Konten dari Pengguna

Pakar IPB University: Proyek Rempang Bermasalah, Kebijakan Perlu Evaluasi Total

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
30 April 2025 14:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pakar IPB University: Proyek Rempang Bermasalah, Kebijakan Perlu Evaluasi Total
zoom-in-whitePerbesar
Pakar IPB University: Proyek Rempang Bermasalah, Kebijakan Perlu Evaluasi Total
ADVERTISEMENT
Pakar Sosioagraria IPB University, Dr Rina Mardiana menilai kebijakan pengembangan Pulau Rempang sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) bermasalah. Karenanya, ia merekomendasikan kebijakan ini dievaluasi total.
ADVERTISEMENT
Dalam peluncuran Policy Brief Kebijakan Rempang yang disiarkan melalui YouTube Yayasan LBH Indonesia (30/4), Dr Rina, mengungkapkan bahwa terdapat lima masalah utama dalam kebijakan proyek Rempang.
"Mulai dari invisibilitas hukum masyarakat Melayu, penggantian istilah relokasi menjadi transmigrasi lokal, minimnya partisipasi publik dan konsultasi bermakna, ancaman sosial ekologis, hingga potensi korupsi dan konflik kepentingan,” ujarnya.
Ia membeberkan, proyek Rempang bukan inisiatif baru. “Proyek ini telah dimulai sejak era Presiden SBY tahun 2004, dan kembali dihidupkan di masa Presiden Joko Widodo melalui status PSN dengan nilai investasi sebesar Rp380 triliun hingga tahun 2080,” jelasnya.
Dalam praktiknya, Dr Rina menambahkan, proyek tersebut memunculkan konflik dan pelanggaran HAM. Salah satunya pada 7 dan 11 September 2023, terjadi eskalasi kekerasan saat aparat gabungan memasuki wilayah Rempang.
ADVERTISEMENT
“Ribuan personel TNI-Polri bersenjata lengkap mendatangi kampung tanpa persetujuan warga. Tidak ada konsultasi publik, sehingga memicu trauma, penangkapan, dan pelanggaran terhadap hak atas rasa aman,” katanya.
Dr Rina yang juga sebagai dosen Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University, juga menyoroti bagaimana istilah ‘transmigrasi lokal’ dipakai sebagai bentuk eufemisme relokasi paksa.
“Penggunaan bahasa seperti ini merupakan bentuk manipulasi kebijakan. Substansinya tetap pemindahan paksa yang menghilangkan hak-hak masyarakat adat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dr Rina merekomendasikan tujuh langkah strategis sebagai evaluasi proyek/kebijakan ini. Pertama, ia mengusulkan agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap legalitas proyek Rempang Eco City.
“Kedua, hentikan penggunaan istilah transmigrasi lokal. Hindari penggunaan istilah manipulatif yang membingungkan publik,” tandasnya.
Ketiga, lanjutnya, pemerintah harus mengakui secara hukum 16 Kampung Melayu Tua di Rempang. Keempat, reformulasi rantai nilai energi hijau agar lebih adil.
ADVERTISEMENT
Kelima, lakukan kajian ekologi yang transparan dan partisipatif untuk menanggulangi dampak tambang pasir kuarsa.
Keenam, hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga. Terakhir, fasilitasi dialog yang adil dan terbuka dengan menghadirkan mediator independen.
“Pembangunan yang adil berarti mendengarkan suara warga dan melindungi ruang hidup mereka. Kita bukan antipembangunan, tapi prokeadilan dan akar budaya,” ucapnya. (dr)