Konten dari Pengguna

Belajar Agama : Antara Autodidak dan Berguru

M Naufal Rizqin
Mahasiswa UINWS
6 November 2020 21:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Naufal Rizqin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilmu agama merupakan hal pokok yang wajib dipelajari oleh setiap umat muslim yang telah mukallaf—diberi tanggungan— tanpa terkecuali, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini sebagaimana yang telah Rasul Saw sabdakan dalam Sunnahnya.
ADVERTISEMENT
Secara kualitas hadis tersebut adalah hadis sahih, sehingga dapat menjadi hujjah atau landasan argumentatif bagi seseorang. Secara sepintas, makna yang terkandung dalam hadis tersebut sangat jelas mengarah pada kewajiban bagi seseorang untuk mencari atau menuntut ilmu. Namun ilmu apa yang dimaksud dalam hadis tersebut ?. Menurut al-Baidlawi, dikutip dari Hasyiyah Assanadi ‘Ala Ibn Majah, yang dimaksud dengan ilmu di sini ialah sesuatu yang tidak ada pilihan lain bagi seseorang untuk mempelajarinya—wajib—, seperti ma’rifat terhadap sang pencipta (Allah Swt), wahdaniyyah (keesaan Allah), nubuwwah Rasul Saw, dan kaifiyyah (tata cara) shalat.
Apabila kita perhatikan, al-Baidlawi mengisyaratkan bahwa ilmu yang telah beliau sebut, tiada lain adalah ilmu tauhid dan ilmu fiqh. Dua ilmu yang terklasifikasikan dalam ilmu agama dan wajib ain untuk dipelajari. Bahkan ada juga ulama, yaitu Syekh Abu Hafsh, menafsirkan ilmu tersebut dengan ilmu ikhlas. Dan bila dicermati pula, ikhlas ini termasuk ke dalam ilmu akhlak. Dan ilmu akhlak termasuk ilmu agama.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari wajibnya mempelajari ilmu agama, lalu bagaimana cara kita meraih ilmu tersebut. Bolehkah kita belajar tanpa berguru ?. Pertanyaan pendek yang sangat menarik jika dibahas. Terlebih pada situasi saat ini, banyak muncul ke permukaan orang-orang yang hanya belajar agama melalui browser tanpa hadir langsung ke majelis ilmu. Tidak talaqqi dengan guru. Ketika bermedia sosial seakan orang yang telah paham segalanya, namun tidak memiliki mata rantai transmisi keilmuan yang jelas. Lantas, seperti apa pandangan Islam atas problematika yang demikian.
Transmisi keilmuan yang termanifestasi dalam hubungan guru dan murid merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap orang, terutama dalam ranah agama. secanggih apapun teknologi yang telah hadir, relasi guru dan murid tidak akan pernah tergantikan. Karena pada dasarnya agama adalah riwayat. Tidak mungkin kita memahami aturan-aturan agama tanpa berguru terlebih dahulu. Ilmu agama yang kita ketahui saat ini merupakan hasil dari hubungan murid dan guru, hingga sampai pada Rasul Saw, sebagai utusan Allah di muka bumi. Gambaran bagi orang yang belajar secara autodidak bagaikan seorang anak berkata pada sang ayah. “Ayah aku lebih memahami karakter kakek daripada ayah”. Bagaimana mungkin seorang cucu dapat mengetahui karakter sang kakek jika ia tidak mengetahuinya dari sang ayah. Begitupun yang terjadi pada seseorang yang belajar agama secara autodidak.
ADVERTISEMENT
Orang yang cerdas sekalipun apabila belajar agama secara individu tanpa berguru, maka kesalahan dalam pemahamannya akan lebih besar daripada kebenarannya, kalaupun pemahamannya benar, itu hanya keberuntungan semata. Rasul Saw pernah bersabda.
Barang siapa yang berpendapat mengenai al-Quran dengan tanpa ilmu, maka bersiaplah menempati tempatnya di neraka.
Dalam Tuhfatul Ahwadz, yang dimaksud dengan ilmu di atas adalah dalil pasti ataupun dzonni; naqli ataupun aqli; yang masih berkaitan dengan syari’at. Maka jelas jika kita memahami agama tanpa guru, misal saja menafsirkan Quran dengan tanpa ilmu yang sesuai dengan syari’at, maka akan berakibat fatal dan bahkan diancam dengan neraka.
Disamping itu, dengan transmisi keilmuan yang jelas. maka keotentikan agama akan selalu terjaga, sesuai dengan sumber primernya yaitu al-Quran. Dan keotentikan ini akan ternodai oleh orang yang mencoba memahami agama dengan dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Inti dari semua itu adalah perlunya sanad (transmisi ilmu) yang jelas dalam memahami agama. Agama tidak akan dapat dipahami tanpa berguru terlebih dahulu. Sempatkanlah hadir di majelis ilmu. Rasakan betapa tentramnya hati apabila kita ber-talaqqi (bertemu) dengan guru. Akan sangat berbeda dengan belajar agama secara autodidak, bahkan dampaknya akan berbahaya bila terus-menerus dilakukan. Wallahu a’lam bisshawaab