini hanyalah bagian dari kebetulan. Dua orang yang kebetulan nyambung, satu sebagai penulis, satunya sebagai tokoh.
Dan obrolan di dalam jaringan tersebut menjadi cikal bakal lahirnya cerita cerita berikutnya.
ADVERTISEMENT
Babak Kedua
Masuk ke dalam halaman 04 lembar cerita. Sekarang latar waktunya adalah tahun 2022. Si penulis menuliskan bahwa saat itu adalah momen dimana Covid-19 sudah mulai mereda dan perjalanan antarkota tidak lagi ribet dengan persyaratan tambahan. Dari yang semula hanya berbincang melalui platform daring, akhirnya si penulis amatir berkesempatan menemui sang tokoh utama.
Pertemuan tersebut bukan agenda utama, sebab punulis hendak melakukan perjalanan ke Jogja, tetapi mampir selama kurang lebih 45 menit di kota Bandung. Si penulis membuat janji temu di sebuah kedai kopi di dekat stasiun Bandung. Bandung adalah tempat sang tokoh utama tinggal, ia lahir dan dibesarkan di sana.
Pertemuan itu terjadi, tidak ada suasana canggung yang tercipta, justru yang ada adalah sepasang anak muda yang berbincang tentang kehidupan dan rencana kedepannya. Tidak ada suasana yang terjeda, lebih mirip bertemu sahabat yang sudah terpisah lama, sebab banyak kisah yang membuat pertemuan itu dihiasi dengan tawa.
ADVERTISEMENT
Pertemuan itu singkat, tetapi berkesan. Tidak ada dokumentasi antara mereka berdua, tetapi justru itu yang membuat pertemuan tersebut terasa spesial. Mereka sepakat, suatu hari nanti pasti akan ada pertemuan lagi dengan cerita-cerita baru yang lebih seru untuk dibagi.
Konon katanya, ada yang tidak peka pada pertemuan pertama, sebab ada yang berharap bahwa akan ada ungkapan soal rasa.
Selepas itu penulis pamit dan pergi ke Jogja, sang tokoh utama pun pulang dengan raut wajah bahagia sekaligus kecewa.
Babak Ketiga
Cerita mengenai tokoh utama tidak sampai disitu, kini masuk ke dalam halaman 07. Menceritakan tentang pertemuan kedua, sebuah kisah tentang kecewa.
Si penulis amatir itu pergi sekali lagi untuk menemui sang tokoh utama, saat itu sang tokoh utama sudah berstatus sebagai mahasiswi di salah satu Politeknik milik lembaga pemerintah. Walaupun kampus yang menerimanya tidak sesuai dengan harapannya dulu, tetapi sang tokoh utama tetap menjalani rutinitasnya dengan semangat.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan itu, sang tokoh utama banyak menceritakan tentang rutinitas barunya, menjadi mahasiswa baru dan sedang aktif-aktifnya mengikuti organisasi dan unit kegiatan lainnya.
Ada perubahan signifikan di dalam diri sang tokoh utama, sebab si penulis ingat, dulu tokoh utama pernah berkata bahwa hanya ingin berkuliah tanpa ada embel-embel ikut kegiatan kampus, namun kini justru menjadi mahasiswa baru yang sangat sibuk dengan rutinitasnya.
Pertemuan tersebut tercipta di daerah Dago, di sebuah coffeshop yang menawarkan pemandangan indah dengan konsep pameran lukisan di lantai dasarnya. Sebuah tempat yang seharusnya menjadi awal cerita utama dibuat, tetapi batal ditulis. Begini alasannya...
Seperti biasanya cerita dimulai dari sang tokoh utama yang memiliki teman baru, tetapi ada yang berbeda dari sorot matanya, nampak ada yang berbinar di sana, ada rasa yang tidak bisa ia ungkapkan, tetapi penulis mencoba menelaah, apa kiranya?
ADVERTISEMENT
Tidak ada opsi jawaban yang diberikan untuk menebak suasana hati, hanya sebuah tanda tanya yang menghiasi diri.
Sang tokoh utama juga membaca cerita-cerita lama si penulis, yang dimana ia mendukung untuk segera publikasi.
"Memang akan, tapi masih ragu" kata si penulis.
Pertemuan itu berakhir dengan ketidakpuasan, bisa dibilang pertemuan itu tidak lebih berkesan ketimbang pertemuan pertama.
"Ada apa?" batin si penulis amatir.
Mereka berpisah dengan hampir tanpa kehangatan, seperti ada yang salah, tetapi tidak pernah jelas apa masalahnya.
Kemudian beberapa bulan berikutnya, penulis amatir itu menyadari bahwa sang tokoh utama sedang dituliskan ceritanya oleh penulis lain.
Draft yang kini aku baca, sempat terjeda sekian lama, sebab antara penulis dan tokoh utama, bercerita pada kisah dan latar yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Kecewa, sudah pasti, tetapi si penulis amatir juga kembali berkelana mencari tokoh utama yang mau dituliskan ceritanya.
Aku sempat bertanya mengapa ada banyak lembar yang dicoret diantara halaman 07 hingga 21?
Tetapi penulis tersebut tidak pernah memberikan alasannya.
Jadi mari kita skip saja ke halaman 21. Halaman ini justru mengisahkan kembali tentang pertemuan antara si penulis amatir dengan tokoh utama, uniknya tema yang disajikan adalah cinta. Lantas ada apa?
Aku akan membaca kisahnya setelah menyiapkan pesanan untuk meja nomor 20 yang kini sudah terisi. Meja tersebut diisi oleh seorang perempuan dengan tinggi semampai tetapi memiliki raut wajah yang manis mempesona. Perempuan itu memesan Matcha Latte dan cake reguler coffeshop kami.
ADVERTISEMENT
Mari kita lanjut membaca kisah yang ditulis oleh penulis amatir itu.
Paragraf pertama ceritanya adalah tentang keterkejutan. Penulis amatir yang katanya kembali menjalin komunikasi dengan sang tokoh utama baru mendapatkan informasi bahwa cerita tokoh utama dengan penulis lamanya telah usai. Sang tokoh utama merasa tertipu dan sedikit trust issue. Pada sisi lain, penulis amatir juga baru saja selesai mengisahkan cerita dengan tokoh lainnya.
Mereka bertemu di salah satu pusat perbelanjaan di kota Bandung, di dalam sebuah restoran cepat saji.
Mulanya si penulis amatir bingung, apalagi kisah yang bisa ia tuliskan setelah kehilangan tokoh utama yang lalu. Lalu si tokoh utama menyodorkan beberapa nama yang menurutnya pantas untuk dijadikan tokoh utama.
ADVERTISEMENT
Jelas si penulis amatir menolak, dia berkata dan bertanya-tanya, mengapa si tokoh utama menyodorkan nama lain, mengapa bukan sosok yang sedang dihadapannya?
Ada sebuah canggung di sana dan kemudian sang tokoh utama berkata bahwa, "iya benar, mengapa bukan sosok yang sedang menemuimu yang menjadi tokoh utama dalam cerita yang akan kamu buat selanjutnya?"
Lalu mereka berdua tersenyum dan saling menertawakan satu sama lain atas ketidaksadaran mereka selama ini.
Barulah setelahnya mereka membuat draft bersama, menentukan gaya bahasa, alur, dan bagian dalam setiap bab ceritanya.
Selepas itu si penulis mengatakan bahwa ini adalah sebuah kisah yang akan menjadi karya monumentalnya, sebuah karya yang kisahnya penulis tunggu sejak lama.