Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pakar Lingkungan IPB University Menjadi Instruktur ESIA World Bank
4 Maret 2022 15:09 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Prof Hefni Effendi, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University mendapatkan tugas dari World Bank (WB) dan Asian Development Bank (ADB) sebagai salah satu instruktur yang mengembangkan sistem training Environmental and Social Impact Assessment (ESIA) ini di Indonesia. Yakni skema pengelolaan lingkungan yang serupa tapi tak sama dengan Amdal.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, setiap institusi yang mengajukan pinjaman ke WB harus memenuhi 10 ESS (Environmental and Social Standard) yang harus dituangkan secara rinci dalam kajian ESIA.
“Hingga saat ini, kajian ESIA dilakukan oleh konsultan dan pakar yang internationally recognized. WB dan ADB sekarang sedang berupaya untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan peningkatan kompetensi kepakaran dalam menganalisis dan mengkaji ESIA untuk lembaga dan pakar orang Indonesia,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, WB dan ADB menjalin kerjasama dengan sejumlah pakar lingkungan dari beberapa perguruan tinggi. Seperti Universitas Gadjah Mada, IPB University, Universitas Indonesia, Universitas Hasanudin, Universitas Andalas dan Universitas Padjadjaran. Kerjasama ini membentuk NLC (National Learning Center) di bawah arahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
ADVERTISEMENT
“NLC ini diberi tugas untuk memformulasikan dan mengembangkan model pengelolaan dan penyusunan materi workshop tentang ESIA dan advance knowledge yang mendukungnya. Nantinya NLC akan melaksanakan training tentang ESIA untuk publik, sehingga diharapkan akan semakin banyak konsultan dan pakar Indonesia yang memahami esensi konsep ESIA secara utuh dan komprehensif serta mampu berkompetisi dengan konsultan dan pakar asing,” jelasnya.
Sementara itu, pada akhir Februari lalu, telah digelar Workshop Pengembangan Kurikulum Training Marine Biodiversity dalam memenuhi ESS 6 Biodiversity and Conservation pada ESIA. ESS 6 ini membahas endangered species, vulnerable species, natural habitat, modified habitat, critical habitat dan sebagainya yang intinya memberikan gambaran tentang kondisi lingkungan awal di suatu wilayah yang projeknya akan didanai oleh WB dan ADB.
ADVERTISEMENT
Pada kegiatan ini, Prof Hefni juga memaparkan secara runtut hierarki pengelolaan biodiversity yang dimulai avoidance, minimalization, mitigation/restoration/rehablition dan biodiversity offset.
“Langkah biodiversity offset merupakan prioritas terendah dan pilihan terakhir (last resort), jika ketiga langkah sebelumnya sudah dilakukan dan masih ada dampak sisa (residual impact) yang tak bisa dipungkiri lagi,” ujarnya. Menurutnya, pengelolaan biodiversity dan conservation tersebut dielaborasi secara rinci dalam Guidance Note for Borrower ESS 6: Biodiversity Conservation and Sustainable Management of Living Natural Resources.
“Yang mesti diimplementasikan dalam pengelolaan biodiversity adalah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya kepada kekayaan biodiversity juga harus diperhatikan keberlanjutan kehidupannya dari sisi sosial ekonomi,” imbuhnya.
Oleh karena itu, katanya, pelibatan masyarakat menjadi titik sentral agar pengelolaan biodiversity menuai hasil. Pelibatan masyarakat dilakukan melalui kemitraan dan pembentukan/pengembangan kelembagaan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pemeliharaan biodiversity.
ADVERTISEMENT
“Sehingga rasa kepemilikan terhadap keberlanjutan biodiversity juga akan tertanam di benak masyarakat. Ujungnya pemeliharaan biodiversity akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanggungjawab bersama,” tandasnya.
Sementara itu, Prof Parikesit dari Universitas Padjadjaran juga memaparkan lesson learned kajian biodiversity pada projek pembangunan Upper Cisokan Hydroelectric Power. Program ini juga mengedepankan partnership yang intensif dengan masyarakat dalam pengelolaan biodiversity. (HEF/Zul)