Gugatan Tidak Diterima, Baihaqi CPNS Difabel Sulit Memperoleh Keadilan

NET Attorney
NET Attorney memberikan layanan hukum berkualitas, solusi praktis dan kreatif di semua bidang hukum kepada klien. Cek IG: netattorney dan www.analisahukum.com
Konten dari Pengguna
8 Maret 2021 16:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NET Attorney tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Difabel Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Difabel Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Gugatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) difabel netra Muhammad Baihaqi dinyatakan gugatan tidak dapat diterima oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.
ADVERTISEMENT
Dalam putusan perkara Nomor 85/G/2020/ PTUN.SMG, Hakim PTUN Semarang berkesimpulan gugatan penggugat yang teregister tangal 12 Oktober 2020 telah lewat waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung dari tanggal 23 juni 2020 sebagaimana yang diatur dalam Pasal 78 ayat (4) UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP) jo Pasal 5 ayat (1) Perma Nomor 6 Tahun 2018 tentang pedoman penyelesaian sengketa administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administratif.
Padahal faktanya Hakim PTUN Semarang telah salah menerapkan hukum dan/atau keliru membaca Perma Nomor 6 Tahun 2018, di mana Hakim PTUN Semarang menghitung 90 (sembilan puluh) hari sesuai kalender, padahal faktanya seharusnya dihitung 90 (sembilan puluh) hari kerja sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 6 tahun 2019 Pasal 1 angka 9 berbunyi:
ADVERTISEMENT
9.Hari adalah hari kerja
Maka sudah sepatutnya Gugatan Baihaqi masih dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh hari) yang didaftarkan pada tanggal 05 oktober 2020 melalui sistem e-court Mahkamah Agung ini harus diterima oleh Hakim PTUN Semarang dengan memeriksa pokok perkara diskriminasi yang dialami oleh penyandang disabilitas.
Diskriminasi terhadap penyandang disabilitas ini berawal dari saat Baihaqi dinyatakan gugur dalam seleksi CPNS tahun 2020 meski dirinya telah lolos seleksi administrasi dan meraih nilai 401 yang merupakan nilai tertinggi pada Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) di formasinya.
Tindakan diskriminasi terhadap difabel netra ini muncul karena Sekda Pemprov Jawa Tengah/ Panselda Jawa Tengah melakukan pengkotak-kotakan ragam jenis disabilitas, padahal Menpan RB melalui Surat B/1236/M.SM.01.00/2019 yang isinya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah agar tidak mencantumkan persyaratan yang mengkotak-kotakan ragam jenis disabilitas dan penyandang disabilitas dapat mendaftar pada formasi jabatan yang diinginkan apabila mempunyai ijazah pendidikan yang sesuai.
ADVERTISEMENT
Selain itu Baihaqi difabel netra ini terdiskriminasi oleh Pasal 75 ayat (2) UUAP mengenai keberatan dan banding administrasi. Baihaqi difabel netra ini terhambat langkahnya untuk menuntut keadilan, sebab UUAP mensyaratkan Baihaqi harus mengajukan keberatan 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak keputusan yang menggugurkan dirinya sebagai CPNS.
Pengajuan keberatan dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja dan banding dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja ini sangat sulit dilaksanakan oleh masyarakat yang miskin dan buta hukum. Saat itu Baihaqi sempat merasakan sakit dan depresi melihat kenyataan digugurkan karena dirinya difabel netra. Baihaqi membutuhkan waktu untuk memulihkan diri dari rasa sakit dan belum bisa mengajukan keberatan atas tindakan diskriminasi Panselda Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengamatan Founder NET Attorney Nasrul Dongoran yang juga merupakan Advokat/ kuasa hukum Baihaqi, melihat Baihaqi difabel netra ini sangat sulit memperoleh keadilan baik didepan pelayanan pemerintahan maupun di ruang peradilan.
Hal ini berdasarkan fakta persidangan di mana Baihaqi mengalami diskriminasi secara berulang-ulang karena Panselda Jawa Tengah menilai seorang difabel netra tidak mampu mengajar di sekolah umum, padahal faktanya saat ini Baihaqi merupakan guru profesional yang mengajar di sekolah swasta dan pernah mengajar di negeri malaysa.
Kondisi ini diperburuk sulitnya akses pada keadilan (access to justice) disebabkan syarat jangka waktu yang sangat singkat untuk mengajukan keberatan dan banding administrasi serta Baihaqi yang tidak memahami makna dalam UUAP.
Sehingga tampak jelas UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP) terutama dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 78 merupakan dinding besar yang menghambat Baihaqi secara khusus dan masyarakat pada umumnya untuk memperoleh keadilan atas tindakan diskriminasi yang dilakukan pejabat pemerintah. Oleh karena itu sudah seharusnya pasal 75 sampai dengan pasal 78 UUAP ini harus dilakukan revisi atau judicial review ke Mahkamah Konsitusi.
ADVERTISEMENT
Bila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait Sengketa TUN, Gugatan Fiktif Positif, Gugatan TUN dan/atau ingin mendapatkan analisa hukum terkait persoalan hukum yang anda hadapi, segera hubungi kami NET Attorney di kontak Whatsapp 0811-1501-235 atau email: [email protected] serta follow akun instagram @netattorney untuk mendapatkan informasi menarik.