Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kelas Menengah Indonesia di Tengah Tekanan Ekonomi
10 Mei 2025 11:29 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Neisya Al Mandita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa manajemen, saya melihat bahwa kondisi kelas menengah Indonesia saat ini menjadi cerminan nyata dari tantangan ekonomi yang tidak hanya bersifat angka, tapi juga struktural dan psikologis. Meski inflasi nasional tercatat rendah, yaitu 1,57% pada tahun 2024 (BPS, 2024), realitasnya daya beli masyarakat kelas menengah justru melemah. Ini menandakan bahwa stabilitas harga saja tidak cukup jika beban hidup tetap tinggi dan tidak diimbangi perlindungan kebijakan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan fiskal yang diberlakukan, seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 2025 dan kewajiban iuran seperti Tapera, menambah tekanan ekonomi bagi kelompok kelas menengah (Kumparan, 2025). Kelompok ini berada di posisi yang unik — tidak cukup miskin untuk menerima subsidi, namun juga tidak cukup kuat untuk menanggung tambahan beban fiskal. Dalam konteks manajemen konsumsi rumah tangga, ini berpotensi menurunkan efektivitas alokasi pengeluaran mereka.
Data BPS menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,9% pada triwulan II dan III 2024, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional. Ini adalah sinyal penting bahwa daya beli masyarakat tengah menurun, dan peran kelas menengah sebagai penggerak utama konsumsi domestik mulai melemah (BPS, 2024).
ADVERTISEMENT
Lebih dari itu, jumlah kelas menengah juga mengalami penurunan dari 57,33 juta jiwa pada 2023 menjadi 47,85 juta jiwa pada 2024 (BPS, 2024). Ini menunjukkan adanya pergeseran status ekonomi yang mengarah pada risiko ketimpangan yang lebih tinggi. Dalam teori manajemen pembangunan ekonomi, hal ini bisa berdampak buruk pada stabilitas sosial, produktivitas nasional, dan pertumbuhan jangka panjang.
Saya percaya, pemerintah perlu menyusun ulang kebijakan fiskal agar lebih memperhatikan keseimbangan antara pemasukan negara dan ketahanan konsumsi masyarakat kelas menengah. Misalnya, dengan memberikan insentif pajak pada sektor pendidikan, kesehatan, dan UMKM, serta mengoptimalkan efisiensi belanja negara. Kebijakan yang berpihak pada kelompok produktif ini akan menjaga daya tahan mereka sebagai motor ekonomi.
Sebagai generasi muda yang belajar manajemen, saya menilai bahwa keberlanjutan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada bagaimana kita merawat dan memperkuat kelompok kelas menengah. Tanpa itu, pondasi konsumsi domestik akan rapuh, dan pertumbuhan ekonomi akan kehilangan daya dorongnya.
ADVERTISEMENT