Penggolongan Kepribadian Introvert dan Ekstrovert

Naura Paramahita Nugraha
Mahasiswi aktif Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
27 November 2022 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naura Paramahita Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kamu pasti tidak asing mendengar istilah introvert dan ekstrovert. Sering kali orang di sekitar kita, dengan gamblang mengakui dirinya sebagai seorang introvert ataupun ekstrovert, seperti, “Kalau Aku sih, lebih pilih diem di rumah sambil menonton film daripada harus main ke cafe yang ramai begitu, maklum nih, Aku introvert soalnya,” atau “Aku mah ekstrovert, gabisa kalau disuruh diem-dieman begitu”.
ADVERTISEMENT
Padahal, faktanya penerapan konsep introvert dan ekstrovert bukan seperti itu, lho. Dalam kacamata psikologi, introversion dan extraversion merupakan sebuah attitude, yaitu kecenderungan seseorang dalam berperilaku atau bereaksi terhadap sesuatu. Untuk info lebih lengkap mengenai fakta dari penerapan konsep introvert dan ekstrovert tersebut, maka simaklah penjelasan yang ada pada ulasan berikut ini.
Penggolongan kepribadian introvert dan ekstrovert dipopulerkan oleh Carl Gustav Jung, yang merupakan seorang psikiater dan ahli psikoanalisis asal Swiss, di dalam teori kepribadian berdasarkan sikap yang dimiliki individu.
foto : pixabay
Menurutnya, seseorang dapat dikatakan memiliki tipe kepribadian ekstrovert ketika individu tersebut memiliki orientasi dirinya lebih ke luar daripada ke dalam dirinya. Berbeda dengan orang tipe introvert, di mana mereka lebih membatasi diri dengan pikiran dan pendapatnya sendiri. Serta orang dengan tipe introvert bisa berpikir kritis dan hati-hati, tetapi sering subjektif.
ADVERTISEMENT
Bagi orang ekstrovert, segala sesuatu itu harus benar dan konkret. Mereka dengan tipe ini lebih memilih untuk memikirkan orang lain ketimbang dirinya sendiri. Mereka juga tidak membatasi diri dengan pikiran dan pendapatnya sendiri. Sedangkan, orang introvert cenderung menarik diri dari lingkungan, lemah dalam penyesuaian sosial, dan lebih menyukai kegiatan dalam rumah.
Hal ini berbeda dengan pemahaman masyarakat yang ada, karena adanya penggolongan kepribadian ini justru membuat mereka “mengkotakkan” diri dan cenderung membatasi perilaku bahkan potensi yang dimiliki. Masyarakat menganggap, tipe kepribadian menjadi tolak ukur dalam menentukan jurusan kuliah, mencari pekerjaan, bahkan dalam menentukan perilaku, misalnya, orang yang memanfaatkan istilah introvert ini untuk membatasi dirinya agar tidak keluar dari zona nyamannya.
ADVERTISEMENT
Pemahaman yang salah ini justru dapat memicu “Self-limiting Beliefs” yang dapat menghambat atau mencegah potensi diri yang dimiliki, akibat suatu keyakinan yang dipercaya. Carl Gustav Jung sendiripun mengatakan, bahwa tidak ada individu yang murni benar-benar sebagai seorang ekstrovert atau introvert, bukan hanya karena tidak realistis, tetapi juga dianggap tidak normal.
Introvert dan ekstrovert memang dua tipe yang berbeda. Namun, menjadi seorang introvert bukan berarti, kamu tidak bisa bersosialisasi atau tampil di depan umum. Begitu pula dengan pemilik kepribadian ekstrovet, yang meskipun sumber energinya berasal dari lingkungan luar, tentu dia juga butuh waktu untuk dirinya sendiri.
Sampai di sini paham, kan? Di mana kita sebagai makhluk hidup yang unik, tidak seharusnya terlalu memetakkan diri, hingga menghambat potensi yang kita miliki hanya karena pelabelan kepribadian ini. Selain itu, sebagai individu dengan tingkat awareness yang tinggi, kita juga harus lebih bisa memilah-milah, menyaring serta menyerap, dan mengaplikasikan informasi dan teori yang kita terima dengan sebijak mungkin.
ADVERTISEMENT
Referensi
Feist, J. (2011). Teori kepribadian = Theories of personality buku 2 / Jess Feist, Gregory J. Feist; penerjemah: Smita Prathita Sjahputri (Ed. ke-7). Salemba Humanika.
Jung, C. G. (2014). Collected Works of C.G. Jung, Volume 6: Psychological Types. Princeton University Press.