Konten dari Pengguna

Satu Bandara, Tiga Nama

Busron Sodikun - Sesdilu MAN74B
Food enthusiast. Kelompok bubur gak diaduk.
17 Juni 2023 7:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Busron Sodikun - Sesdilu MAN74B tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lahir hampir 80 tahun yang lalu saat penjajahan Jepang, bandara yang satu ini sebenarnya bukan pemain baru di dunia penerbangan tanah air. Kehadirannya bernilai strategis untuk mempercepat pergerakan logistik dan personil tentara Jepang kala itu dalam menaklukkan dan mengendalikan kota-kota penting di Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
Paska kekalahan Jepang di Perang Dunia Kedua, keberadaan bandara ini relatif tidak terdengar. Baru kemudian pada tahun 1995, pembangunan landasan pacu bandara ini mulai ditambah sepanjang 900 meter sehingga menjadi total 1.400 meter. Pada tahun 2011 bandara ini memiliki landasan pacu sepanjang 2.400 meter, dan kemudian menjadi 2.650 meter, dengan lebar 45 meter pada tahun 2015.
Dengan panjang landasan pacu mencapai 2.650 meter, Bandara ini dapat melayani pesawat ukuran medium seperti Boeing 737 dan Airbus 320. Foto: dok. pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dengan panjang landasan pacu mencapai 2.650 meter, Bandara ini dapat melayani pesawat ukuran medium seperti Boeing 737 dan Airbus 320. Foto: dok. pribadi

Nama Pertama

Pada Maret 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan langsung pengoperasian Bandara ini dan diberi nama “Silangit”, yang berasal dari satu ungkapan kata dalam bahasa batak, yakni ‘Silang di langit’ atau “Salib di langit”, yang memiliki makna sebagai simbol keselamatan.
Warga setempat meyakini kata Silangit sebagai ungkapan keselamatan jiwa dan raga saat menyikapi kepedihan di masa penjajahan Belanda yang menelan banyak korban jiwa. Sehingga setiap kali ada anak yang bertanya kepada ibunya tentang keberadaan ayahnya, jawabnya sudah pasti ‘Silang di langit i amang inang haporusan’ (Salib di langit itulah Nak keselamatan)”.
Nama "Silangit" relatif lebih mudah diucapkan dan sudah lazim digunakan oleh masyarakat setempat. Foto: dok. pribadi

Nama Kedua

ADVERTISEMENT
Saat kita hendak terbang menuju Bandara Silangit untuk berwisata ke Danau Toba, jangan kaget dan bingung jika kita diberikan boarding pass yang sama sekali tidak memuat nama “Silangit”, karena nama yang tertulis di boarding pass adalah “Siborong-borong”.
Jangan panik, karena Siborong-borong itulah tujuan kita, bukan Silangit. Foto: dok. pribadi
Kalau sudah membaca tulisan “Siborong-borong” di boarding pass, jangan juga kita mencari nama “Siborong-borong” di papan pengumuman keberangkatan. Tidak akan ketemu, karena yang ditulis di papan pengumuman adalah “Silangit”. Cukup mengerenyitkan dahi bukan?
Tulisan di papan pengumuman yang sebutkan tujuan kita adalah "Silangit" dan bukan "Siborong-borong". Foto: dok. pribadi
Usut punya usut, Siborong-borong ini rupanya adalah nama salah satu kecamatan, di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Jadi sebelum berangkat naik pesawat ke Danau Toba, memang banyak informasi yang harus kita gali terlebih dahulu.

Nama Ketiga

Namun demikian, dari semua kebingungan itu, hanya sedikit yang mengetahui bahwa sebenarnya sejak 3 September 2018, Bandara Silangit sudah berubah nama resminya menjadi Bandar Udara Internasional Raja Sisingamangaraja XII, melalui SK Menhub No. KP 1404 tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa, meskipun orang setempat masih menyebutnya bandara "Silangit", sedangkan boarding pass menuliskan “Siborong-borong”, namun nama yang disebutkan oleh pramugari sesaat setelah landing adalah “welcome to Sisimangaraja XII International Airport”.
Bandara Internasional Sisimangaraja XII merupakan pintu gerbang wisatawan untuk menikmati keindahan alam Danau Toba. Foto: dok. pribadi
Mengagumkan bukan? Bahkan sebelum kita dibuat takjub dengan keindahan Danau Toba sebagai Danau Vulkanik terbesar di dunia, kita sudah langsung terpesona dengan drama nama-nama bandara ini sebagai “pintu gerbang” kawasan wisata Danau Toba. Semoga perbedaan ini menjadi keunikan serta memperkaya sejarah Tanah Batak, dan bukan memperuncing perbedaan.
--o0o--
ADVERTISEMENT