Konten dari Pengguna

Pekerja Anak : Masa Depan yang Tergadai oleh Dampak Buruknya

Naulita Anggia
Mahasiswa Fakultas Hukum - Universitas Diponegoro
1 Desember 2024 12:33 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naulita Anggia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto anak-anak bekerja memungut sampah. (Sumber : Freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Foto anak-anak bekerja memungut sampah. (Sumber : Freepik.com)
ADVERTISEMENT
Pekerja anak menjadi masalah serius di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Masa kanak-kanak adalah hak asasi manusia yang harus dimiliki setiap orang, di mana mereka seharusnya hidup dalam kebahagiaan, kasih sayang, dan perhatian dari orang tua dan lingkungan sekitarnya. Namun, tindakan ilegal berupa pekerja anak memaksa seorang anak untuk menjalani hidup layaknya orang dewasa.
ADVERTISEMENT
Menurut International Labour Organization (ILO), sebuah organisasi buruh internasional di bawah naungan PBB, pekerja anak atau yang juga biasa dikenal “Child Labor” merujuk pada pekerjaan yang merampas masa kanak-kanak, potensi, dan martabat anak (semua orang di bawah usia 18 tahun), serta membahayakan perkembangan fisik dan/atau mental mereka.
Kemiskinan dianggap sebagai alasan utama mengapa anak-anak harus bekerja pada usia yang tidak seharusnya. Anak-anak ini bekerja karena orang tua mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, sehingga mereka terpaksa ikut bekerja untuk menambah penghasilan keluarganya.
Pekerja anak telah merampas segala hak yang ada dalam hidup seorang anak. Oleh karena itu, pekerja anak merupakan sebuah masalah yang harus segera diselesaikan mengingat dampak buruknya.
ADVERTISEMENT
Merampas Masa Kecil
Apakah kalian ingat saat ketika kalian masih kecil? pulang dari sekolah setelah hari yang menyenangkan dan pergi bermain dengan teman-teman di luar? Lalu kalian pulang, mengerjakan PR, menikmati makan malam bersama keluarga, menonton TV, dan akhirnya tidur dengan nyenyak. Sayangnya, beberapa anak tidak bisa bahkan bermimpi untuk mengalami itu karena mereka tidak memiliki masa kanak-kanak yang normal.
Dalam cerita yang berjudul “Between poverty and the deprivation of childhood... children’s suffering lies”, yang dibagikan oleh UNICEF pada websitenya, seorang anak berumur 11 tahun asal Sudan yang bernama Leila Mohamed mengatakan, “Saya berharap bisa menghabiskan hari saya seperti anak-anak lainnya dan bisa bermain dengan teman-teman saya.”. Dia adalah salah satu dari banyaknya anak di Sudan yang kehilangan masa kecilnya karena harus bekerja di usia yang sangat muda.
ADVERTISEMENT
Beban untuk menghidupi keluarga telah dipikul oleh mereka terlalu dini. Mereka dipaksa, dalam berbagai keadaan, untuk mengorbankan kenangan dan hari-hari indah masa kecil karena harus bekerja berjam-jam.
Masa kanak-kanak adalah masa di mana kita tidak perlu memikirkan apapun, ini adalah masa ketika mereka bisa menikmati segala hal, bukan malah mencari uang. Pada saat itu, mereka seharusnya tidak perlu memikirkan pentingnya uang dan tanggung jawab untuk membayar biaya, seperti tagihan dan hutang.
Mereka juga seharusnya tidak mengalami kekhawatiran akan tanggung jawab akan pekerjaan. Seorang anak seharusnya bermain dengan temannya dan membuat kenangan yang akan bertahan seumur hidup.
Kenangan bahagia masa kecil adalah harta berharga bagi setiap orang. Kenangan itu dapat membuat kita tersenyum bahkan di usia tua.
ADVERTISEMENT
Kadang kala, ketika melihat kehidupan kita saat ini, kita sering merasa ingin kembali ke masa kecil. Itu karena kita menyadari betapa menyenangkannya masa kecil kita. Kita terus terhubung dengan kenangan masa lalu, terutama masa kecil.
Namun, karena tanggung jawab kerja, mereka tidak akan pernah bisa mengingat kenangan masa kecil yang indah, sebagai orang dewasa. Penting bagi manusia untuk menikmati setiap tahap perkembangannya.
Tidak ada masa kecil yang sempurna. Tetapi setiap anak di dunia ini pantas mendapatkan masa kecil yang normal dan tumbuh dengan kebahagiaan tidak peduli pada kondisi seperti apa mereka dilahirkan.
Rentan Terkena Penyakit
Karena tubuh mereka masih dalam tahap perkembangan, anak-anak lebih rentan terhadap bahaya di tempat kerja, dan konsekuensi dari pekerjaan berbahaya ini seringkali lebih parah dan berdampak jangka panjang bagi mereka. Pekerjaan anak berbahaya merupakan kategori terburuk dari pekerjaan anak.
ADVERTISEMENT
Mereka bekerja dengan waktu yang terlalu lama, dan harus bekerja dalam situasi berbahaya, seperti di bawah tanah, ketinggian yang berbahaya, suhu ekstrem, atau di ruang yang terpencil. Beberapa anak bahkan harus mengoperasikan mesin, peralatan, dan alat yang tidak aman, atau diharuskan mengangkat beban berat serta terpapar bahan kimia berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada kesehatan mereka.
Berdasarkan data ILO, diperkirakan ada 79 juta anak-anak, berusia 5-17 tahun yang bekerja dalam kondisi berbahaya di berbagai sektor.
Pekerja anak dalam kondisi berbahaya juga terjadi di Indonesia, terutama di sektor pertanian, khususnya di ladang tembakau. Anak-anak mulai bekerja di ladang sejak usia dini, sekitar usia 12 tahun.
Anak-anak yang bekerja di ladang tembakau di Indonesia terpapar nikotin, pestisida beracun, dan suhu ekstrem. Dilansir dari video Youtube berjudul "Hazardous Child Labor on Indonesian Tobacco Farms", yang diunggah oleh Human Rights Watch, Ayu, berumur 13 tahun, berasal dari desa yang terletak di Garut, Jawa Barat, menceritakan bahwa setiap tahun saat memanen tembakau, ia sering muntah. “Saya muntah ketika sangat lelah karena memanen dan membawa daun yang sudah dipanen. Perut saya rasanya tidak bisa dijelaskan, bau di mulut saya tidak enak. Saya muntah berkali-kali. Cuacanya sangat panas, dan saya sangat lelah. Bau daun tembakau saat kami memanen itu tidak enak. Saya selalu muntah setiap kali memanen,” katanya.
ADVERTISEMENT
Gejala yang Ayu gambarkan adalah gejala keracunan nikotin akut. Hal itu terjadi karena Ayu bersentuhan dengan tanaman tembakau terlalu sering dan tidak menggunakan pelindung yang aman pada saat menanam maupun memanen tembakau. Sebagian besar anak yang diwawancarai dalam video tersebut juga mengalami gangguan kesehatan yang sama.
Anak-anak yang bekerja juga sering menderita kekurangan gizi akibat masalah ketahanan pangan. Ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan pekerja anak, karena ketika orang tua kesulitan memberi makan yang cukup untuk keluarga, sering kali mereka merasa tidak punya pilihan lain selain mengirim anak-anak mereka untuk bekerja.
Namun, kenyataan pahitnya adalah pekerjaan itu tidak menjamin upah yang cukup untuk membeli makanan. Mereka sering dibayar di bawah upah minimum, dan dalam kondisi seperti itu, bagaimana mereka dapat membeli makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh mereka setiap hari, sementara pada saat yang sama mereka juga membutuhkan uang untuk kebutuhan lainnya.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan menghambat kesempatan mereka untuk bersekolah.
Setiap anak harus bersekolah, karena setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan adalah kunci untuk memutus rantai kemiskinan.
Sebagian besar anak yang terlibat dalam pekerja anak tidak memiliki kesempatan untuk bersekolah. Banyak orang tua mereka juga tidak pernah mendapatkan kesempatan tersebut, sehingga orang tua mereka tidak memahami pentingnya pendidikan dan bagaimana hal itu dapat mengubah kualitas hidup seseorang.
Bekerja menyita begitu banyak waktu sehingga mereka tidak dapat bersekolah. Anak-anak dipaksa bekerja dalam waktu yang panjang, lima hari seminggu atau bahkan setiap hari. Bahkan, bagi yang masih bisa bersekolah, mereka sering kesulitan menyeimbangkan tuntutan pendidikan dengan pekerjaan.
Mereka umumnya tidak bersekolah penuh waktu, tertinggal dari teman-temannya, dan lebih mungkin untuk putus sekolah. Orang tua mereka lebih memilih mengirim anak-anaknya untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari daripada mengirim mereka ke sekolah.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak paham bahwa pendidikan dapat mengubah kualitas hidup seseorang dengan memberi mereka pengetahuan untuk masa depan yang lebih baik sehingga dapat mengeluarkan mereka dari lingkaran kemiskinan. Hal itu karena pendidikan dapat membantu mereka mendapatkan pekerjaan dengan gaji lebih baik di masa dewasa.
Akan tetapi jika anak-anak tersebut tidak diberikan kesempatan untuk meraih pendidikan, mereka mungkin akan tetap berada dalam lingkaran pekerjaan bergaji rendah sepanjang hidupnya, gagal memperbaiki kondisi ekonominya sendiri.
Oleh karena itu, mari bersama kita wujudkan masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak Indonesia dengan menghentikan eksploitasi anak di tempat kerja dan memberikan mereka kesempatan untuk menikmati masa kecil dan meraih pendidikan yang layak.
Sumber Referensi :
ADVERTISEMENT