Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Perspektif Hukum Pada Pernikahan Siri
19 November 2024 17:48 WIB
·
waktu baca 1 menitTulisan dari Nazwan Abdullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat diimpikan dan dinantikan oleh setiap individu. Karena pernikahan merupakan salah satu momentum yang sangat berharga dalam hidup seseorang, pernikahan adalah bersatunya dua insan yang saling terikat lahir dan batin untuk membentuk suatu keluarga yang kekal dan sejahtera. Namun, di era saat ini, kita banyak menyaksikan berbagai jenis pernikahan yang dilakukan seseorang, salah satunya adalah nikah sirri. Padahal, pernikahan adalah sebuah pengertian yang tidak dapat dibagi jenis-jenisnya lagi. Lantas, bagaimana perspektif hukum menanggapi kasus-kasus ini?
ADVERTISEMENT
Dalam hukum Islam, seseorang harus memenuhi syarat dan rukun pernikahan. Jika seseorang telah memenuhi syarat dan rukun tersebut, maka pernikahannya akan sah. Namun, dalam hukum negara, selain syarat dan rukun tersebut, seseorang yang ingin melaksanakan pernikahan harus mencatat atau mendata pernikahannya tersebut pada Kantor Urusan Agama (KUA) setempat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1 tentang Perkawinan.
Di sinilah muncul istilah nikah sirri dalam pernikahan, di mana seseorang hanya memenuhi syarat dan rukun dalam agama tetapi tidak melaksanakan syarat sahnya pernikahan menurut negara. Tentunya, pernikahan ini tidak dibenarkan dalam hukum agama maupun hukum negara, karena seseorang yang menikah siri tidak akan memiliki status hukum (legalitas) di hadapan negara.
ADVERTISEMENT