Status Halal Soju Buatan Indonesia

naylazzatnsa
Mahasiswa Ekonomi Syariah IPB University
Konten dari Pengguna
18 Maret 2022 14:36 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari naylazzatnsa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Platform desain Canva
zoom-in-whitePerbesar
Platform desain Canva
ADVERTISEMENT
Minuman khas Negeri Ginseng ini sudah terkenal hingga ke mancanegara berkat kehadirannya dalam program-program televisi yang ditayangkan negara tersebut khususnya di telinga para pencinta K-Drama, apa lagi kalau bukan soju. Soju merupakan minuman beralkohol hasil fermentasi beras. Saat ini, bahan dasar pembuatan soju mulai bervariasi, mulai dari gandum, barley, ubi, dan tapioka sebagai pengganti beras. Soju memiliki kadar alkohol sekitar 20-40%, hal ini lah yang menjadikan soju termasuk ke dalam kategori minuman yang diharamkan dalam syariat Islam.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini masyarakat sedang dihebohkan dengan munculnya soju halal buatan Indonesia. Soju kekinian ini terbuat dari minuman bersoda yang dicampur dengan sari atau perisa buah. Produsen sangat menyadari peluang bisnis yang begitu besar karena banyak masyarakat Indonesia yang tertarik dengan budaya Korea, terutama makanan dan minumannya. Eksistensi produk minuman yang dikemas selayaknya soju khas Korea dengan variasi rasa yang tidak jauh berbeda dengan aslinya ini, kini sangat mudah dijumpai. Sering kali minuman ini dijajahkan di pinggir jalan, restoran khas Korea, dan di platform belanja online dengan kisaran harga mulai dari Rp30.000,00. Harganya yang terjangkau membuat banyak orang tergiur untuk membelinya.
Namun, nyatanya kehalalan dari produk minuman ini masih dipertanyakan oleh khalayak umum. Dalam Alquran telah dijelaskan bahwa mengonsumsi makanan halal dan thayyib merupakan perintah Allah. Islam juga memerintahkan umatnya untuk menjauhi makanan dan minuman yang mengandung unsur syubhat apalagi haram. Istilah syubhat mungkin masih asing bagi beberapa orang, padahal kondisi ini sering terjadi di sekitar kita. Syubhat merupakan kondisi di mana adanya keraguan dan percampuran. Keraguan dalam hal sebab mengapa sesuatu dihalalkan atau diharamkan, sedangkan percampuran bisa terjadi jika sesuatu yang haram berbaur dengan sesuatu yang halal sehingga sulit untuk dibedakan antar keduanya. Dalam hadis dijelaskan, jika kita berada dalam kondisi seperti ini sebaiknya ditinggalkan karena barang siapa yang menjaga dirinya dari perkara syubhat, maka ia telah menjaga dirinya dari yang haram.
ADVERTISEMENT
Soju halal yang saat ini sedang marak di kalangan masyarakat, ternyata masih belum bersertifikat halal walaupun sudah dinyatakan bebas dari alkohol. Maka, secara tidak langsung produk minuman ini termasuk dalam syubhat. Perkara ini muncul karena belum adanya sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dapat menjamin bahwa soju halal benar-benar aman untuk dikonsumsi oleh konsumen muslim. Sertifikasi halal memberikan kepastian hukum kepada konsumen muslim bahwa produk yang dikonsumsi benar-benar halal sesuai yang disyariatkan oleh hukum Islam.
Sertifikat halal merupakan fatwa tertulis yang ditetapkan oleh MUI untuk produk yang telah dinyatakan halal setelah melalui proses pendaftaran, audit produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan rapat Komisi Fatwa MUI. Setelah melalui proses tersebut, nantinya sertifikat halal akan diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal dari BPJPH, wajib mencantumkan label halal pada kemasan produk yang mudah dilihat, dibaca, serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak.
ADVERTISEMENT
Hasil survei preferensi konsumen terhadap produk/jasa halal tahun 2019 yang dilakukan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki tingkat kesadaran yang tinggi terhadap kehalalan produk makanan dan minuman. Survei ini juga menunjukkan bahwa faktor kehalalan masuk ke dalam kelompok pertama preferensi konsumen dalam memilih produk halal dan memiliki persentase tertinggi, yakni sebesar 96,8%. Hal ini memberikan gambaran bahwa masih ada peluang bagi pengembangan dan tantangan untuk mempertahankan tingkat preferensi tersebut.
Peluang mendapatkan sertifikasi halal atas soju dengan kadar alkohol 0% ini sepertinya akan melalui proses yang cukup panjang, sebab MUI pernah menolak pengajuan sertifikasi halal pada produk minuman semacam ini. Alasannya karena produk tersebut menyerupai produk bir yang telah disepakati keharamannya dalam Islam, baik warna, rasa, aroma, bahkan juga kemasan botolnya. Usaha yang dapat dilakukan produsen untuk mendapatkan sertifikasi halal bisa berupa penggantian nama agar paradigma terhadap produk minuman tersebut tidak mengarah pada produk yang sudah jelas keharamannya dan mengganti kemasan yang digunakan saat ini agar tidak mengandung praktik tasyabbuh (menyerupai hal yang dilarang dalam Islam). Produsen diharapkan dapat terus berupaya dalam mengantongi sertifikat halal untuk produk minuman ini. Selain bisa meningkatkan kepercayaan dan keamanan konsumen, produsen juga bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar karena keraguan konsumen muslim dapat terjawab dengan adanya sertifikasi halal yang dimiliki pihak produsen.
ADVERTISEMENT