Perbedaan Pasal 11 dan 12 huruf a dan b Disangkakan ke Menteri Edhy dan Juliari

NET Attorney
NET Attorney memberikan layanan hukum berkualitas, solusi praktis dan kreatif di semua bidang hukum kepada klien. Cek IG: netattorney dan www.analisahukum.com
Konten dari Pengguna
16 Desember 2020 15:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NET Attorney tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi koruptor. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi koruptor. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka suap. Dalam penetapan tersebut, KPK turut menyita sejumlah barang bukti dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Rabu 25 November 2020 dini hari.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Edhy Prabowo selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka kasus suap pengadaan bantuan sosial dalam rangka penanganan bencana non alam pandemi virus corona. Atas perbuatannya penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat Huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Perbedaan Pasal 11 dengan Pasal 12 huruf a dan b
Pada kesempatan ini kita akan membedah Perbedaan Pasal 11 dan Pasal 12 ayat (1) huruf A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor yang berbunyi:
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyakRp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
ADVERTISEMENT
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
a. pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
ADVERTISEMENT
Adapun perbedaan secara substansi berdasarkan analisa hukum yang dilakukan oleh NET Attorney sebagai berikut:
Pertama terdapat pada ancaman hukuman, jika pasal 11 pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, sedangkan Pasal 12 huruf a atau b pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh);
Kedua terletak pada denda, jika pasal 11 denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyakRp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), sedangkan Pasal 12 huruf a atau b denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
Ketiga terletak pada jabatan atau kekuasaan si Pelaku tindak pidana Penerima Suap, Pada praktiknya penerapan Pasal 11 itu tidak mensyaratkan harus ada jabatan atau kekuasaan si Penerima Suap, Namun cukup Si Penerima Suap merupakan Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara. Sedangkan Pasal 12 huruf a atau b itu mensyaratkan si Penerima Suap harus memiliki Jabatan atau Kekuasaan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
ADVERTISEMENT
Pada Kasus Penerimaan Suap oleh Menteri Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan ini bisa menganalisa apakah termasuk dalam kekuasaan Edhy Prabowo selaku Menteri dalam menunjuk PT. Aero Citra Kargo sebagai perusahaan pengiriman ekspor lobster dari Indonesia.
Jika Penunjukan Perusahaan PT. Aero Cipta Kargo merupakan kewenangan Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan baik karena melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam proses penunjukan PT. Aero Cipta Kargo, maka patut diduga nantinya divonis oleh Majelis Hakim dengan Pasal 12 huruf a atau b.
Selain itu pada Kasus Menteri Sosial Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial ini bisa menganalisa dengan Apakah penunjukan PT. RPI sebagai salah satu rekanan untuk pengadaan dan penyaluran bansos untuk penanggulangan Covid-19 dari Kemensos. Jika termasuk dalam kewenangan Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial baik melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam penunjukan rekanan PT. RPI, maka patut diduga nantinya Majelis Hakim pemeriksa akan memvonis dengan Pasal 12 huruf a atau b.
ADVERTISEMENT
Adapun penerapan Pasal 11 ini dalam praktiknya pernah dikenakan terhadap Idrus Marham dengan perkara Nomor 3681 K/PID.SUS/2019 oleh Majelis Hakim pada tingkat Kasasi yang tidak sependapat dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI yang memutus Idrus Marham melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Majelis di tingkat kasasi memutus Idrus Marham melanggar Pasal 11 UU Tipikor karena Idrus bukan unsur penentu yang berwenang mengambil putusan proyek PLTU Riau-1. Adapun dalam pertimbangan Majelis Hakim Kasasi karena Idrus Marham Tidak memenuhi unsur penentu dalam jabatannya yang berwenang mengambil putusan proyek PLTU Riau-1.
Bila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait Gratifikasi, Suap, Tindak Pidana Korupsi dan/atau ingin mendapatkan analisa hukum terkait persoalan hukum yang anda hadapi, segera hubungi kami NET Attorney di kontak Whatsapp 0811-1501-235 atau email: [email protected] serta follow akun instagram @netattorney untuk mendapatkan informasi menarik.
ADVERTISEMENT