Menggali Interpretasi: Lo Punya Duit, Lo Punya Kuasa

Naufal Al Rafsanjani
Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirayasa. Antusias dalam mengamati fenomena sosial yang berkaitan dengan kebahasaan, politik dan kebijakan publik.
Konten dari Pengguna
29 Juni 2023 22:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naufal Al Rafsanjani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Uang. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Uang. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan ini sedang tren video parodi mengenai salah satu potongan obrolan podcast yang diunggah melalui kanal Youtube "Seadanya" yang berjudul Tentang Manusia dan Akalnya. Secara keseluruhan podcast tersebut membicarakan mengenai keresahan, kekuasaan, pola pikir, tujuan hidup, kehidupan, integritas, motivasi dst.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi yang menarik perhatian dan menjadi ihwal mengapa opini ini dibuat adalah mengenai salah satu bagiannya yang dijadikan parodi.
Kira-kira bila kita sorot kalimat aslinya seperti ini:
Ada 3 kata kunci dalam penggalan kalimat tersebut di antaranya adalah uang, kuasa, dan juga pemikiran.
Ketiga variabel kata kunci tersebut sebetulnya saling terkait satu dengan yang lainnya. Contohnya, individu yang memiliki uang, maka hal tersebut akan memudahkan ia untuk dapat mengakses sumber daya dan peluang yang dapat mempengaruhi individu/kelompok lain, terlepas dari seberapa signifikan pengaruhnya. Pemikiran tersebut terlahir karena memang itu adalah bagian dari konstruksi sosial yang terbangun di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Dan percaya atau tidak, suka atau tidak suka, hubungan uang dengan kekuasaan sangat erat, bahkan romantis. Kalian pernah dengar? Bahwa untuk menjadi seorang Kepala Desa, Gubernur hingga Presiden memerlukan biaya politik yang sangat mahal?
Apakah tanpa uang mereka bisa terpilih dan menang dalam pemilihan? Saya kira tidak... Dan banyak sekali para pakar, bahkan politisi sendiri yang mengemukakan pendapat tersebut secara lantang, seperti halnya Fahri Hamzah yang menyebutkan "Butuh dana jumbo untuk membiayai seseorang dalam kontestasi politik."
Contoh lainnya pembaca tentu masih ingat dong kasus penembakan yang terjadi beberapa bulan lalu yang melibatkan salah satu oknum jenderal di institusi penegak hukum. Dalam persidangan kasus tersebut salah seorang saksi mengatakan bahwa dirinya dijanjikan sejumlah uang oleh tersangka utama, dan konon sebagai upaya untuk menutupi fakta yang terjadi. Atau yang baru-baru ini juga hangat yakni kasus penerimaan gratifikasi yang melibatkan Kepala Bea Cukai Makassar.
ADVERTISEMENT
Sekarang mari kita cermati, uang dan kuasa dalam ketiga kasus tersebut menjadi variabel inti. Seseorang yang memiliki uang dan memiliki tujuan khusus dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan sebuah tindakan sesuai yang dikehendaki, terlepas tindakan tersebut melawan hukum atau tidak.
Suatu individu tidak mesti memiliki uang ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk mendapatkan kuasa, dan tidak semua kepentingan yang ingin dicapai secara instan berkaitan dengan hal-hal besar. Contoh konkretnya adalah "Calo".
Kehadiran "Calo" di segala lini adalah bukti bahwa siapa yang memiliki uang dan mau membayar lebih demi tujuan yang hendak dicapai, maka orang tersebut seolah mendapatkan kuasa.
Banyak yang kehabisan tiket untuk nonton konser, kemudian mengupayakan jalan pintas dengan membeli tiket melalui calo tiket.
ADVERTISEMENT
atau
Seseorang yang sedang terlibat kasus, kemudian menekan korban yang melaporkan supaya menempuh jalur damai. Apakah ada? Banyak.
atau contoh yang agak pelik,
Ingin masuk ke institusi, membayar sejumlah uang dan dijanjikan dipermudah, namun nahas-nya justru malah kena tipu. -Juga banyak
Dan mungkin kalau diberikan contoh kasus-kasus lainnya, bisa jadi penulis tidak pernah selesai menulis opini ini, karena saking banyaknya.
Maka poin yang ingin penulis sampaikan adalah uang seringkali menjadi alat untuk mendapatkan koneksi dan jaringan sosial yang dapat meningkatkan pengaruh dan kekuasaan seseorang. Apakah itu perbuatan negatif? tentu tidak, karena semua tergantung latar belakang atau motifnya apa.
Akan tetapi mereka yang telah mengumpulkan banyak kekayaan mungkin memiliki akses ke lingkaran eksklusif, menjadi sosok pembuat keputusan yang berpengaruh, dan jaringan kuat yang dapat membantu mereka mempertahankan atau meningkatkan kekuasaan mereka.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang memiliki uang, niscaya lebih mudah mengakses pendidikan, bantuan hukum, penghidupan yang layak, ketimbang mereka kaum marginal. Sekali lagi, kalian mungkin boleh tidak sepakat dengan pernyataan di atas, dan itu tandanya kalian perlu bersyukur. Namun tetap, bahwa realitas tersebut tidak bisa dikesampingkan.
Dan juga penting untuk dicatat bahwa hubungan antara uang dan kekuasaan tidaklah mutlak atau deterministik. Memang benar kekayaan dapat memberikan keuntungan dan peluang, namun hal tersebut tidak semuanya dapat menjadi jaminan bahwa terdapat kekuatan dalam setiap keadaan. Karena faktor sosial, budaya, dan politik juga memainkan peran penting dalam menentukan dinamika kekuasaan dalam suatu masyarakat.
Maka jangan heran bila ada pejabat publik, pengusaha, bahkan publik figur yang tiba-tiba bangkrut karena terlibat suatu kasus. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa kekuasaan dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk pengetahuan, pemikiran, keahlian, kualitas kepemimpinan, karisma, dan posisi yang berpengaruh. Meskipun uang dapat menjadi faktor penting dalam memperoleh kekuasaan, uang bukanlah satu-satunya penentu.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, korelasi antara uang dan kekuasaan ada karena sumber daya, peluang, dan jaringan sosial yang dapat disediakan oleh kekayaan. Namun, itu adalah hubungan yang kompleks dan beragam yang dipengaruhi oleh banyak faktor dalam kehidupan bermasyarakat.