Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pemilih muda Pada Pemilu 2024
22 Oktober 2023 9:26 WIB
Tulisan dari nazwa zahrotunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dinamika dan persaingan politik menjelang pemilu serentak selalu diikuti kekhawatiran akan kondisi yang kurang aman. Lantas seperti apa suasana kebatinan masyarakat dan harapan mereka pada pemilu 2024 mendatang?
ADVERTISEMENT
Jelang Pemilu 2024 sudah ada beberapa nama yang digadang-gadang akan menjadi calon presiden tahun 2024. Dan tentunya masyarakat pasti sudah menentukan pasangan pemimpin mana yang akan mereka pilih untuk menjadi pemimpin indonesia pada tahun 2024. Selain masyarakat menginginkan pemilu yang aman dan tertib, mereka juga ingin pada pergantian presiden kali ini akan membawa perubahan yang lebih baik.
Apa perbedaan Pemilu 2019 dengan Pemilu 2024?
Praktik pemilu 2019 berbeda dengan pemillu 2024, yang membedakannya adalah pada pemilu 2019 pemilu serentak untuk memilih Presiden, DPR, DPD, DPDR provinsi dan kabupaten/kota dan tidak ada pilkaa. Pilkada digelar pada tahun berikutnya. Sementara untuk pemilu 2024, Pilkada digelar di tahun yang sama.
Pada Pemilu 2024 pendaftaran serta verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu tidak lagi dilaksanakan oleh KPU kabupaten/kota maupun provinsi. Pendafatran dan verifikasi dilakukan terpusat di KPU RI. Verifikasi administrasi dilakukan oleh KPU kabupaten/kota maupun provinsi kecuali diperintahkan langsung oleh KPU RI. Hal ini berdasarkan peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD.
Pada Pemilu 2024 mendatang akan diikuti oleh lebih sedikit partai pemilu yaitu 18 partai politik yang lolos sebagai peserta dan kemungkinan diwarnai pertarungan tiga bakal capres-cawapres. Berbeda dengan Pemilu sebelumnya yang diikuti oleh 19 partai sebagai peserta.
Dilihat jumlah itu, lebih dari 68 juta adalah kaum milenial yang lahir antara awal 1980-an dan pertengahan 1990-an.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 46 juta sisanya adalah anggota dari apa yang disebut Generasi Z, lahir antara pertengahan 1990-an hingga dekade pertama milenium ini, sebagian dari mereka adalah pemilih pemula.
Pemilu kali ini akan menjadi pertama kalinya warga Indonesia menyaksikan lebih banyak Gen Z — kelompok demografis yang secara luas dianggap apatis secara politik — terlibat dalam pemilu.
Kajian ini memperkirakan generasi muda Indonesia cenderung apatis terhadap perkembangan politik dan tidak se-nasionalis generasi sebelumnya. Pemilih muda juga tidak bisa dengan mudah didorong oleh preferensi keluarga mereka terhadap kandidat tertentu.
Karena jumlah pemilih muda sangat besar, partai politik dan kandidat potensial mulai menerapkan strategi media sosial untuk menarik mereka.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, pemilih muda ini erat hubungannya dengan media sosial, yang menjadi salah satu sarana distribusi informasi mengenai pemilu hingga kampanye.
ADVERTISEMENT
"Namun belum ada mitigasi risiko-risiko di media sosial, seperti disinformasi dan transparansi sehingga dibutuhkan penanganan terkait penangkalan disinformasi," kata Khoirunnisa.
Bagaimana menjadi pemilih bagi pemula?
Sebelum mendatangi tempat pemilihan suara, pastikan bahwa identitas Anda terdaftar sebagai pemilih.
Caranya, siapkan Nomor Induk Kependudukan, lalu masuk ke situs KPU, masukkan nomor NIK dalam kolom dan status Anda akan nampak di dalamnya termasuk lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Jika Anda belum terdaftar, maka bisa menghubungi kantor KPU terdekat untuk pendaftaran.
Pemilih pemula, demikian halnya pemilih lama, diimbau untuk menjadi pemilih yang cerdas oleh KPU dan Bawaslu.
Beberapa hal yang perlu dipahami pemilih —terutama pemilih pemula— menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
ADVERTISEMENT
Apa kekhawatiran masyarakat jelang Pemilu 2024?
Masyarakat cemas akan polarisasi politik terjadi lagi dalam Pemilu 2024. Praktik pencemaran nama baik, fitnah, berita bohong, ujaran kebencian, dan politik identitas rentan mewarnainya.
"Berdasarkan hasil sigi Kompas, 56 persen masyarakat khawatir akan terjadi perpecahan atau polarisasi akibat pemilu," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pada Selasa (08/08), sebagaimana dikutip dari Kompas.
Ini sama seperti pemilu sebelumnya, ketika polarisasi sampai di lingkup keluarga. Salah satunya karena isu identitas yang dimainkan dalam kampanye politik.
"Sampai ada teman saya sendiri diturunkan di jalan oleh pengemudi taksi online karena teman saya berbeda pilihan capres, muslim, dan tidak berhijab!" kata Nursyamsiah, warga yang diwawancarai BBC News Indonesia, 2019 silam.
ADVERTISEMENT
Pada pemilu sebelumnya , tingkat perceraian suami-istri karena dugaan dipicu beda pilihan politik juga tinggi. Perceraian karena beda pandangan politik sangat mungkin terjadi, terlebih lagi capres-cawapres pada pemilu kala itu hanya dua pilihan, kata Anggota Komnas Perempuan, Nina Nurmila.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) khawatir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di sekolah dan kampus tanpa atribut dan dengan izin pihak sekolah berpotensi mengubah sekolah menjadi "ajang kampanye" yang menargetkan para pemilih pemula.
"Pemilih muda yang ada di sekolah SMA atau SMK itu menjadi target mereka. Tentu saja sekolah ini nanti lama-kelamaan akan menjadi ajang. Ajang untuk kegiatan kampanye elektoral itu yang bisa membahayakan," kata Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo kepada BBC News Indonesia.
ADVERTISEMENT
Apa itu golput dan pengaruhnya?
Apa itu golput? Ya, sebuah pilihan dari warga negara yang telah masuk sebagai pemilih untuk tidak memilih atau ikut dalam pemilu. Mereka tidak menggunakan hak suara dalam pemilu.
Dari tahun ke tahun, golput selalu menjadi persoalan. Karena tidak semua keputusan golput berangkat dari gerakan moral atau idealisme yang murni. Pemilu pasca Reformasi, orang menjadi golput juga bukan karena idealisme, tapi kondisi yang memaksa dirinya tak mencoblos.
Angka golput pada Pemilu 2019 termasuk yang terendah dibandingkan pemilu sebelumnya sejak 2004. Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah masyarakat yang golput pada 2019 sebanyak 34,75 juta atau sekitar 18,02 persen dari total pemilih yang terdaftar. Sementara, pada 2014, jumlah golput sebanyak 58,61 juta orang atau 30,22 persen.
Pada Pemilu 2024, pemilih yang terdaftar didominasi oleh pemilih muda. Berdasarkan data KPU, terdapat 56,4 persen pemilih muda dapat pemilu 2024, yang artinya sudah melebihi setengah dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sayangnya, berdasarkan hasil survei Centre for Strategic and International (CSIS), sebanyak 11,8 persen responden memilih untuk golput.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang memilih golput atau menjadi tidak bisa mencobolos,yaitu;
ADVERTISEMENT
Tingginya golput pada pemilu bisa memberikan berbagai dampak negatif seperti:
Untuk bisa menjadi negara yang lebih baik, diperlukan dukungan dari masyarakat itu sendiri. Yuk, pahami lebih dalam apa itu golput dan pelajari lebih lanjut agar menjadi pemilih yang cerdas di pemilu 2024 ini.