Konten dari Pengguna

Dari TikTok ke Artikel Panjang: Bisakah Kita Melawan Popcorn Brain?

Nayla Salsabila Putri
Mahasiswa psikologi Universitas Syiah Kuala
14 Maret 2025 10:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nayla Salsabila Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Popcorn Brain (Sumber: Pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Popcorn Brain (Sumber: Pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu merasa kesulitan berkonsentrasi setelah lama scrolling di TikTok? Terlalu banyak informasi dan hiburan yang diterima membuat pikiran terus melompat dari satu hal ke hal lain tanpa henti, layaknya biji popcorn yang meletup di dalam panci. Fenomena ini dikenal sebagai popcorn brain, di mana otak terbiasa dengan stimulasi instan dan kesulitan untuk fokus dalam waktu lama.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari artikel South China Morning Post yang berjudul "Popcorn Brain: How Information Overload Can Affect Mental Health", istilah popcorn brain pertama kali diperkenalkan oleh David Levy, seorang peneliti dari University of Washington, pada tahun 2011 untuk menggambarkan kondisi ini atau kondisi di mana otak menjadi terbiasa dengan aliran informasi yang cepat dan terus-menerus, menyebabkan kesulitan dalam mempertahankan fokus.
Dalam era digital saat ini, kita semakin sulit untuk mempertahankan fokus karena terus-menerus terpapar informasi dari berbagai perangkat teknologi. Platform seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts dirancang untuk memberikan konten dalam format video pendek yang cepat dan menarik perhatian dalam hitungan detik.
Algoritma di media sosial ini memprioritaskan konten yang dapat membuat pengguna terus menggulir (scrolling) tanpa henti, yang secara tidak langsung melatih otak untuk terbiasa dengan stimulasi instan. Akibatnya, kita menjadi lebih sulit untuk berkonsentrasi pada tugas-tugas yang membutuhkan pemikiran mendalam, seperti membaca buku, menulis, atau bahkan sekadar menikmati percakapan tanpa gangguan. Ini berhubungan dengan rentang perhatian yang menjadi lebih pendek, dan kemampuan untuk berkomunikasi secara mendalam dalam kehidupan nyata semakin menurun.
ADVERTISEMENT
Menurut pakar neurologi Dr. Sonia Lal Gupta, aliran informasi yang tidak berhenti dari media sosial dan platform digital dapat membuat otak kewalahan, mengakibatkan stres, gangguan perhatian, dan peningkatan kecemasan.
Dilansir dari penelitian dalam jurnal "A Psychological Survey on Popcorn Brain", yang diterbitkan pada International Journal of Innovative Research in Technology (IJIRT), melibatkan 1.364 partisipan, menemukan beberapa dampak signifikan popcorn brain terhadap kehidupan sehari-hari.
• 74,5% responden mengaku tetap scrolling meskipun sedang mengerjakan tugas lain.
• 70,6% merasa gelisah jika tidak sering memeriksa ponsel mereka.
• 61,8% mengalami kesulitan berkonsentrasi pada tugas yang membutuhkan fokus tinggi.
• 80,1% merasa cemas jika tidak segera memeriksa notifikasi.
• 77,4% merasa kecewa atau kesepian jika tidak mendapatkan likes dan komentar di media sosial.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan mengonsumsi konten cepat di tiktok juga dapat menimbulkan dampak negatif mengurangi kesabaran dalam membaca karena cenderung terbiasa dengan informasi yang cepat dan langsung ke inti pembahasan. Akibatnya, menjadi kurang tertarik untuk membaca teks panjang atau buku yang membutuhkan konsentrasi lebih lama. Selain itu, juga dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis karena informasi dalam video pendek sering kali hanya memberikan gambaran singkat tanpa konteks lebih lanjut yang menyebabkan penurunan kemampuan berpikir kritis karena pengguna tidak terbiasa untuk mengevaluasi informasi secara lebih mendalam.
Di era digital yang serba cepat ini, kita harus melawan popcorn brain agar tidak terjebak dalam pola konsumsi informasi instan yang membuat otak sulit untuk fokus dan berpikir mendalam. Platform seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts terus menyajikan konten dalam hitungan detik, melatih otak kita untuk selalu mencari stimulasi baru tanpa memberi ruang bagi pemikiran yang lebih reflektif.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, banyak orang mulai kehilangan kesabaran untuk membaca artikel panjang, mendalami suatu topik, atau sekadar menikmati momen tanpa gangguan. Jika kita terus membiarkan kebiasaan ini berkembang, kemampuan kita untuk berkonsentrasi, memahami informasi secara kritis, dan berpikir jangka panjang akan semakin melemah.
Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan untuk melawan popcorn brain.
Mengurangi Waktu Layar
Tetapkan batas waktu dalam menggunakan media sosial dan hindari menggunakan ponsel sebelum tidur untuk mengurangi ketergantungan pada stimulasi digital.
Mengontrol Notifikasi
Matikan notifikasi yang tidak perlu agar tidak terus-menerus terganggu oleh dorongan untuk membuka ponsel setiap saat.
Menetapkan Batasan Digital
Buat aturan pribadi, seperti tidak menggunakan ponsel saat bekerja, makan bersama keluarga, atau sebelum tidur.
ADVERTISEMENT
Meningkatkan Kualitas Tidur
Hindari penggunaan perangkat elektronik setidaknya satu jam sebelum tidur agar otak dapat beristirahat dari rangsangan digital yang berlebihan.
Melatih Fokus dan Mindfulness
Melakukan teknik meditasi, latihan pernapasan, atau membaca buku dapat membantu otak kembali terbiasa dengan fokus dalam jangka waktu lebih lama.
Melawan popcorn brain bukan hanya soal mengurangi konsumsi konten cepat, tetapi juga tentang menemukan kembali nilai dari membaca, berpikir mendalam, dan menikmati proses belajar yang lebih utuh.
Referensi:
Lal, N. (2024). Popcorn brain: how information overload can affect mental health. South China Morning Post, B8. http://libros.quezoncitypubliclibrary.org:8080/jspui/bitstream/123456789/47221/1/Popcorn%20brain%20how%20information%20overload%20can%20affect%20mental%20health.pdf
Desai, U., Gadara, B., Vinzuda, R., & Doshi, D. R. (2025). A psychological survey on popcorn brain. In International Journal of Innovative Research in Technology, International Journal of Innovative Research in Technology (Vol. 11, Issue 9, pp. 1333–1334) [Journal-article].
ADVERTISEMENT
R, N., Monisha, M., Raj, V., & Rachel. (2025). Popcorn Brain and Social Interaction: The impact of digital dependency and real-world communication. Journal of Emerging Technologies and Innovative Research, 12(2). https://www.jetir.org
Setiawan, A. M., Setyo Palupi, L., & Departemen Psikologi Klinis, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. (2023). Literature Review: Pengaruh Adiksi Aplikasi Berbentuk Video Pendek (TikTok) pada Minat Baca Generasi Z. In ARTIKEL PENELITIAN [Journal-article]. https://repository.unair.ac.id/133604/1/112011133201_Ayu%20Maharani%20Setiawan.pdf