Fast Food Dan Suplementasi Untuk Peningkatan Massa Otot? Apa Kata Penelitian

Nessa Zaira
Mahasiswi aktif Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Ekonomi Pembangunan
Konten dari Pengguna
19 Desember 2023 17:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nessa Zaira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
gym, konsumsi fast food, juga suplemen peningkat massa otot. foto : Ai Generator
zoom-in-whitePerbesar
gym, konsumsi fast food, juga suplemen peningkat massa otot. foto : Ai Generator
ADVERTISEMENT
semakin banyak orang yang ingin memiliki tubuh dengan massa otot yang besar, terutama kaum pria. Hal ini didorong oleh keinginan untuk terlihat maskulin, kuat, dan menarik secara fisik. Untuk mencapai tujuan peningkatan massa otot, banyak orang yang mengonsumsi Fast Food dan suplemen protein secara berlebihan.
ADVERTISEMENT
Konsumsi fast food yang mengandung protein tinggi, seperti burger, ayam goreng, dan steak dipercaya dapat membantu pertumbuhan otot. Demikian pula dengan suplemen protein, seperti whey protein, yang mudah ditemukan di toko olahraga. Produk-produk ini memang mengandung protein yang diperlukan tubuh untuk membangun massa otot.
Namun, perlu dicermati apakah asupan fast food dan suplemen protein yang berlebihan ini benar-benar aman dan efektif. Beberapa penelitian menunjukkan adanya efek samping kesehatan akibat pola makan yang tidak seimbang. Selain itu, kombinasi latihan fisik yang tepat juga diperlukan agar pertumbuhan otot dapat maksimal.

Mengenali Fast Food

fast food, ketang dan burger. foto : Pixabay
Fast food atau makanan cepat saji adalah jenis makanan yang dipersiapkan dan dihidangkan dengan cepat. Fast food biasanya tinggi kalori, lemak, natrium dan gula tambahan sementara rendah vitamin, mineral dan serat (NHS, 2018). Contoh fast food antara lain pizza, burger, ayam goreng, donat dan lain-lain. Suplemen peningkatan massa otot paling populer adalah protein whey, kasein dan albumin telur yang mengandung semua asam amino esensial (Wu, 2016). Protein ini membantu pertumbuhan dan perbaikan otot setelah latihan fisik.
ADVERTISEMENT
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fast food yang tinggi lemak dan garam dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (Rahman, et al., 2018). Sementara suplemen protein berlebihan juga dapat menyebabkan keracunan ginjal pada jangka panjang (Jahaten, et al., 2019). Oleh karena itu, peningkatan asupan protein harus dilakukan dengan porsi sedang dari makanan sehat seimbang.

Bagaimana Mekanisme Protein Meningkatkan Massa Otot

protein shake yang dapat membantu pemulihan dan penambahan massa otot. foto : Piaxabay
Mekanisme peningkatan massa otot membutuhkan asupan protein yang cukup serta stimulasi otot melalui latihan beban secara teratur. Protein yang dikonsumsi digunakan tubuh untuk membangun serat otot baru yang lebih besar dan kuat, sedangkan latihan beban yang dilakukan secara teratur bertujuan untuk merusak serat otot yang ada.
Kerusakan pada serat otot akibat latihan beban ini kemudian diperbaiki oleh tubuh dengan bantuan protein yang dikonsumsi, sehingga serat otot baru yang terbentuk menjadi lebih besar dan kuat dibandingkan sebelumnya (Schoenfeld, et al. 2018). Dengan demikian, kombinasi asupan protein yang cukup dan latihan beban yang teratur sangat diperlukan untuk mendapatkan peningkatan massa otot yang optimal.
ADVERTISEMENT

Apakah Fast Food Efektif atau Sebenarnya dapat meningkatkan Massa Otot

fast food dan latihan, konsumsi fast food yang mengandung protein dapat meningkatkan massa otot? . foto : Ai Generator
Beberapa penelitian menunjukkan fast food tidak efektif bahkan berbahaya untuk program peningkatan massa otot. Penelitian pada 3000 lebih subjek dewasa Amerika menemukan konsumsi fast food lebih dari dua kali seminggu berkaitan dengan peningkatan lemak perut dan penurunan massa otot (Pereira, et al. 2005). Selain itudiet tinggi fast food juga dikaitkan dengan resistensi insulin yang dapat menghambat sintesis protein otot (Valente, et al. 2021).
Di sisi lain, suplementasi protein whey dan kreatin pada pria yang rutin berlatih terbukti signifikan meningkatkan massa otot dibanding plasebo (Volek, et al. 2013). Meskipun demikian, suplementasi protein yang berlebihan juga berisiko bagi kesehatan. Sebuah penelitian di Norwegia yang melibatkan atlet binaraga melaporkan bahwa 71% dari mereka mengonsumsi protein melebihi batas aman yang direkomendasikan, yaitu 2 gram per kilogram berat badan per hari (Spendlove, et al. 2015).
ADVERTISEMENT
Konsumsi protein berlebih dalam jangka panjang dapat memberikan tekanan pada ginjal karena harus bekerja extra untuk menyaring dan mengeluarkan produk limbah nitrogen dari tubuh. Oleh karena itu, meskipun suplementasi protein terbukti efektif meningkatkan massa otot, tetap disarankan untuk tidak berlebihan dan mengonsumsi protein sesuai kebutuhan tubuh serta aktivitas fisik yang dilakukan.
Sebuah studi kohort 25 tahun pada 120.877 subjek dewasa Amerika menemukan mereka yang mengonsumsi > 1 porsi unggas berkulit, daging merah atau proses per hari berisiko lebih tinggi kena diabetes, serangan jantung dan kanker dibanding diet sayur, biji-bijian dan ikan (Etemadi, et al. 2019). Oleh karena itu disarankan untuk membatasi konsumsi fast food kurang dari 500 kalori per minggu dan lebih banyak mengonsumsi protein sehat dari ikan, kacang-kacangan, produk susu dan telur (Wycherley, et al. 2019).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan sejumlah penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa konsumsi fast food tidak efektif dan bahkan berpotensi memberikan efek yang berbahaya bagi program peningkatan massa otot. Fast food umumnya mengandung kalori, lemak, natrium dan gula yang tinggi, sementara kandungan vitamin, mineral dan seratnya rendah. Pola makan yang tinggi fast food dikaitkan dengan peningkatan lemak perut dan penurunan massa otot.
Sebaliknya, suplementasi protein seperti whey, kasein dan protein telur terbukti dapat meningkatkan massa otot, apabila dikonsumsi dalam porsi yang cukup sesuai kebutuhan tubuh. Suplementasi protein membantu dalam pertumbuhan dan perbaikan otot pasca latihan. Namun tetap disarankan untuk membatasi konsumsi fast food kurang dari 500 kalori per minggu. Sebagai gantinya, sebaiknya mengonsumsi lebih banyak protein sehat dari sumber makanan seperti ikan, kacang-kacangan, produk susu dan telur.
ADVERTISEMENT
Konsumsi protein sehat dari makanan ini, dipadukan dengan suplementasi protein dan latihan rutin, dapat secara optimal mendukung program peningkatan massa otot. Tetap perlu diperhatikan agar total konsumsi protein tidak berlebihan dari batas angka aman yang direkomendasikan.

DAFTAR BACAAN

Rahman, I., et al. (2018). Relationship between fast food consumption and cardiovascular diseases among US adults. Nutrition journal, 17(1), 78.
Jahaten, et al. (2019). Long-term excessive protein consumption induces kidney toxicity through oxidative stress in rats. Nutrition, 71, 110629.
NHS (2018). Fast food. Diperoleh dari https://www.nhs.uk/live-well/eat-well/what-are-fast-foods/
Wu, G. (2016). Dietary protein intake and human health. Food & function, 7(3), 1251-1265.
Schoenfeld, B. J., et al. (2018). How much protein can the body use in a single meal for muscle-building? Implications for daily protein distribution. Journal of the International Society of Sports Nutrition, 15(1), 1-6.
ADVERTISEMENT
Pereira, M. A., et al. (2005). Fast-food habits, weight gain, and insulin resistance (the CARDIA study): 15-year prospective analysis. The lancet, 365(9453), 36-42.
Valente, F. X., et al. (2021). Fast food consumption, insulin resistance and Alzheimer's disease. Clin Nutr.
Volek, J. S., et al. (2013). Effects of whey and fortified collagen hydrolysate protein supplements on nitrogen balance and body composition in older women. Journal of the American College of Nutrition, 32(4), 222-228.
Spendlove, J., et al. (2015). Dietary intake of competitive bodybuilders. Sports Medicine, 45(7), 1041-1063.
Etemadi, A., et al. (2019). Mortality from different causes associated with meat, heme iron, nitrates, and nitrites in the NIH-AARP Diet and Health Study: population based cohort study. bmj, 364.
ADVERTISEMENT
Wycherley, T. P., et al. (2019). A high protein diet induces weight loss but impairs cardiometabolic health in middle‐aged obese adults–a randomised controlled trial. Diabetes, Obesity and Metabolism, 21(12), 2806-2815.