Konten dari Pengguna

Korupsi dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Negara

Naufal Maulana Mubarok
Mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal
31 Desember 2024 19:31 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naufal Maulana Mubarok tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi korupsi (sumber, https;//pixbay.com/id)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi korupsi (sumber, https;//pixbay.com/id)
ADVERTISEMENT
Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan uang milik negara atau perusahaan, organisasi, yayasan dan sebagainya untuk keuntungan pribadi yang telah menjadi salah satu masalah terbesar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dampak buruknya dirasakan di berbagai sektor, terutama perekonomian, yang menjadi tulang punggung pembangunan bangsa. Di tengah upaya Indonesia untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, korupsi menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.
ADVERTISEMENT
Dampak Korupsi terhadap Perekonomian
1. Korupsi Memperlambat Pertumbuhan Ekonomi
Korupsi mengurangi efisiensi penggunaan anggaran negara. Banyak dana yang seharusnya dialokasikan untuk membangun infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan terserap oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, pembangunan menjadi tidak maksimal, kualitasnya rendah, atau bahkan terhenti. Kondisi ini melemahkan produktivitas nasional dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
2. Korupsi Mengurangi Kepercayaan Investor
Ketidakpastian hukum dan birokrasi yang berbelit akibat korupsi menjadi penghalang bagi investasi. Para investor, baik asing maupun lokal, enggan menanamkan modal mereka di negara yang dianggap tidak transparan dan berisiko tinggi. Hal ini memperlambat pertumbuhan sektor swasta dan mengurangi peluang penciptaan lapangan kerja.
3. Korupsi Menurunkan kualitas sarana dan prasarana
Penetapan anggaran yang dimanipulasi untuk kepentingan sendiri dan golongan dapat menyebabkan rendahnya kualitas sarana dan prasana sebuah negara. Hal ini terjadi karena korupsi oleh penyelenggara negara telah menyebabkan misalokasi sumber daya. Dalam kaitannya dengan perekonomian, misalokasi ini menyebabkan pembagian anggaran yang tidak tepat guna. Anggaran pembangunan infrastruktur bagi majunya perekonomian akhirnya tidak mendapatkan porsi yang sesuai. Belum lagi jika ditambah anggaran infrastruktur itu dikorupsi. Sudah anggarannya kurang, disunat pula oleh para oknum. Akibatnya infrastruktur yang dibangun akan berkualitas rendah. Rendahnya kualitas infrastruktur dapat mengganggu akses masyarakat menuju pusat perekonomian dan pusat pertumbuhan. Hal ini akan berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi sebuah wilayah.
ADVERTISEMENT
4. Korupsi Menciptakan Ketimpangan Ekonomi
Dana publik yang disalahgunakan cenderung memperkaya segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat, terutama golongan miskin, semakin sulit mengakses layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Ketimpangan ini memperburuk kesenjangan sosial, yang pada akhirnya dapat memicu konflik dan ketidakstabilan.
5. Peningkatan Beban Ekonomi Masyarakat
Korupsi sering kali menyebabkan inflasi akibat adanya mark-up biaya pada proyek pemerintah atau harga barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Dampaknya, masyarakat harus menanggung biaya hidup yang lebih tinggi, yang memperburuk kondisi perekonomian keluarga.
Penyebab Utama Korupsi
Korupsi tumbuh subur karena adanya tiga faktor utama: lemahnya pengawasan, budaya permisif yang menganggap tindakan korupsi sebagai hal biasa, dan lemahnya penegakan hukum. Ketiga faktor ini saling terkait dan menciptakan lingkaran setan yang sulit dihentikan tanpa reformasi menyeluruh.
ADVERTISEMENT
Solusi untuk Mengatasi Korupsi
1. Memperkuat Penegakan Hukum
Hukum yang tegas dan konsisten sangat penting dalam memberantas korupsi. Otoritas hukum harus diberikan wewenang yang cukup untuk menangani kasus-kasus korupsi, serta menindak pejabat yang terbukti bersalah dengan hukuman yang setimpal.
2. Meningkatkan Transparansi
Salah satu cara paling efektif untuk mencegah korupsi adalah dengan memastikan semua proses di lembaga publik transparan. Pemerintah perlu membuka akses informasi, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran, tender proyek, dan keputusan strategis lainnya.
3. Edukasi Nilai Antikorupsi
Pendidikan tentang bahaya korupsi harus diberikan sejak dini untuk membangun karakter generasi muda yang menjunjung tinggi integritas. Sekolah, keluarga, dan masyarakat memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai antikorupsi.
4. Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Publik
ADVERTISEMENT
Memberikan gaji yang layak dan fasilitas yang memadai bagi pegawai publik dapat mengurangi godaan untuk melakukan korupsi. Kesejahteraan yang baik akan membuat pejabat lebih fokus pada tugas dan tanggung jawab mereka tanpa tergoda mengambil keuntungan pribadi secara ilegal.
5. Membangun Sistem Pengawasan yang Kuat
Institusi pengawas seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus diberdayakan dengan baik agar mereka bisa bekerja secara efektif. Selain itu, peran masyarakat sipil dalam mengawasi kebijakan dan keputusan pemerintah juga perlu diperkuat.
Data Perekonomian Negara Akibat Korupsi
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan jumlah kerugian negara dari kasus tindak pidana korupsi selama masa pemerintahannya mencapai Rp 290 triliun. Pada 2014, tahun pertama Jokowi dilantik, kerugian negara dari kasus korupsi mencapai Rp 10,6 triliun. Namun, saat itu Jokowi baru dilantik pada 20 Oktober 2014. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat selama 10 bulan pertama tahun tersebut. Pada 2015, ICW mencatat kerugian negara Rp 1,7 triliun dari kasus korupsi. Tahun 2015 merupakan tahun pertama di mana Jokowi menjabat penuh. Jumlah itu juga merupakan jumlah terkecil kerugian negara dari tindak pidana korupsi di era Jokowi. Pada 2016, ICW mencatat kenaikan kerugian negara dari kasus korupsi mencapai Rp 3 triliun. Jumlah itu kembali meningkat jadi Rp 29,4 triliun pada 2017. Tahun berikutnya, pada 2018, kerugian negara menjadi Rp 9 triliun. Pada tahun berikutnya, Jokowi kembali memenangkan Pilpres 2019 untuk periode keduanya. Pada tahun itu, ICW mencatat kerugian negara sebesar Rp 12 triliun dari kasus korupsi. Pada 2020, angka tersebut mencapai Rp 56,7 triliun. Selanjutnya, pada ahun 2021, ICW mencatat angka kerugian negara tertinggi selama era Jokowi, yaitu Rp 62,9 triliun. Menurut laporan ICW, kerugian negara dari kasus korupsi pada tahun selanjutnya, yaitu 2022, mencapai Rp 48,7 triliun. Pada tahun terakhir laporan ICW yang ada, yaitu 2023, jumlah kerugian negara tercatat Rp 56 triliun. ICW belum menerbitkan laporan kerugian negara dari tindak pidana korupsi untuk tahun terakhir Jokowi menjabat, yaitu 2024.
ADVERTISEMENT
Tentang Penulis
Naufal Maulana Mubarok adalah Mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal yang sedang menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Program Studi Bisnis Digital. Penulis lahir pada tanggal 12 Mei 2006, Perjalanan pendidikannya dimulai dari SDN 03 Tanjungharja, dilanjutkan ke SMPN 01 Suradadi, dan kemudian ke SMK NU Hasyim Asy'ari. Penulis memiliki kedisiplinan yang mampu mengatur waktu dengan baik, tidak hanya disiplin penulis juga bertanggung jawab tidak lari dari masalah yang dihadapi, jujur, tegas, adil, dan gigih. Dengan latar belakang pendidikan tersebut, Penulis memiliki dasar yang kuat dalam teknologi dan bisnis. Penulis bercita-cita untuk menjadi Chief Executive officer (CEO) yang sukses dan berpengaruh. Saat ini, penulis fokus mengembangkan keahlian di bidang bisnis digital dengan harapan dapat berkontribusi dalam menciptakan inovasi di dunia bisnis modern, penulis memiliki visi untuk memimpin perusahaan berbasis teknologi yang inovatif dan berkontribusi dalam memajukan dunia bisnis. Untuk komunikasi lebih lanjut, Naufal dapat dihubungi melalui Instagramnya @nfl.fals.
ADVERTISEMENT