Konten dari Pengguna

Skenario Tanpa Gaji ke-13 dan ke-14: Analisis Dampak pada Perekonomian Nasional

Muhammad Naufal Widad
Surabaya - Tanjung Balai Karimun - Tangerang Selatan PKN STAN Kelas 7 PPPN-5 BC Nomor 21
18 Februari 2025 13:13 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Naufal Widad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gaji ke-13 dan ke-14 telah menjadi bagian penting dari kesejahteraan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia. Setiap tahun, pencairan gaji ini tidak hanya dinantikan oleh para ASN, tetapi juga memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian nasional. Gaji ke-13 biasanya diberikan menjelang tahun ajaran baru dengan tujuan untuk membantu biaya pendidikan anak-anak ASN yang akan memasuki tahun ajaran baru, sementara gaji ke-14 atau Tunjangan Hari Raya (THR) diberikan menjelang hari raya Idulfitri untuk mendukung kebutuhan konsumsi selama perayaannya.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyampaikan kebutuhan anggaran bagi THR di tahun 2024 mencapai Rp 48,7 triliun, sedangkan anggaran bagi gaji ke-13 mencapai Rp 50,8 triliun.
Di sektor swasta, meskipun tidak ada istilah resmi "gaji ke-13", banyak perusahaan memberikan bonus akhir tahun yang sering dianggap setara dengan gaji ke-13 ASN. Selain itu, THR juga merupakan bonus tahunan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan menjelang hari raya keagamaan seperti Idulfitri, Natal, Nyepi, Waisak, dan Tahun Baru Imlek.
Namun, bagaimana kondisi perekonomian nasional jika gaji ke-13 dan ke-14 untuk ASN tidak dicairkan? Artikel ini akan menyajikan analisis dampak hipotetis dari penghapusan gaji ke-13 dan ke-14 terhadap perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dampak Terhadap Ekonomi Makro
1. Pertumbuhan Ekonomi
Salah satu dampak langsung dari panghapusan gaji ke-13 dan ke-14 adalah penurunan daya beli masyarakat, khususnya di kalangan ASN. Gaji ke-13 dan ke-14 biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tambahan, seperti biaya pendidikan dan persiapan hari raya. Tanpa pencairan gaji ini, ASN mungkin akan mengurangi pengeluaran mereka, yang pada gilirannya dapat menurunkan tingkat konsumsi domestik. Penurunan konsumsi ini dapat berdampak negatif pada sektor ritel, pariwisata, dan jasa, yang sangat bergantung pada peningkatan belanja selama periode tersebut. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dapat terjadi, karena konsumsi domestik adalah pendorong utama perekonomian Indonesia.
2. Inflasi
Pencairan gaji ke-13 dan ke-14 biasanya meningkatkan permintaan barang dan jasa, yang dapat mendorong inflasi. Namun, jika gaji ini dihapuskan, permintaan agregat dapat menurun, yang mungkin menyebabkan penurunan tekanan inflasi. Meskipun ini bisa dianggap positif dalam konteks pengendalian inflasi, penurunan permintaan juga dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
3. Investasi
Penghapusan gaji ke-13 dan ke-14 dapat mengurangi pendapatan dan tabungan ASN, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi tingkat investasi. Dengan daya beli yang menurun, perusahaan mungkin melihat penurunan penjualan dan keuntungan, yang dapat mengurangi insentif untuk berinvestasi dalam ekspansi bisnis atau proyek baru.
4. Sektor Keuangan
Penurunan pendapatan dan konsumsi dapat mempengaruhi sektor keuangan, terutama perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Dengan daya beli yang menurun, permintaan kredit konsumen mungkin berkurang, yang dapat mempengaruhi pendapatan bank dari bunga pinjaman. Selain itu, peningkatan risiko kredit akibat penurunan pendapatan rumah tangga dapat meningkatkan tingkat kredit macet (NPL), yang dapat mengganggu stabilitas sektor keuangan.
Ilustrasi suasana lebaran Idulfitri. Foto: Dokumentasi pribadi.
Apabila Sektor Swasta juga dapat Terpengaruh
Penghapusan gaji ke-13 dan ke-14 bagi ASN juga dapat mempengaruhi sektor swasta. Banyak perusahaan swasta yang memberikan gaji ke-13 dan ke-14 atau Tunjangan Hari Raya (THR) sebagai bagian dari kebijakan mereka, mengikuti standar yang ditetapkan oleh pemerintah untuk ASN.
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian mengenai pencairan gaji ke-13 dan ke-14 dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan karyawan, baik di sektor publik maupun swasta. Ini bisa berdampak pada stabilitas sosial dan ekonomi, serta mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dan perusahaan. Selain itu, penghapusan gaji ke-13 dan ke-14 dapat mempengaruhi standar praktik di sektor swasta. Banyak perusahaan swasta yang memberikan gaji ke-13 dan ke-14 sebagai bagian dari kebijakan mereka untuk menjaga kesejahteraan karyawan dan meningkatkan loyalitas. Jika pemerintah memutuskan untuk tidak mencairkan gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS, perusahaan swasta mungkin merasa tidak perlu lagi memberikan tunjangan serupa kepada karyawan mereka.
Jika sektor swasta mengikuti jejak pemerintah yaitu mengurangi atau menghapus bonus dan THR, dampaknya terhadap poin-poin di atas akan semakin besar. Penurunan daya beli tidak hanya terjadi di kalangan ASN, tetapi juga di kalangan pekerja swasta, yang dapat memperburuk penurunan konsumsi domestik. Dengan penurunan konsumsi yang lebih luas, pertumbuhan ekonomi bisa terhambat lebih signifikan. Konsumsi rumah tangga yang menurun akan mengurangi permintaan barang dan jasa, yang pada gilirannya dapat memperlambat laju pertumbuhan PDB.
ADVERTISEMENT
Penurunan daya beli masyarakat juga dapat berdampak pada bisnis lokal, termasuk UMKM, yang bergantung pada peningkatan konsumsi selama periode pencairan gaji ke-13 dan ke-14. Tanpa dorongan ini, pendapatan bisnis lokal bisa menurun, yang dapat mempengaruhi keberlanjutan operasional mereka. Penurunan konsumsi dapat menyebabkan penurunan permintaan barang dan jasa dari sektor swasta. Ini bisa mengakibatkan penurunan produksi dan efisiensi rantai pasok, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi lapangan kerja dan investasi di sektor swasta. Perusahaan mungkin mengurangi perekrutan atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk menyesuaikan dengan penurunan permintaan. Ini dapat meningkatkan tingkat pengangguran dan mengurangi pendapatan rumah tangga, yang pada gilirannya dapat memperburuk kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Dengan demikian, penghapusan gaji ke-13 dan ke-14 tidak hanya berdampak pada ASN tetapi juga memiliki implikasi yang lebih luas terhadap perekonomian, termasuk sektor swasta. Ketidakpastian mengenai pencairan gaji ke-13 dan ke-14 dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan karyawan, baik di sektor publik maupun swasta. Ini bisa berdampak pada stabilitas sosial dan ekonomi, serta mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Aggregate Demand dan Aggregate Supply
Penghapusan gaji ke-13 dan ke-14 dapat memiliki dampak signifikan terhadap aggregate demand (permintaan agregat) dan aggregate supply (penawaran agregat) dalam perekonomian Indonesia. Gaji ke-13 dan ke-14 biasanya digunakan untuk meningkatkan konsumsi, terutama menjelang hari raya dan tahun ajaran baru. Jika gaji ini tidak dicairkan, daya beli akan menurun, yang dapat mengurangi konsumsi rumah tangga. Penurunan konsumsi ini akan menggeser kurva permintaan agregat (AD) ke kiri, karena pada setiap tingkat harga, jumlah barang dan jasa yang diminta oleh konsumen akan berkurang.
Di sisi lain, meskipun dampak langsung pada penawaran agregat mungkin tidak sebesar pada permintaan agregat, ada beberapa efek tidak langsung yang bisa terjadi. Berita penghapusan gaji ke-13 dan ke-14 dapat menyebabkan produsen mengantisipasi adanya kelebihan supply. Untuk menghindari overstocking, produsen mungkin akan menurunkan produktivitas mereka. Penurunan produktivitas ini dapat menggeser kurva penawaran agregat (AS) ke kiri, karena pada setiap tingkat harga, jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen akan berkurang.
ADVERTISEMENT
Perubahan dalam permintaan dan penawaran agregat ini akan mempengaruhi keseimbangan ekonomi. Penurunan permintaan agregat tanpa perubahan signifikan dalam penawaran agregat dapat menyebabkan penurunan output dan harga, yang dikenal sebagai deflasi. Sebaliknya, jika penawaran agregat juga menurun, keseimbangan baru mungkin berada pada tingkat output yang lebih rendah dengan harga yang relatif stabil atau sedikit menurun.
(Naufal)