Konten dari Pengguna

Peneliti IPB University Terapkan Teknologi Bayi Tabung pada Hewan Langka

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
17 Desember 2024 9:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peneliti IPB University Terapkan Teknologi Bayi Tabung pada Hewan Langka
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti IPB University Terapkan Teknologi Bayi Tabung pada Hewan Langka
ADVERTISEMENT
Peneliti IPB University dari Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) telah berhasil menerapkan teknologi bayi tabung. Tak hanya berlaku pada manusia, teknologi ini dikembangkan untuk penyelamatan hewan, khususnya satwa langka dan dilindungi.
ADVERTISEMENT
Melalui teknologi reproduksi berbantu (assisted reproductive technology/ART) dan BioBank, tim IPB University yang beranggotakan peneliti dari Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) bersama peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) mendapatkan amanah dari Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kehutanan untuk penyelamatan badak Sumatera.
Inovasi ini di-launching IPB University melalui Direktorat Riset dan Inovasi (DRI) pada acara Pekan Riset dan Inovasi IPB, Senin (16/12), bertempat di IPB International Convention Center (IICC), Bogor.
“Upaya produksi embrio secara in vitro (di luar tubuh) badak Sumatera dilakukan dengan cara koleksi sel telur dan sperma di lapangan, dilanjutkan dengan fertilisasi menggunakan metode penyuntikan sperma tunggal (intracytoplasmic sperm injection/ICSI),” terang Prof Arief Boediono selaku peneliti.
ADVERTISEMENT
Kematian bukanlah akhir dari kehidupan reproduksi. Ia mencontohkan, sapi yang disembelih di rumah potong hewan (RPH), individu sapi telah mati secara anatomi. Namun, ovarium (dari sapi betina) dan testis (dari sapi jantan) masih mempunyai potensi sebagai sumber sel gamet (sel telur, sperma).
“Sel telur dapat dikoleksi dari ovarium sapi yang baru mati untuk selanjutnya dilakukan produksi embrio secara in vitro. Embrio yang dihasilkan bisa dilakukan transfer embrio sehingga dihasilkan anak sapi berasal dari induk yang sudah mati,” tutur dia.
Lebih lanjut ia menjelaskan, koleksi sel telur bisa dikoleksi dari hewan yang masih hidup sehingga dapat dilakukan secara berulang tanpa harus menunggu hewan mati. Teknologi ini dikenal dengan petik telur (ovum pick up/OPU). Selanjutnya, sel telur yang dihasilkan dilakukan fertilisasi dan kultur embrio secara in vitro sampai didapatkan embrio yang berpotensi menjadi pedet.
ADVERTISEMENT
Upaya penyelamatan satwa langka dan dilindungi seperti badak Sumatera, harimau, anoa, dan lain-lain dapat dilakukan dengan penerapan teknologi tersebut. Embrio yang dihasilkan bisa langsung ditransfer jika terdapat resipien, atau dilakukan pembekuan embrio dan disimpan dalam nitrogen cair (-196 oC), dapat digunakan setiap saat jika ada resipien yang siap.
Dijelaskan Prof Arief, pada dasarnya proses pembuahan pada mamalia hanya memerlukan satu sperma untuk membuahi satu sel telur. Dengan menggunakan alat micromanipulator, sperma yang terpilih disuntikkan secara langsung ke dalam sitoplasma sel telur, meniru proses pembuahan secara alami.
“Selanjutnya, embrio yang dihasilkan akan dibekukan sampai suatu waktu bisa didapatkan resipien,” imbuhnya.
Fasilitas BioBank selain untuk penyimpanan sperma, sel telur, dan embrio, juga digunakan untuk membekukan sel somatis yang bisa digunakan sebagai sumber sel donor pada program klon.
ADVERTISEMENT
“Teknologi ART ini merupakan cikal bakal teknologi program bayi tabung pada manusia,” ungkap Guru Besar SKHB IPB University ini.
Sesuai regulasi di Indonesia, program bayi tabung hanya boleh dilakukan pada pasangan suami-istri yang menikah secara resmi. Pada pasangan suami-istri yang belum mempunyai keturunan dan terdapat permasalahan pada kualitas sperma suami akan berakibat pada rendahnya hasil fertilisasi.
Pada metode konvensional, pembuahan secara in vitro dibutuhkan sekitar 40 sampai 100 ribu sperma per mililiter. Kenyataannya, banyak suami yang mempunyai kualitas sperma di bawah normal.
Pada kondisi demikian, sebut Prof Arief, proses pembuahan in vitro dapat dilakukan dengan metode penyuntikan sperma tunggal (ICSI), hanya diperlukan satu sperma suami untuk proses pembuahan.
“Metode ini merupakan revolusi dalam teknologi reproduksi berbantu untuk mengatasi permasalahan faktor kualitas sperma suami,” tandasnya.
ADVERTISEMENT
Bersama tim program bayi tabung di Indonesia, Prof Arief telah berhasil melahirkan lebih dari 6.000 bayi dari pasangan suami-istri yang belum mempunyai buah hati.
Program bayi tabung pada manusia dimulai dengan stimulasi hormonal pada istri untuk mendapatkan sel telur lebih banyak dari normal. Sel telur yang didapatkan berpotensi untuk dihasilkan embrio yang lebih dari normal.
Pada beberapa pasangan suami-istri berhasil mendapatkan dua anak yang berbeda umur yang berasal dari proses bayi tabung yang sama. Anak pertama berasal dari hasil transfer embrio pada program awal, sementara anak kedua lahir dari embrio yang telah dibekukan selama lebih dari dua tahun. Hal ini membuktikan bahwa embrio yang dibekukan tidak mengalami kerusakan selama proses pembekuan.
ADVERTISEMENT
“Pengembangan dan penerapan teknologi bayi tabung pada hewan dan manusia dapat membantu optimalisasi fungsi reproduksi hewan produksi, penyelamatan kepunahan satwa langka, serta membantu pasangan suami-istri yang belum mempunyai keturunan,” pungkasnya. (*/Rz)