Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Guru Besar IPB, Prof Bayu Krisnamurthi, Bersaksi di Pengadilan Federal Australia
29 April 2025 10:44 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Guru Besar Departemen Agribisnis IPB University memberikan kesaksian di Pengadilan Federal Australia (22/4) dalam sidang lanjutan terkait gugatan class action atas larangan ekspor sapi hidup ke Indonesia yang diberlakukan oleh pemerintah Australia pada tahun 2011.
ADVERTISEMENT
Sidang yang berlangsung di Sydney ini bertujuan untuk menentukan besaran kompensasi yang harus dibayarkan oleh pemerintah Australia kepada para pelaku industri peternakan di wilayah utara negara tersebut.
Gugatan ini diajukan setelah pengadilan pada tahun 2020 memutuskan bahwa larangan ekspor tersebut tidak sah dan merupakan tindakan maladministrasi oleh Menteri Pertanian saat itu, Joe Ludwig.
Dalam persidangan, Prof Bayu memberikan perspektif dari sisi Indonesia sebagai negara tujuan ekspor. Ia menjelaskan bahwa larangan mendadak tersebut tidak hanya mengganggu pasokan daging sapi di Indonesia, tetapi juga merusak kepercayaan terhadap Australia sebagai mitra dagang yang andal.
“Hal ini berdampak pada penurunan volume perdagangan dan perubahan kebijakan impor oleh pemerintah Indonesia dalam tahun-tahun berikutnya,” ungkapnya.
Selain Prof Bayu, saksi lain dari Indonesia yang memberikan kesaksian adalah Joni Liano, mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Daging dan Sapi Indonesia. Keduanya memberikan gambaran mengenai dampak ekonomi dan diplomatik dari kebijakan larangan ekspor tersebut terhadap hubungan perdagangan antara Indonesia dan Australia.
ADVERTISEMENT
Gugatan class action ini menuntut kompensasi sebesar A$1,2 miliar, ditambah bunga sebesar A$800 juta. Pemerintah Australia sebelumnya menawarkan penyelesaian sebesar A$215 juta, tetapi tawaran tersebut ditolak oleh para penggugat karena dianggap tidak mencerminkan kerugian yang dialami.
Sidang ini dijadwalkan akan berlangsung hingga 12 Mei 2025. Hasil dari persidangan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan bagi semua pihak yang terdampak oleh kebijakan larangan ekspor sapi hidup pada tahun 2011.