Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sebuah Catatan Kritis tentang Setahun Pandemi COVID-19 di Indonesia
8 Maret 2021 13:58 WIB
Tulisan dari Netty Prasetiyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta - Selasa, 2 Maret 2021 tepat satu tahun pandemi COVID-19 menyerang bangsa Indonesia. Pertama kali ditemukan kasus di Depok (2 Maret 2020), kini total kasus COVID-19 di Indonesia per Rabu (03/03/2021), sudah mencapai 1.353.834 dengan kasus aktif 147.197 kasus.
ADVERTISEMENT
Serangan COVID-19 ke Indonesia bak ombak yang menggulung habis hampir seluruh sektor, baik itu kesehatan, ekonomi, tenaga kerja, dan sebagainya. Tidak hanya itu saja, bahkan pandemi ini juga membuat kita mengalami gegar budaya yang cukup serius dan mengundang polemik. Misalnya saja, saat ada warga yang meninggal, baik itu korban COVID-19 maupun lainnya, masyarakat gamang bersikap karena ada perubahan cara penanganan sesuai protokol kesehatan.
Umumnya orang yang meninggal itu akan diantarkan ke tempat peristirahatan terakhirnya dengan berbagai macam acara, mulai dari pelayatan, doa, dimandikan, disalatkan hingga beramai-ramai diiring ke pemakamannya. Sejak COVID-19 melanda negara kita, hal itu tak bisa dilakukan. Protokol pemakaman di saat COVID-19 melarangnya dengan tegas. Dan pemakaman lebih sepi, jenazah pun hanya boleh diantarkan beberapa orang saja.
ADVERTISEMENT
Hal ini menimbulkan masalah karena adat dan istiadat masyarakat kita cenderung guyub jika ada yang meninggal. Selain sebagai bentuk solidaritas sosial, juga sebagai implementasi dari tuntunan agama. Saat COVID-19 semua itu hilang dan masyarakat pun seolah dicabut paksa dari kebiasaan mereka.
Gegar budaya hanyalah satu sisi yang terdampak COVID-19. Lalu bagaimana dengan sektor lainnya?
Sektor ekonomi nasional adalah salah satu yang terpukul akibat adanya COVID-19. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ekonomi Indonesia mengalami minus hingga 2 persen sepanjang tahun 2020. Jika kita mengacu pada data global, hampir seluruh negara-negara asia terkena dampak secara ekonomi. Pada pertengahan bulan Desember 2020, Asian Development Bank (ADB) dalam sebuah webinar menyampaikan bahwa ekonomi negara-negara berkembang di Asia diperkirakan akan mengalami kontraksi sampai 0,4% di tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Sementara itu WHO bersama beberapa organisasi seperti International Labour Organization (ILO), Food and Agriculture Organization (FAO) dan International Fund for Agricultural Development (IFAD) di Oktober 2020 mengatakan bahwa disrupsi sosial ekonomi akibat COVID-19 sangatlah besar. Diperkirakan puluhan juta orang bisa jatuh menjadi sangat miskin, sedangkan jumlah orang yang kekurangan gizi di dunia yang pada Oktober 2020 diperkirakan 690 juta orang akan bertambah menjadi 132 juta lagi di akhir 2020.
Adanya resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19 tentunya juga berdampak pada sektor tenaga kerja. Masih pada data yang sama, Diperkirakan hampir setengah dari 3,3 miliar pekerja di seluruh dunia menghadapi risiko kekurangan uang dan atau kehilangan pekerjaan dalam berbagai tingkatannya.
Masalah tenaga kerja di dalam negeri juga tidak lebih baik. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat ada 29,12 juta orang yang terdampak pandemi COVID-19. Semua yang terdampak ini masuk ke dalam penduduk usia kerja. Dari angka itu, ada 2,56 juta orang yang menjadi pengangguran karena COVID-19.
ADVERTISEMENT
Sisanya sebanyak 0,76 juta orang yang bukan angkatan kerja karena COVID-19, sebanyak 1,77 juta orang sementara tidak bekerja karena COVID-19, dan sebanyak 24,03 juta orang bekerja tapi dengan pengurangan jam kerja akibat COVID-19.
Selain sektor ekonomi dan tenaga kerja, sektor pendidikan juga terdampak. COVID-19 memaksa peserta didik belajar dari rumah (LFH). Adanya perkembangan teknologi dan penggunaan smartphone sekilas memang terlihat membantu, namun hal ini ternyata juga menyisakan sejumlah masalah.
Akses terhadap teknologi internet yang belum merata membuat produktivitas belajar dan mengajar jadi terhambat. Bahkan sering kali hal ini justru memicu timbulnya masalah baru, seperti beberapa kasus yang terjadi di mana ada orang tua yang melakukan aksi pencurian Handphone agar anaknya dapat mengikuti pembelajaran online.
ADVERTISEMENT
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Saat ini tidak cara lain untuk menangani pandemi COVID-19, selain refleksi dan evaluasi mendalam dan menyeluruh atas proses penanganan selama ini. Pemerintah harus kembali belajar dari masa lalu, karena tidak terkendalinya virus sekarang ini adalah akibat dari rangkaian statement, kebijakan, anggaran dan polemik yang tidak pada tempatnya. Kita masih ingat bagaimana virus ini dijadikan lelucon oleh sebagaian pejabat pemerintah di saat seharusnya menyiapkan sikap, kebijakan dan penanganan yang tepat dan sungguh-sungguh.
Menurut saya setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah harus kembali memeriksa peta jalan penanganan pandemi COVID-19, jangan malah mengendurkan langkah. Apabila pemerintah bingung, justru rakyat yang akan menjadi korban, yang menjadi korban, yang seharusnya dilindungi segenap jiwa dan raganya oleh pemerintah sebagaimana amanat dari konstitusi.
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus mengingat hal ini dan jangan pernah abai, apalagi sudah terdapat mutasi virus corona di Indonesia. Jangan pernah ada lagi cuitan, seloroh, dan canda yang dilakukan oleh para menteri dan pejabat pemerintah dalam kebijakan apa pun, apalagi dalam konteks bencana seperti saat ini.
Kedua, pemerintah harus memperbaiki dan meningkatkan sistem dan kapasitas 3T yang sudah dilakukan selama ini. Penerapan 3M juga menjadi salah satu kunci dalam memutus penyebaran virus. 3T dan 3M adalah tindakan yang tidak dapat ditawar guna melindungi rakyat dari serangan pandemi yang meluas. Selain itu, harus bisa dipastikan bahwa penggunaan alat test yang standar untuk mendapatkan hasil yang akurat. Hal ini harus ada di lokasi mana saja.
ADVERTISEMENT
Ketiga, yaitu mengenai skema kolaborasi optimal dengan berbagai pihak. Pandemi ini harus dilakukan dengan semangat kolaborasi antara semua pihak secara simultan, baik pemerintah, industri, akademisi, media, dan masyarakat.
Keempat, pemerintah juga harus memastikan penggunaan anggaran penanganan pandemi dilakukan secara transparan, akuntabel, dan terbebas dari perilaku koruptif. Aparat penegak hukum harus in charge mengawasi setiap prosesnya dan mengadili dengan tegas pihak yang melanggar.
Kelima, terkait vaksinasi, pemerintah harus berpedoman pada peta jalan vaksinasi yang sudah disepakati, jangan sampai melakukan tindakan di luar ketentuan dan kewenangan tanpa dikomunikasikan sebelumnya dengan berbagai pihak termasuk DPR. Jangan sampai target herd immunity gagal karena ada faktor lain dalam pengadaan dan pelaksanaan vaksinasi.
Terakhir, saya ingin mengingatkan kepada semua pihak agar tetap patuh pada protokol kesehatan. Jangan pernah abai karena itu dapat berdampak buruk, tidak hanya pada diri sendiri tapi juga pada masyarakat dan lingkungan sekitar. Semoga kita keluar sebagai bangsa pemenang dalam melawan COVID-19.
ADVERTISEMENT