Menuai Inspirasi di Batas Negeri

Nefertiti Hindratmo
A diplomat, learning the curves through Sesdilu 61
Konten dari Pengguna
18 Agustus 2018 11:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nefertiti Hindratmo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Keberangkatan dinas kali ini terasa agak berat. Kondisi fisik yang kurang prima semakin membuat langkah terasa lelah. Namun tugas sudah memanggil, dan berangkatlah saya ke bandara. Jarum jam baru menunjukkan pukul tiga pagi, tapi tak dinyana bandara Soekarno Hatta tak terasa sepi.
ADVERTISEMENT
Berjumpa dengan rekan-rekan membuat semangat saya mulai terangkat, Tugas kali ini membawa para peserta Diklat Kemenlu ke Atambua, sebuah kota kecil di provinsi NTT, tak jauh dari perbatasan dengan Timor Leste. Perjalanan dimulai dengan penerbangan selama 2,5 jam menuju Kupang dilanjutkan penerbangan dengan pesawat baling-baling selama 40 menit. Awan yang menggantung membawa sedikit goncangan ketika mendarat, namun angin segar menyambut ketika turun dari pesawat. Rasa kantuk seketika hilang dan kami beranjak ke penginapan.
Hari pertama diisi dengan mengajar di beberapa SD, SMP dan SMA. Temanya berbagi inspirasi. Saya sempat berpikir, inspirasi macam apa yang diharapkan dari saya. Ketika kami tiba di SMPN 1 Atambua, kami disambut meriah. Sambutan meriah ini justru membuat saya sedikit tertekan. Seakan ada harapan-harapan yang dititipkan dan harus segera direspon. Baru saya sadari, berbicara di hadapan anak-anak usia 13-14 tahun, justru lebih menegangkan dibanding berdebat dengan mitra dari negara sahabat.
Salam literasi bersama adik-adik SMPN 1 Atambua. Foto: Arief Iksanudin/ UPT Sesdilu Kemlu
ADVERTISEMENT
Setelah apel pagi, akhirnya giliran saya pun tiba. Bersama seorang rekan sesama diplomat kami menuju ruang kelas. Disambut kalungan tenun, kami masuk. Sekitar 30 anak tersenyum malu-malu. Saya mencoba membalas senyum mereka dan merasa lebih santai.
Kami mulai dengan menerangkan tugas diplomat. Setelah brainstorming di Jakarta, kami coba mengenalkan beberapa tugas diplomat dengan games. Gamesnya? Simulasi jual beli tanah. Dua anak, bersedia maju dan dalam hati saya mengucap syukur. Anak-anak ini ternyata pemberani dan penuh keingintahuan.
Si penjual mewakili orang tuanya mencari pembeli tanah. Dengan cekatan ia ceritakan keunggulan tanah miliknya. “Banyak pohon, banyak jati, banyak buahnya”. Yang dijawab dengan tangkas oleh si pembeli “Mana ada jati yang berbuah”. Gelak tawa pun terdengar. “Kau beri bonuslah”, ujar si pembeli. “Buah itu bonusnya, kau tak dengar, banyak pohon itu ada juga pohon jambu”, pungkas si penjual. Rekan-rekannya riuh menyemangati. Harga akhirnya disepakati.
ADVERTISEMENT
Kami jelaskan bahwa proses simulasi ini sedikit mirip seperti tugas diplomat. Masing-masing mewakili orang lain, sedikit seperti diplomat yang mewakili negaranya dalam banyak kesempatan. Si penjual mempromosikan tanahnya, diplomat mempromosikan keistimewaan negara dan bangsanya. Diskusi dan negosiasi juga dilakukan oleh seorang diplomat, bedaya lawan negosiasinya adalah diplomat negara lain. Kalau jual beli sukses, si penjual akan laporkan kepada pemilik tanah. Diplomat harus melaporkan semua pelaksanaan tugasnya kepada pemerintahnya. Tak lupa kami tambahkan, ada satu tugas yang sangat penting namun tak tampak dalam simulasi tadi, yakni kewajiban melindungi sesama warga negaranya. Saya menghela napas lega ketika sebagian besar kelas mengangguk paham dengan simulasi itu. Satu poin terlewati.
Pelajaran mulai mengalir. Setelah mengintip Kurikulum SMP, kami putuskan untuk bercerita mengenai ASEAN. Ketika saya bertanya “kerja sama ASEAN apa yang penting?”. Dengan bangganya seorang siswa berkata “kerja sama ekonomi”. Sahabat mengajar saya, Saud Siringoringo tangkas menjelaskan kerja sama ekonomi ASEAN seperti jualan antar kampung. Daripada hanya dijual di kampung sendiri, perlu juga dijual ke kampung sebelah supaya makin banyak pendapatan yang masuk.
ADVERTISEMENT
Semakin lama, diskusi bergulir, semakin besar respon dan ketertarikan anak-anak mendengar penjelasan kami. Semakin seru ketika membahas diplomasi budaya. Tanpa diduga, banyak yang menggemari KPop. Dengan mudah kami jelaskan bahwa KPop itu adalah salah satu contoh bukti kesuksesan diplomasi budaya Korea.
Senyum malu-malu ketika kami memasuki ruang kelas tadi buyar ketika pertanyaan-pertanyaan meluncur. Seorang anak menanyakan alasan jadi diplomat, yang lain ingin tahu hal yang paling berkesan ketika penempatan. Pertanyaan-pertanyaan ini kami coba jawab sebaik-baiknya. Mata mereka berbinar ketika kami bercerita tentang keindahan alam di Jepang dan permandian air panas di gunung bersalju. Mereka ikut tegang waktu kami tuturkan tentang serangan teroris pada 13 November 2015 di Paris.
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya, disini kami diharapkan menjadi inspirasi. Mendorong anak-anak untuk tidak pernah berhenti bermimpi, untuk berlari mengejar asa. Tapi kenyataannya, justru merekalah yang menjadi inspirasi saya. Dalam hati saya berdoa, bahwa setiap langkah saya dapat memiliki arti walaupun kecil. Bahwa seharusnya semangat saya tak pernah padam.
Bersama anak-anak siswa kelas 9B SMPN 1 Atambua. Foto Koleksi Pribadi