Konten dari Pengguna

Dosen IPB University Lakukan Kajian Model Bisnis yang Tepat untuk Lahan Gambut

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
12 Januari 2021 7:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dosen IPB University Lakukan Kajian Model Bisnis yang Tepat untuk Lahan Gambut
zoom-in-whitePerbesar
Dosen IPB University Lakukan Kajian Model Bisnis yang Tepat untuk Lahan Gambut
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lahan gambut Indonesia kerap terbakar dan makin rentan dalam tekanan perubahan iklim. Salah satunya disebabkan karena praktik bisnis yang tidak ramah lingkungan di lahan gambut. Saat ini masyarakat, pemerintah, ilmuwan, dan konservasionis bahu membahu membangun rencana berkelanjutan untuk gambut.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, International Trade Analysis and Policy Studies (ITAPS) IPB University bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencoba merumuskan model bisnis ketahanan pangan yang mendukung pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah.
Tim peneliti ITAPS IPB University terdiri dari Dr Widyastutik, Dr Sahara, Dr Suria Tarigan, Dr Novindra, Farida Ratna Dewi, MM, Irza Ridwan, MSi. Dewi Setyawati, MSi dan Siti Riska UH, SE. Penelitian berfokus di Kabupaten Pulang Pisau, tepatnya di lima desa, yakni Buntoi, Mentaren I, Garung, Pilang, dan Gohong.
“Penilaian manfaat lahan gambut tidak boleh hanya dilihat dari fungsi produksi atau fungsi ekonomisnya saja, tapi juga harus dilihat dari fungsi ekologisnya. Pada lahan gambut, tidak boleh semata-mata memaksimumkan produksi tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap jasa lingkungan lain seperti simpanan karbon dan kekayaan keragaman hayati (Kehati),” kata Dr Novindra salah seorang peneliti ITAPS IPB University.
ADVERTISEMENT
Bersama Dr Suria Tarigan, ia kemudian meneliti valuasi ekonomi kerusakan lahan gambut berdasarkan empat komoditas pemanfaatannya. Yakni penggunaan lahan gambut dengan tanaman hutan/paludikultur, agroforestry/karet, tanaman sawit serta tanaman pangan dan hortikultura.
Hasil penelitian mereka menunjukkan, tanaman perkebunan dan pertanian masyarakat pada lahan gambut (misalnya tanaman hortikultura dan padi) membutuhkan adanya drainase lahan gambut. Tindakan drainase tersebut akan mengakibatkan terjadinya emisi karbon dari lahan gambut. Emisi terbesar terjadi akibat pemanfaatan lahan gambut dengan sawit, diikuti oleh penggunaan lahan gambut untuk hortikultura dan padi, kemudian agroforestry/karet.
“Secara finansial, tanaman sawit memberikan keuntungan yang paling besar, namun karena perkebunan sawit membutuhkan drainase jika ditanam pada lahan gambut maka biaya lingkungan akibat emisi yang terjadi akan mengakibatkan biaya sosial karbon yang tinggi,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Biaya sosial karbon yang tinggi itu, lanjut Dr Novindra, maka dalam jangka pendek hingga jangka panjang, usaha perkebunan kelapa sawit di lahan gambut menyebabkan kerugian ekonomi (atau penurunan manfaat ekonomi). Begitu juga dengan usaha perkebunan karet/agroforestry yang menyebabkan kerugian ekonomi namun paling rendah dibandingkan perkebunan sawit dan usaha tani padi dan hortikultura.
Berbeda dengan usaha pertanian dengan metode paludikultur, secara finansial memberikan nilai tambah yang paling rendah, namun dalam jangka pendek hingga jangka panjang memberikan manfaat ekonomi yang paling besar karena tidak menghasilkan emisi karbon (atau menyerap karbon) dan menurunkan biaya sosial karbon.
Dosen IPB University dari Divisi Ekonomi Pertanian, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan ini melanjutkan, jika manfaat finansial penggunaan lahan gambut dan biaya kerusakan dari pemanfaatan lahan gambut dikombinasikan (merupakan estimasi manfaat ekonomi pemanfaatan lahan gambut), maka dalam jangka pendek hingga jangka panjang usaha tanaman paludikultur memberikan manfaat ekonomi yang paling besar dibandingkan agroforestry, padi dan hortikultura.
ADVERTISEMENT
“Oleh karena itu, pemerintah perlu terus memfasilitasi masyarakat di lahan gambut, dalam melaksanakan usaha pertanian yang memberikan manfaat ekonomi paling besar dalam jangka pendek hingga jangka panjang. Yaitu usaha pertanian dengan metode paludikultur, seperti tanaman rotan, tanaman jelutong, kelakai dan purun,” pungkasnya. (Rz/Zul)
Keyword: lahan gambut, IPB University, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Kategori SDGs: SDGs-13