Tantangan Kebebasan Pers: Regulasi, Hoaks, dan Ancaman Keamanan Jurnalis

Naufal Arifandi Ananda
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Konten dari Pengguna
21 Desember 2023 12:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naufal Arifandi Ananda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pers. foto : iStock
zoom-in-whitePerbesar
pers. foto : iStock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kebebasan pers merupakan pilar utama dalam menjaga keberlangsungan demokrasi. Sebagai penunjang esensi demokrasi, kebebasan pers memainkan peran vital sebagai media penyampai aspirasi masyarakat, penjaga ketertiban, dan penyedia informasi yang akurat bagi publik. Meskipun demikian, Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius terkait kebebasan pers.
ADVERTISEMENT
Menurut penelitian tahunan Freedom House pada tahun 2022, Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam peringkat kebebasan pers selama 5 tahun terakhir. Dari peringkat 117 pada tahun 2018, kini Indonesia berada di peringkat ke-113 dari 180 negara yang dinilai. Analisis dari peneliti UI, Atmakusumah (2020), mengidentifikasi setidaknya tiga masalah krusial yang tengah menghantui dunia jurnalistik di Tanah Air saat ini.
Dalam konteks ini, pemahaman mendalam terhadap dampak dan akar permasalahan tersebut menjadi krusial. Artikel ini akan membahas secara lebih komprehensif tentang permasalahan kebebasan pers di Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang mendorong penurunan peringkat, serta merinci langkah-langkah yang dapat diambil untuk menguatkan kembali fondasi kebebasan pers demi menjaga integritas demokrasi di Indonesia.

Regulasi yang Membungkam

Menyuarakan pers. foto : iStock
Keberlanjutan kebebasan pers di Indonesia semakin terancam oleh sejumlah regulasi diskriminatif, sebagaimana terungkap oleh data Aliansi Jurnalis Independen (2022). Selama periode 2018-2022, tercatat paling tidak 41 regulasi yang kerap disalahgunakan oleh aparat keamanan untuk membungkam jurnalis yang bersikap kritis. Di antara regulasi tersebut termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Terorisme, Undang-Undang Intelijen, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Paradoksalnya, ketentuan-ketentuan tersebut malah semakin dimanfaatkan oleh penguasa untuk menjatuhkan hukuman terhadap wartawan yang melakukan liputan investigatif. Sepanjang tahun 2021, Aliansi Jurnalis Independen mencatat sebanyak 27 kasus pidana yang menimpa jurnalis dan aktivis.
Sugiharto, seorang akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), dalam jurnal ilmiahnya pada tahun 2020, menyoroti dampak buruk dari kriminalisasi yang seringkali ditujukan kepada wartawan. Dalam konteks ini, kriminalisasi tersebut tidak hanya merugikan kebebasan pers, tetapi juga memberikan dampak negatif terhadap kualitas mekanisme check and balances di tingkat pemerintahan. Akibat ketakutan yang muncul, para jurnalis menjadi terdiam, sehingga menurunnya kualitas investigasi dan pengawasan terhadap kekuasaan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam terhadap implikasi regulasi ini menjadi esensial dalam merancang upaya untuk melindungi kebebasan pers dan menjaga integritas demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT

Menjamurnya Informasi Keliru

pers. foto : iStock
Selain tekanan dari regulasi yang membungkam, kebebasan pers di Indonesia juga dihadapkan pada ancaman serius akibat maraknya berita bohong, hoaks, dan misinformasi. Data dari MASTEL (2022) mencatat peningkatan signifikan konten hoaks di media sosial Indonesia dari tahun 2014 hingga 2021, mencapai angka sebesar 70%.
Penelitian yang dilakukan oleh Fatimah dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) pada tahun 2021 menyoroti bahwa tren ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk murahnya akses internet, literasi digital yang rendah, dan kurangnya regulasi pada platform media sosial untuk mengendalikan konten. Konsekuensinya, dampak dari penyebaran informasi yang keliru ini tidak hanya dirasakan oleh reputasi media arus utama, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap informasi yang disampaikan.
ADVERTISEMENT
Keberadaan informasi yang keliru menjadi tantangan yang memerlukan perhatian serius dalam konteks kebebasan pers. Selain mengancam integritas informasi, hal ini juga dapat merongrong fondasi demokrasi dengan menciptakan ketidakpastian dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, solusi holistik yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan platform media sosial, diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini dan menjaga kualitas informasi yang disampaikan kepada publik.

Keselamatan Wartawan Terancam

pers. foto : iStock
Salah satu isu yang semakin meresahkan adalah meningkatnya insiden intimidasi dan kekerasan terhadap praktisi pers di Indonesia. Menurut catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada tahun 2022, terdapat 57 kasus kekerasan fisik dan verbal terhadap jurnalis, mencatat peningkatan sebesar 30% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Indonesia, menurut laporan tahunan Reporters Without Borders (2022), berada pada peringkat ke-113 dari 180 negara dalam Indeks Keamanan Jurnalis. Kondisi ini menunjukkan ancaman serius terhadap kemerdekaan pers di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan oleh Cortell dan rekan-rekannya pada tahun 2021 dalam jurnal Communication and The Public mengungkapkan bahwa insiden intimidasi dan kekerasan seringkali memberikan dampak signifikan pada independensi peliputan, khususnya terkait dengan isu-isu sensitif seperti Hak Asasi Manusia (HAM), korupsi, dan lingkungan. Akibatnya, wartawan seringkali merasa terpaksa untuk 'membisu' demi alasan keselamatan pribadi.
Tingginya risiko yang dihadapi oleh wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya tidak hanya merugikan individu wartawan, tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat karena berkurangnya akses terhadap informasi yang kritis dan penting. Oleh karena itu, perlindungan terhadap keselamatan wartawan menjadi esensial dalam menjaga kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.
Perjuangan untuk menjaga dan meningkatkan kebebasan pers di Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan, mencakup regulasi diskriminatif, penyebaran hoaks yang meluas, dan meningkatnya insiden kekerasan terhadap jurnalis. Data statistik dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada tahun 2022 mencatat adanya 41 regulasi diskriminatif yang sering disalahgunakan oleh aparat untuk membungkam jurnalis selama periode 2018-2022. Fenomena hoaks juga semakin mengkhawatirkan, dengan data dari MASTEL (2022) mencatat peningkatan sebesar 70% konten hoaks di media sosial Indonesia dari tahun 2014 hingga 2021.
pers. foto : iStock
Tingginya angka insiden kekerasan terhadap jurnalis, sebagaimana dicatat oleh AJI pada tahun 2022 dengan 57 kasus kekerasan fisik dan verbal, serta peringkat Indonesia yang menempati posisi ke-113 dari 180 negara dalam Indeks Keamanan Jurnalis Reporters Without Borders (2022), menjadi cerminan nyata ancaman terhadap kemerdekaan pers di tanah air. Penelitian oleh Cortell dan rekan-rekannya (2021) juga menunjukkan bahwa intimidasi dan kekerasan dapat berdampak signifikan pada independensi liputan terkait isu-isu sensitif.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan terobosan kebijakan dan advokasi bersama untuk memperbaiki kondisi kemerdekaan pers di Indonesia ke depannya. Langkah-langkah strategis perlu diambil untuk mereformasi regulasi yang diskriminatif, meningkatkan literasi digital, serta memperkuat perlindungan terhadap keselamatan wartawan. Semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan media massa, perlu bersinergi dalam upaya menjaga kebebasan pers sebagai pijakan utama bagi demokrasi yang kokoh di Indonesia.

Daftar Bacaan

Amnesti Internasional. 2019. Report on Freedom of Expression in Indonesia. Amnesty International.
Atmakusumah, Dian. 2020. Pers Indonesia di Persimpangan: Refleksi Kondisi Terkini dan Tantangan ke Depan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 10 No. 3.
Cortell, Andrew P., et al. 2021. Understanding Journalistic Self-Censorship in Contemporary Indonesia. Communication and The Public Journal. Vol 6 Issue 4.
ADVERTISEMENT
Fatimah, Ummi. 2021. When Disinformation Rules: Media and Civic Participation in Indonesia. Center for Innovation Policy and Governance.
Freedom House. 2022. Freedom in The World 2022: Indonesia Country Report. Freedom House.
Hakimul Ikhwan, Miftakhul. 2021. Criminalization of Journalist Under The Banner of Hate Speech-Related Regulations in Indonesia. UGM Law Research Center Journal. Vol 3 No 3.
Aliansi Jurnalis Independen. 2022. Report 2022 on Press Freedom in Indonesia. AJI Indonesia.
MASTEL. 2022. Annual Press Release on Hoax Statistics in Indonesia 2022. MASTEL Foundation.
Reporters Without Borders. 2022. 2022 World Press Freedom Index: Indonesia Profile. RSF.
Rianto, Ardi. 2020. Memberdayakan Regulasi untuk Lindungi Pers yang Merdeka. Orasi dies natalis ke-14 ATV Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Rorie Amanda Sari, Putri. 2019. Journalism Versus The Government: Media Independence Under Threat in Jokowi’s Indonesia. WAN IFRA Asia Conference white paper.
Sugiharto, Ragil. 2020. Hegemoni Regulasi terhadap Independensi Wartawan Investigasi di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 8 No. 1.