Konten dari Pengguna

Memahami Kebebasan Pers dalam Bingkai Negara Demokrasi

Nazhif Ali Murtadho
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
6 Agustus 2024 8:36 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nazhif Ali Murtadho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Ilustrasi Indeks Kebebasan Pers. (Sumber Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Ilustrasi Indeks Kebebasan Pers. (Sumber Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kebebasan pers merupakan bagian integral dari kebebasan berekspresi. Diakui bahwa kebebasan pers adalah sarana yang memastikan hubungan antara kebebasan berekspresi dan demokrasi. Di Indonesia, kebebasan pers diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia yang mencakup kebebasan untuk menyatakan pikiran dan pendapat serta hak untuk memperoleh informasi, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU ini menyatakan bahwa kebebasan pers berfungsi untuk mendukung demokrasi, keadilan, kebenaran, meningkatkan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
ADVERTISEMENT
Selain memenuhi hak untuk tahu dan hak atas informasi, pers juga berfungsi sebagai sarana bagi warga negara untuk mengemukakan pikiran dan pendapatnya. Pers memiliki peran penting dalam negara demokrasi, sebagai salah satu elemen penting untuk negara dan pemerintahan yang demokratis. Profesor Miriam Budiardjo pernah menyatakan bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Pasal 2 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan bahwa pers bertugas mewujudkan kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Esensi dari demokrasi adalah memberikan kesempatan bagi aspirasi dan suara rakyat (individu) untuk memengaruhi keputusan. Dalam demokrasi, partisipasi rakyat diperlukan, yang muncul dari kesadaran politik untuk terlibat dalam sistem pemerintahan. Dalam berbagai aspek kehidupan di negara ini, masyarakat sejatinya memiliki hak untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan negara.
ADVERTISEMENT
Pers dianggap sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pers berfungsi sebagai kontrol terhadap ketiga pilar tersebut, dengan menjalankan prinsip checks and balances. Agar pers dapat menjalankan perannya dengan baik, kebebasan pers dalam menyampaikan informasi publik secara jujur dan berimbang harus dijunjung tinggi. Selain itu, untuk menegakkan pilar keempat ini, pers harus bebas dari pengaruh kapitalisme dan politik. Pers yang independen tidak hanya mendukung kepentingan pemilik modal dan kekuasaan politik, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Terdapat dua sisi yang menggambarkan wajah demokrasi. Pertama, demokrasi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Kedua, demokrasi seperti yang digambarkan oleh media informasi. Di satu sisi ada citra, di sisi lain ada kenyataan. Sangat mungkin terjadi campuran antara keduanya, atau justru keterputusan hubungan. Ironisnya, yang terjadi saat ini adalah keterputusan antara citra dan kenyataan demokrasi itu sendiri. Istilah yang tepat digunakan adalah simulakrum demokrasi, yaitu kondisi yang tampak seperti demokrasi namun sebagai citra telah mengalami penyimpangan, distorsi, dan bahkan terputus dari kenyataan yang sesungguhnya. Distorsi ini biasanya terjadi melalui pencitraan sistematis oleh media massa. Demokrasi tidak lagi menjadi kenyataan yang sebenarnya, melainkan kuasa dari pemilik informasi dan penguasa opini publik.
ADVERTISEMENT
Proses demokratisasi di sebuah negara tidak hanya bergantung pada parlemen, tetapi juga pada media massa, yang merupakan sarana komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, maupun antar rakyat. Keberadaan media massa, baik cetak maupun elektronik, memiliki cakupan yang luas, baik dalam hal isu maupun jangkauan sirkulasi atau siaran. Akses informasi melalui media massa ini sejalan dengan prinsip demokrasi, yaitu adanya transformasi secara menyeluruh dan terbuka yang mutlak bagi negara yang menganut paham demokrasi, sehingga ada penyebaran informasi yang merata. Namun, dalam pelaksanaannya, banyak faktor yang menghambat proses komunikasi ini, terutama keterbatasan media massa dalam menjangkau daerah-daerah terpencil.
Kebebasan pers diperlukan untuk demokrasi, keadilan, dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, dalam Pasal 4 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dinyatakan bahwa kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara; terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran; untuk menjamin kebebasan pers, pers nasional memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi; serta hak tolak sebagai bentuk pertanggungjawaban pemberitaan.
ADVERTISEMENT
Makna kebebasan pers meliputi dua aspek. Pertama adalah struktur (freedom from), yaitu kebebasan pers diartikan sebagai kondisi yang diterima oleh media sebagai hasil dari struktur tertentu. Sebuah negara dianggap bebas jika tidak ada sensor, tidak ada tekanan terhadap jurnalis, dapat beroperasi secara independen di tengah pengaruh lingkungan ekonomi termasuk kepemilikan, tidak ada peraturan hukum yang membatasi kebebasan pers, serta bebas dari tekanan sosial dan politik. Kedua adalah kinerja (freedom to), yaitu kebebasan pers juga diukur dari bagaimana cara pers menggunakan kebebasan tersebut. Misalnya, apakah liputan media sudah jujur dan adil, mengungkapkan fakta yang sebenarnya, membela kepentingan publik, dan sebagainya.
Pers di Indonesia memiliki peran penting dalam mewujudkan cita-cita negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di antaranya adalah memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM, serta menghormati keragaman; mengembangkan opini publik berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan, bisnis, dan kepentingan umum. Dan yang terakhir adalah memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
ADVERTISEMENT
Kebebasan pers sangat erat kaitannya dengan fungsi pers dalam masyarakat demokratis. Pers adalah salah satu kekuatan demokrasi, terutama dalam mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan. Dalam masyarakat demokratis, pers berfungsi menyediakan informasi dan alternatif serta evaluasi yang dibutuhkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan negara. Kedaulatan rakyat tidak bisa berjalan atau berfungsi dengan baik jika pers tidak menyediakan informasi dan alternatif solusi yang dibutuhkan.
Meskipun begitu, pers tidak boleh menyalahgunakan kebebasannya untuk bertindak semaunya. Seperti halnya kebebasan manusia pada umumnya, kebebasan pers juga memiliki batasan karena harus menghormati hak-hak orang lain. Dengan demikian, pers tidak bisa sembarangan dalam memberitakan informasi tertentu dan harus menghargai privasi individu.
Ada tiga kewajiban utama yang harus dipegang oleh pers, yaitu: menjunjung tinggi kebenaran, menghormati privasi individu atau subjek tertentu, dan memastikan bahwa apa yang diberitakan dapat dipertanggungjawabkan. UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menetapkan lima tanggung jawab utama bagi pers. Pertama, pers berperan penting sebagai media informasi di masyarakat modern. Kedua, pers harus memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan kesusilaan masyarakat. Ketiga, pers harus menghormati asas praduga tak bersalah. Keempat, pers dilarang memuat iklan yang merendahkan martabat agama atau melanggar kerukunan antar umat beragama. Terakhir, pers dilarang memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya.
ADVERTISEMENT
Kebebasan pers yang sedang dinikmati saat ini memunculkan beberapa hal yang sebelumnya tidak terduga. Pihak pemerintah Indonesia dan beberapa pejabat misalnya, menyebut bahwa kebebasan pers di Indonesia sudah kebablasan. Sementara itu, dari masyarakat muncul reaksi komunal yang lebih konkret dan bersifat fisik.
Nazhif Ali Murtadho
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi dan Kebijakan Hukum Pidana (CACCP)