Toleransi Beragama di Badai Harvey

Naufal Mamduh
Semua orang berhak menjadi wartawan
Konten dari Pengguna
3 September 2017 21:23 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naufal Mamduh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Toleransi Beragama di Badai Harvey
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ditengah sentiment anti muslim yang ada di Amerika Serikat, umat Islam disana berusaha membuktikan bahwa islam adalah agama yang damai dan penuh kasih sayang.
ADVERTISEMENT
Pintu mesjid di Amerika Serikat selalu terbuka bagi para pengungsi Badai Harvey. Seperti di daerah Houston. Disana ada sekitar 250.000 warga muslim dan mereka melalui mesjid dan organisasi amal membuka pintu kepada para pengungsi serta pasokan makanan. “Lihat, membantu tidak perlu berpikir panjang. Anda tidak perlu berdiskusi atau berdebat” Kata MJ Khan, Presiden Islamic Society of Greater Houston dikutip dari The Independent.
Tidak hanya di Houston. Pada hari raya Iduladha jumat kemarin, kegiatan solat id disesuaikan dengan para pengungsi yang ada di mesjid. “Mereka nomor 1. Mereka tidak akan diganggu, mereka tidak akan dipindahkan dan jika kami harus solat di tempat parkir, kami akan solat di tempat parkir” ujar Khan kembali. Sebuah lembaga muslim yang bernama Islamic Society of Triplex Inc yang terletak di Beamount Texas juga sama . Mereka menyumbang ratusan makanan serta perawatan medis sukarela kepada tetangga mereka yang mengungsi walaupun mereka juga harus mengevakuasi rumah mereka di selatan Houston.
ADVERTISEMENT
Di mesjid bantuan tidak hanya diberikan oleh umat muslim saja. Sebuah mesjid di Stanfford, puluhan warga sekitar dari semua agama kepada pengungsi. Seorang jamaah mesjid menyaksikan bahwa beberapa pria kulit putih dengan badan yang besar dan bertato datang ke mesjid dan menawarkan bantuan. Para pengungsi mengaku senang dibantu oleh umat muslim seperti diperbolehkan untuk bermalam di mesjid. Mereka juga tidak mempermasalahkan peraturan dari relawan muslim untuk memisahkan tempat tidur bagi laki-laki dan perempuan. Bahkan para wanita malah senang karena mereka mendapatkan ruang privasinya.
"Bencana ini menumpahkan semua batas buatan.Kami adalah satu, satu komunitas Satu kota, untuk sesaat, kami berhenti memperhatikan perbedaan dan perbedaan, hanya saja: Apakah Anda memerlukan bantuan saya? Apa yang dapat saya lakukan untuk Anda?" ujar Saira Siddiqui seorang blogger dan aktivis muslim di Amerika.
ADVERTISEMENT