Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Prabowo Minta Biaya Haji Turun, Ahli Ekonomi Syariah IPB Sodorkan Solusi
9 Mei 2025 10:58 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Menanggapi permintaan Presiden Prabowo Subianto untuk menurunkan kembali biaya haji, Ahli Ekonomi Syariah IPB University, Dr Irfan Syauqi Beik, menyampaikan beberapa strategi yang dapat dilakukan.
ADVERTISEMENT
Dalam wawancaranya di CNN Indonesia (7/5), Dr Irfan yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University ini mengatakan, ongkos haji Indonesia sebenarnya sudah lebih murah dibandingkan negara lain seperti Malaysia.
“Kalau dibandingkan dengan Malaysia, biaya haji Indonesia sudah lebih murah sekitar 34-35 persen. Tahun ini, jemaah Malaysia membayar sekitar Rp130 juta, sementara jemaah Indonesia sekitar Rp89 juta,” jelas Dr Irfan.
Meski demikian, ia menekankan bahwa penurunan biaya masih sangat mungkin dilakukan jika strategi efisiensi dan pengelolaan keuangan haji dibenahi secara menyeluruh.
Untuk menurunkan biaya haji, ia mengatakan, sejumlah variabel penting harus diperhatikan. Di antaranya adalah efisiensi dalam penyelenggaraan haji, termasuk rasio ideal antara jumlah petugas dengan jemaah, serta pengadaan makanan dan minuman yang bisa disubstitusi dengan produk dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, Dr Irfan menyoroti pentingnya optimalisasi pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Terlepas dari berapa pun biaya resmi haji, yang terpenting menurutnya adalah besaran jumlah yang harus dibayar jemaah, karena sisanya dapat disubsidi dari hasil pengelolaan dana tersebut.
“BPKH harus lebih berani berinvestasi langsung di sektor-sektor riil yang mendukung ekosistem haji seperti penginapan dan transportasi. Return dari sektor riil itu tinggi, meskipun dengan risiko yang lebih besar,” tambahnya.
Ia juga menilai struktur BPKH perlu direformasi. “Saat ini, BPKH didefinisikan sebagai badan nirlaba. Tapi seharusnya bisa seperti entitas syariah yang walaupun profit oriented, tetapi tetap amanah, dan fleksibel untuk berinvestasi,” tegasnya.
Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Syariah IPB University ini juga menyarankan agar Indonesia mencontoh Tabung Haji Malaysia yang berhasil menyubsidi hingga 55 persen biaya haji. Langkah itu ditempuh melalui ekosistem bisnis yang mencakup lebih dari 30 perusahaan, termasuk di sektor strategis seperti kelapa sawit. Bahkan, sebut dia, beberapa kebun sawit Tabung Haji Malaysia berada di Indonesia, dengan merek seperti TH Plantation.
ADVERTISEMENT
Ia mengungkap, meskipun jumlah jemaah Malaysia hanya sepersepuluh dari Indonesia, manfaat yang diperoleh sangat signifikan karena efisiensi dan tata kelola yang kuat. Padahal, dana yang dikelola BPKH relatif lebih besar daripada Tabung Haji Malaysia.
“Jika subsidi bisa ditingkatkan hingga 70 persen dari hasil pengelolaan keuangan haji yang optimal, biaya yang dibayar jemaah bisa jauh lebih ringan,” kata Dr Irfan.
Namun, ia juga menekankan bahwa efisiensi saja tidak cukup tanpa pengelolaan keuangan yang transparan, akuntabel, dan berdampak. Hal ini tidak akan tercapai jika kerangka hukum dan kelembagaan BPKH tidak direvisi. Ia memberi contoh tentang keterbatasan BPKH dalam menyediakan cadangan risiko karena statusnya sebagai badan nirlaba.
Koordinasi antarotoritas juga dinilainya krusial. Tahun ini merupakan tahun terakhir Kementerian Agama menyelenggarakan haji sebelum diserahkan ke Badan Penyelenggara Haji (BPH). Oleh sebab itu, Dr Irfan menyebutkan sinergi antara BPH dan BPKH sangat penting agar tidak terjadi miskomunikasi atau tumpang tindih dalam perencanaan dan pelaksanaan haji.
ADVERTISEMENT
"Terakhir, pengembangan sektor halal, khususnya di bidang makanan dan minuman, perlu terus digencarkan agar dapat menembus pasar Arab Saudi dan Timur Tengah, dengan dukungan dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Kementerian Perindustrian,” pungkasnya. (Fj)