Konten dari Pengguna

Mencetak Generasi Mumpuni ala Finlandia

24 Februari 2019 19:49 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nelvy M. Syah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sekolah di Finlandia. Foto: weforum.org
zoom-in-whitePerbesar
Sekolah di Finlandia. Foto: weforum.org
ADVERTISEMENT
"Dek, enggak ngerjain PR?" tanyaku pada Kian, anakku yang duduk di kelas 5 SD.
ADVERTISEMENT
Dia pun berhenti main game dan menaruh gadget-nya. Dengan malas, dia ambil tas dan mulai mengeluarkan alat tulisnya. "Aku kan baru pulang bimbel, ma, masih capek!"
Gambaran ini adalah fakta di banyak keluarga dengan anak usia sekolah di kota-kota besar di Indonesia. Pekerjaan rumah menumpuk, waktu anak habis untuk kegiatan akademik.
Bicara mengenai pendidikan di Finlandia tidak ada habisnya, dan sudah banyak referensi yang membahas tentang hal ini. Apakah mereka mengerjakan banyak PR dengan banyak kegiatan bimbingan belajar untuk mengejar ketertinggalan di sekolah? Nyatanya tidak. Penulis yang kebetulan pernah bertugas selama 3 tahun di sana merasakan langsung manfaat pendidikan dasar bagi anak.
Bermain lebih penting dari belajar
Ketika mulai bersekolah di sekolah pendidikan dasar di Finlandia, anak penulis yang berusia 6 tahun dan 10 tahun tidak perlu mengalami cultural shock, sebagaimana yang dialami anak-anak teman-temanku di tempat lainnya.Mereka mamerkan pengalaman pertama di sekolah, sekaligus kebingungannya tentang jam istirahat yang panjang.
ADVERTISEMENT
“Kian diajarin nyanyi lagu Finlandia, ma,” celoteh Kian sepulang sekolah hari pertama.
“Teman-temannya baik-baik, ma. Tapi kok jam istirahatnya banyak ya, ma,” sambung Rayhan tidak mau kalah.
Demikian santainya suasana sekolah di Finlandia, membuat penulis teringat kondisi anak-anakku ketika di Indonesia, yang harus berangkat sekolah pukul 6.30 dan tiba di rumah antara pukul 14.00-14.30. Ditambah lagi harus mengerjakan pekerjaan rumah yang bertumpuk.
Di Finlandia, sekolah biasanya dimulai pada pukul 9.00 dan berakhir pada pukul 2.00-2.45 siang. Namun, dari 60 menit waktu belajar mengajar, ada 15 menit terselip untuk para pelajar beristirahat.
"Pendidikan dasar di Finlandia berbeda dengan negara lain. Kami sangat menghargai anak-anak bermain bebas dan melakukan hal-hal lain dari pada hanya duduk di kelas. Ini pada awal-awal tingkat sekolah," kata Profesor Erno Lehtinen, guru besar pendidikan dari Universitas Turku Finlandia.
ADVERTISEMENT
Guru dan Siswa memanfaatkan waktu istirahat 15 menit (Foto: Dokumen Pribadi)
"Secara umum kalau sudah sekolah, waktunya tak terlalu lama. Kami harus memperhatikan kualitas pengajaran, bukan panjangnya jam belajar. Ada keseimbangan yang bagus adanya PR dan kegiatan anak muda dan pendidikan menengah atas, untuk menghasilkan tekanan dan stres yang lebih sedikit dan lebih kuat motivasi dan pengembangan belajarnya," imbuhnya.
Pemerintah Indonesia pernah menerapkan kebijakan usia masuk sekolah dasar 7 tahun, tetapi sepertinya kebijakan ini tidak berjalan mulus. Banyak orang tua, terutama yang bekerja, menginginkan agar anaknya dapat memperoleh pendidikan sedini mungkin, tanpa memahami kondisi mental si anak.
Sebagai contoh, penulis sendiri memulai pendidikan dasar pada usia 6 tahun. Alasan yang diberikan orang tua ketika itu adalah karena pihak sekolah mengizinkan menerima siswa yang berusia 6 tahun. Lain halnya dengan sepupu penulis, yang memulai pendidikan dasar pada usia 5 tahun atas keinginannya sendiri dan orang tuanya meluluskan permintaan tersebut.
ADVERTISEMENT
IQ Bukan Segalanya
Albert Einstein pernah berkata, “Jika kau menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon, maka selamanya ikan akan merasa dirinya bodoh.”
Di Finlandia, pembelajaran tidak melulu belajar berdasarkan konten kurikulum yang spesifik, tapi lebih ke arah pengembangan kepribadian siswa, dan bukan skill semata. Pengembangan kepribadian sepenuhnya ditujukan agar para siswa belajar mengetahui dunia, belajar mengenal perbedaan mata pelajaran, juga kehidupan sosial, kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Hal ini yang dianggap sangat penting oleh Finlandia untuk anak-anak muda.
Suasana belajar di kelas (Foto: Dokumen Pribadi)
Finlandia juga menekankan hal penting dalam pendidikan dasar 9 tahun adalah adanya nilai utama, yaitu kesetaraan dan membawa semua siswa ke dalam level yang sama. Finlandia berupaya mempertahankan nilai ini untuk menjamin agar semua siswa dari semua latar belakang keluarga dan kesulitan belajar juga punya kesempatan yang sama untuk belajar.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan Indonesia sendiri?
Kita ketahui sistem pendidikan di Indonesia masih mengutamakan IQ untuk menilai kemampuan siswa. Penilaian dan ranking telah diberlakukan sejak pendidikan dasar. Kesenjangan antara si pintar dan si bodoh pun sangat kentara. Bahkan, di Indonesia ada sekolah yang mempunyai kelas yang isinya khusus siswa-siswa dengan ranking terbaik.
Staf Ahli Kemendikbud, Kacung Marijan, mengakui terdapat permasalahan dalam sistem pendidikan di Indonesia. “Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai," ujarnya.
Kesenjangan antara siswa terpintar dengan siswa kurang pintar di Finlandia adalah yang terkecil di dunia. Artinya, murid yang kurang pintar masih dianggap pintar di Finlandia. Sementara di Indonesia, kesenjangan ini sangat kentara.
ADVERTISEMENT
Semoga sistem pendidikan di Indonesia semakin membaik, baik pembenahan kurikulum, peningkatan kapasitas guru, maupun infrastruktur lain yang diperlukan. Sekolah diharapkan menjadi tempat mencetak generasi muda yang mumpuni dan berakhlak mulia.