Konten dari Pengguna

Konten Video Pendek: Ancam Kinerja kognitif

Nawang Dwi Mawarni
Saya adalah seseorang yang sedang menempuh pendidikan jenjang Sarjana di salah satu Universitas Swasta yang ada di Indonesia. Selain itu, saya juga aktif mengikuti organisasi yang ada di lingkungan kampus. Saat ini saya berusia 21 tahun.
3 Desember 2024 9:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nawang Dwi Mawarni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: dibuat sendiri oleh penulis di sebuah aplikasi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: dibuat sendiri oleh penulis di sebuah aplikasi
ADVERTISEMENT
Terlena dengan konten video pendek hingga lupa waktu dapat mengancam kinerja kognitif, masa sih?
ADVERTISEMENT
Seiring dengan berkembang-nya teknologi, inovasi-inovasi terbaru mulai muncul di ranah media sosial. Salah satunya adalah inovasi yang bertajuk, "Video Pendek". Dengan hadirnya video pendek ini, para pengguna dapat lebih mudah mendapatkan informasi yang diinginkan dengan sajian yang telah terbungkus rapi di dalam sebuah video pendek.
Biasanya di dalam video pendek ini menawarkan berbagai informasi tertentu dengan tampilan yang jauh lebih menarik dari pada informasi yang tersaji di dalam website artikel pada umumnya.
Mengapa demikian? karena biasanya di dalam video spendek, pengguna dimanjakan oleh visualisasi grafis yang unik serta menarik. Selain itu, para pengguna dibiasakan untuk mendengar dan melihat apa yang sudah tersaji di dalam konten video pendek. Sangat berbeda jauh dengan informasi-informasi yang ada di dalam website artikel, di mana pengguna hanya akan membaca, membaca, dan membaca.
ADVERTISEMENT
Hal ini membuat minat baca menjadi turun. Padahal, dalam menerima informasi yang efektif, kita perlu membaca terlebih dahulu dengan seksama dari isi informasi tersebut untuk menghindari kesalahpahaman dalam menerima informasi.
Saat ini konten video pendek sudah sangat mudah ditemukan hampir di setiap media sosial. Konten video pendek berisi topik-topik tertentu yang memiliki durasi maksimal 60 detik atau 1 menit diiringi dengan "sound" yang menarik sebagai pelengkap.
Lalu, apa sih hubungan video pendek dengan kinerja kognitif pada otak? Yuk, simak lebih lanjut!
Dr. Fadhli Rizal Makarim dalam artikel, "Mengenal Kemampuan Kognitif, Fungsi dan Tahapannya" mengemukakan bahwa kognitif mengacu pada segala sesuatu yang terkait dengan pemrosesan informasi, persepsi, pemahaman, pengambilan keputusan, dan fungsi-fungsi mental lainnya yang melibatkan pikiran dan otak manusia.
ADVERTISEMENT
Fungsi dari kognitif sendiri melibatkan beberapa aspek yang kompleks dan saling berhubungan satu sama lain. yaitu, persepsi, perhatian, memori, bahasa, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.
Kegiatan scrolling video pendek yang dilakukan secara berulang lalu berubah menjadi suatu kebiasaan akan memberikan risiko terhadap kesehatan otak.
Dilansir dari artikel yang bertajuk, "Risiko Kebiasaan Scrolling Video Pendek di Media Sosial, Ternyata Bisa Memicu Kerusakan Otak" menyatakan bahwa berdasarkan data penelitian, kebiasaan mengonsumsi video pendek seperti TikTok, Instagram Reels, YouTube Shorts, dan lain sebagainya dengan durasi 15-60 detik, bisa membuat seseorang menjadi sulit untuk menikmati konten yang durasi videonya lebih panjang. Kondisi tersebut disebabkan oleh kebutuhan fokus yang lebih lama saat mengonsumsi konten berdurasi lebih panjang.
ADVERTISEMENT
Akibatnya adalah terjadinya ketidakseimbangan otak dalam menyampaikan pesan ke tubuh. Seseorang yang sudah terbiasa melakukan kegiatan scrolling video pendek akan cepat mudah merasa bosan dan mengalami perubahan mood serta perilaku yang signifikan. Hal ini dikarenakan adanya stimulus yang berlebihan dari video singkat menyebabkan otak terus-menerus merespons tanpa jeda yang mengakibatkan kelelahan dan kerusakan pada tingkat sel saraf.
Video singkat yang dihadirkan hampir di setiap media sosial seringkali membuat kita lalai terhadap kemampuan diri untuk berpikir dan mencerna suatu informasi dengan kritis. Karena kita sudah terlena oleh informasi instant yang tertera di dalam video pendek tersebut. Hal ini bisa memicu kurangnya kemampuan diri dalam memecahkan suatu permasalahan.
Menurut penelitian, TikTok adalah salah satu aplikasi dengan pertumbuhan paling cepat dibandingkan dengan media sosial sejenisnya dalam hal jumlah dan intensitas pengguna. (Montag dkk., 2021). Perilaku kecanduan TikTok dapat dilihat dari data bahwa sebesar 22 persen dari 486 juta pengguna menonton video lebih dari 1 jam per hari (Tian dkk., 2023). Hal ini didukung data bahwa 70% pengguna bersedia mempertahankan aplikasi dalam jangka waktu panjang (Chen, 2020). Selain karena angkanya yang tinggi, SVA ini juga mengkhawatirkan karena data kasus yang mencangkup 20% di bawah usia 19 tahun dan 52,8% di bawah 24 tahun (Chen, 2020). Apalagi bagi beberapa dari mereka, SVA menyebabkan penggunaan SFV sepanjang hari di atas rutinitas harian lainnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini menyebabkan kualitas tidur yang rendah, nyeri tubuh, mata kering dan buram, kecemasan, penurunan interaksi tatap muka, depresi, kesepian, gangguan, kualitas tidur rendah, dan isolasi sosial (Elhai dkk., 2017). Jika dibiarkan, dampak-dampak ini dapat berpengaruh signifikan karena sifat remaja yang mudah terpapar dan dalam kondisi pencarian jati diri (Weimann and Masri, 2020).
Dari semua pemaparan di atas menunjukkan bahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Media sosial memang memberikan banyak dampak positif bagi kehidupan kita, salah satunya mudah mendapatkan berbagai akses informasi dengan cepat. Namun, media sosial juga memberikan berbagai dampak negatif bagi kehidupan kita. So, bijaklah dalam mengonsumsi media sosial. Jangan sampai sikap kecanduan terhadap konten video singkat mengganggu kesehatan kalian, terutama kinerja kognitif. See u in the next article, guys!
ADVERTISEMENT