Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Narasi Baru tentang Kemiskinan di Indonesia: dari Statistik hingga Cerita Sosial
19 Mei 2023 7:12 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Naylatur Rizkiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat fajar menyingsing dan langit mulai tersorot keemasan, sebagian besar dari kita memulai hari dengan rasa syukur dan optimisme. Namun, di kejauhan, di pinggiran kota dan pelosok pedesaan, berjuta wajah bangun dengan pertanyaan yang sama: apa yang akan kami makan hari ini?
ADVERTISEMENT
Di negara kita Indonesia, kemiskinan bukanlah sekadar angka statistik, melainkan sebuah realitas yang menghantui sebagian besar dari kita. Statistik terkini Bank Dunia mencatat bahwa 24,79 juta orang Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2022.
Itu artinya hampir 10 persen dari populasi kita hidup dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan. Tetapi, kemiskinan bukan hanya tentang pendapatan. Ini juga tentang akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja yang layak.
Dalam narasi ini, mari kita tengok lebih jauh apa sebenarnya arti kemiskinan di Indonesia . Kemudian, bagaimana kita dapat melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.
Albert Einstein pernah berkata bahwa segala sesuatu yang dapat dihitung tidak selalu penting, dan segala sesuatu yang penting tidak selalu dapat dihitung.
ADVERTISEMENT
Statistik dapat memberi kita gambaran tentang kemiskinan, tetapi mereka tidak menceritakan seluruh kisah. Untuk memahami dampak sebenarnya dari kemiskinan, kita perlu mendengar dari mereka yang hidup di tengah-tengahnya.
Kisah-kisah pribadi tentang kemiskinan di Indonesia meruncingkan pengetahuan kita tentang masalah ini, memberikan wajah dan suara pada statistik yang seringkali abstrak. Ini bukan hanya tentang angka-angka, tetapi juga tentang manusia-manusia. Kemiskinan bukan hanya berkurangnya pendapatan, tetapi juga kehilangan martabat dan peluang.
Mari kita dengarkan kisah Siti, seorang ibu tunggal di Jawa Tengah yang berjuang keras agar dapat memberi makan anak-anaknya setiap hari. Atau cerita Joko, seorang nelayan di Sulawesi yang tidak bisa lagi mencari nafkah karena perubahan iklim.
Cerita-cerita ini membantu kita memahami bahwa kemiskinan bukan hanya soal kekurangan uang, tetapi juga soal kehilangan martabat, akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, dan kesempatan untuk hidup layak.
ADVERTISEMENT
Untuk menangani kemiskinan, kita perlu mendengar cerita-cerita ini dan melihat di balik angka. Kita harus memahami bahwa kemiskinan adalah masalah sistemik yang memerlukan solusi sistemik. Melalui pendekatan holistik ini, kita dapat menciptakan solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dalam kata-kata inspiratif Nelson Mandela:
Ketika kita melihat kemiskinan sebagai masalah sistemik, bukan sebagai kesalahan individu, kita mulai melihat kemungkinan untuk perubahan.
Sebagai bangsa, kita harus meredefinisi apa arti kemiskinan dan bagaimana kita mengukurnya. Pendekatan baru ini harus mencakup faktor-faktor seperti akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan layak, serta hak untuk hidup dengan martabat. Pendekatan ini akan membantu kita menargetkan sumber masalah, bukan hanya gejalanya.
Di saat yang sama, kita harus merayakan dan mendukung solusi yang sudah ada. Ada banyak inovasi dan inisiatif yang dibuat oleh komunitas lokal, NGO, dan pemerintah daerah di Indonesia, yang bekerja keras untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan kesempatan bagi semua orang. Kita harus mendengar cerita-cerita ini juga, dan belajar dari mereka.
ADVERTISEMENT
Untuk mengakhiri, seperti yang dikatakan oleh Paulo Freire bahwa kemiskinan bukanlah takdir melainkan sebuah kondisi—takdir adalah sesuatu yang harus diterima, kondisi adalah sesuatu yang harus diubah.
Ketika kita mulai mengubah cara kita melihat dan berbicara tentang kemiskinan, kita membuka pintu untuk solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Narasi baru tentang kemiskinan di Indonesia menekankan pada pengalaman manusia di balik angka dan statistik. Dengan memahami kemiskinan dari sudut pandang ini, kita dapat merancang intervensi yang lebih berfokus pada manusia. Dan mungkin, suatu hari nanti, kita bisa mencapai Indonesia tanpa kemiskinan.