Konten dari Pengguna

Pemimpin dan Pemimpi

Alit Teja Kepakisan
Penulis Lepas & Mahasiswa Universitas Terbuka
31 Desember 2024 10:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alit Teja Kepakisan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Anna Tarazevich: https://www.pexels.com/photo/leadership-lettering-text-on-black-background-5598284/
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Anna Tarazevich: https://www.pexels.com/photo/leadership-lettering-text-on-black-background-5598284/
ADVERTISEMENT
Dua nilai yang menjadi teladan saya adalah transformatif dan adaptif. Ketika Anda menjadi pemimpin maka tidak boleh menjadi dealership! Harus memiliki leadership yang kuat untuk memastikan bahwa yang Anda pimpin itu adalah menjadi lebih baik. Pemimpin yang menjadikan sesuatu yang dipimpinnya menjadi lebih buruk, lebih baik berhenti jadi pemimpin. Ini berlaku di semua lini, baik itu memimpin keluarga, organisasi, perusahaan, lembaga bahkan negara sekalipun. Ada beberapa hal yang ingin saya katakan bahwa pemimpin itu sejatinya tidak boleh menjadi pemimpi.
ADVERTISEMENT
Fokus pada Solusi
Ketika menjadi pemimpin, kuping dan hati tidak boleh tertutup melainkan harus terbuka dan kebal terhadap segala sesuatu. Ketika masalah datang, sebagai pemimpin tidaklah boleh bertanya solusi melainkan membuat solusi. Kepemimpinan itu sangat bergantung pada ketepatan dan kecepatan berpikir. Pada intinya ini berlaku di semua lini. Sebagai Kepala Keluarga, misalnya, sudah tidak boleh lagi bercurhat ria soal masalah melainkan fokus menyelesaikan masalah. Nilai, moral dan etika yang ideal diuji disini. Kenapa berpikir yang orientasinya pada solusi itu menjadi wajib dan sangat wajib? Karena masalah itu akan selalu ada dalam setiap kehidupan. Baik yang karena ulah kita sendiri melainkan ulah dari luar, karena itu, pemimpin yang baik adalah tidak berkutat pada curhat ria soal masalah saja tetapi mampu merumuskan solusi.
ADVERTISEMENT
Kewarasan
Ketika kita sudah mendapatkan panduan bahwa berpikir harus berorientasi pada solusi, maka syaratnya adalah kewarasan. Waras dalam hal ini tidak harus berpikir seperti fisikawan, teknokrat maupun ilmuwan melainkan waras dalam akal sehat dan jernih berpikir. Kewarasan itu erat kaitannya dengan berpikir secara objektif, terukur dan sesuai dengan pikiran yang logis. Bayangkan jika seorang pemimpin hanya memiliki kemarahan saja tanpa kewarasan, lantas ketika ditanya solusi jawabannya apakah marah – marah? Inilah syarat dalam pemimpin. Ketika tidak mampu waras dan tidak mampu logis serta berorientasi pada solusi, jadilah pemimpin tapi (N) nya dihilangkan jadinya pemimpi. Waras ini penting dan sangat penting. Sebab, yang akan Anda pimpin itu adalah manusia yang memiliki kehidupan, bukan sebuah robot maupun hewan. Waras dalam memimpin, maka yang dipimpin akan waras pula.
ADVERTISEMENT
Siap untuk Bekerja dan Tidak Populer
Ini kembali kepada poin leadership dan dealership di awal bahwa pemimpin itu adalah soal leadership bukan dealership. Leadership itu mengambil dua pekerjaan penting dan akan ditanggungnya yakni penasihat dan pekerja langsung. Pemimpin yang tidak turun untuk bekerja, maka ia hanya penasihat, tetapi bekerja saja ikut turun tanpa memberikan arahan dan kebijaksanaan maka ia juga sama saja dengan pekerja alias dealer. Maka pemimpin menanggung dua beban itu. Pemimpin yang berhasil adalah ketika ia masuk dengan kondisi yang kurang baik, maka ketika ia memimpin menjadi lebih baik adalah indikator kepemimpinan. Kalau pemimpin hanya dinilai dari bertambahnya kekayaan tahunan, maka ia dealer saja , bukan pemimpin. Pemimpin tidak perlu populer, yang populer itu hanya bawahannya saja sebaiknya.
ADVERTISEMENT
Transformatif
Tidak jauh berbeda dari poin sebelumnya, bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang datang itu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Namun, ini mudah diucapkan tidak mudah dipraktikkan. Yang jelas, menjadi lebih baik 0,5 cm lebih baik daripada mundur 5 cm. Perubahan itu dimulai secara pelan – pelan dan penuh kesabaran, karena itu perlu pemimpin yang adaptif. Pemimpin, ini sekali lagi baik di sektor apapun, adalah tidak boleh masuk dengan pesimisme. Pemimpin yang masuk dengan pesimisme maka pemimpin itu akan melahirkan hasil yang pesimis. Kembali lagi ke poin sebelumnya, kalau hanya orientasi pada pesimisme dan masalah saja tanpa konklusi yang jelas melainkan hanya berputar seperti Segitiga Bermuda maka lebih baik jadi kritikus dan mimpi jadi pemipin hanya akan menjadi pemimpi.
ADVERTISEMENT
Optimisme dan Belajar adalah Kunci
Masih dalam poin yang sama yakni transformatif, bahwa memang pemimpin yang masuk dengan pesimisme akan melahirkan pesimisme baru yang bahkan lebih buruk hasilnya. Optimisme ditambah dengan semangat untuk stay hungry dan stay foolish dalam kepemimpinan itu sangat berpengaruh besar. Pemimpin yang mau melihat secara detail dan jernih serta mau untuk belajar adalah kuncinya. Namun, kunci ini akan ditemukan apabila memiliki sebuah kewarasan dan sikap yang tenang. Lagi – lagi, kembali kepada kewarasan sebagai syarat mutlak dalam memimpin. Pemimpin itu tidak harus memiliki latar belakang pendidikan yang mentereng, cukup diuji apakah ia memiliki akal sehat dan mampu berpikir solutif. Karena optimisme lahir dari sebuah kewarasan dan pesimisme lahir dari sesuatu yang tidak waras. Kalau tidak bisa membenahi dengan optimisme dan semangat belajar, untuk apa jadi pemimpin?
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Pemimpin yang efektif adalah sosok yang transformatif, adaptif, dan selalu berorientasi pada solusi. Kepemimpinan tidak hanya soal memberikan arahan, tetapi juga turun tangan untuk bekerja sekaligus menjadi penasihat yang bijaksana. Kunci utama dari kepemimpinan yang baik adalah kewarasan, optimisme, dan semangat belajar yang tak pernah padam.
Pemimpin yang baik tidak harus memiliki latar belakang pendidikan yang mentereng, tetapi harus mampu berpikir logis, objektif, dan solutif. Dengan berpikir jernih dan fokus pada perubahan positif, seorang pemimpin dapat mengarahkan apa yang dipimpinnya menjadi lebih baik. Pemimpin sejati tidak mengejar popularitas, tetapi menjadikan hasil dan kesejahteraan orang-orang yang dipimpinnya sebagai prioritas utama.
Akhirnya, kepemimpinan yang baik selalu mengacu pada tindakan nyata, bukan sekadar wacana. Jika hanya bermimpi tanpa aksi, seorang pemimpin sejatinya bukanlah pemimpin, melainkan pemimpi. Mari menjadi pemimpin yang membawa perubahan positif, dengan nilai-nilai yang kuat sebagai fondasi.
ADVERTISEMENT