Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.5
21 Ramadhan 1446 HJumat, 21 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Berkaca pada Kasus Pagar Laut, Guru Besar IPB Ungkap Tantangan Pengelolaan Laut
27 Februari 2025 15:14 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Prof Neviaty Putri Zamani, Guru Besar Kelautan IPB University berbicara dalam forum diskusi intelektual “Analisis Kritis atas Pemagaran Laut dan Kuasa Ruang Negeri Ini”. Dalam forum itu, ia menyatakan bahwa praktik penguasaan atau pembatasan akses ke wilayah laut menimbulkan sejumlah permasalahan.
ADVERTISEMENT
“Praktik penguasaan atau pembatasan akses ke wilayah laut menimbulkan konflik terkait hak nelayan tradisional, pelestarian lingkungan, dan klaim teritorial,” ujarnya dalam diskusi Muslimah Agricultural Talks #3 bersama para aktivis perempuan lain, terdiri dari dosen dan mahasiswa IPB University, beberapa waktu lalu.
Diskusi ini bertujuan memberikan edukasi tentang gambaran utuh realitas pemagaran laut di Teluk Jakarta. Para aktivis perempuan yang terlibat diharapkan mampu membaca fakta secara jelas, juga membangun peran dan tanggung jawabnya sebagai seorang intelektual.
“Salah satu tantangan dalam kelautan Indonesia adalah tekanan investasi versus keberlanjutan ekologi,” tegas dosen IPB University di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan itu.
Menurutnya, wilayah yang dipagari dikhawatirkan akan digunakan untuk reklamasi atau pembangunan, yang berpotensi merusak ekosistem pesisir.
ADVERTISEMENT
Hal ini, kata dia, karena pembangunan di Indonesia masih menitikberatkan pada investasi ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak ekologis.
“Pemagaran laut masih menjadi isu besar di Indonesia sehingga diperlukan pengaturan kebijakan yang memperhatikan keseimbangan antara ekonomi dan ekologi,” jelas Prof Nevi.
“Kebijakan dan penegakan hukum harus lebih kuat dan inklusif,” tutupnya. (*/Rz)