Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Balik ke Kos Setelah Pulang Kampung, Kenapa Rasanya Suka Sedih?
30 April 2025 18:13 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nafisa Fatma Azizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bagi anak rantau, pulang ke rumah selalu menjadi momen yang paling dinantikan. Bertemu keluarga, duduk bersama di meja makan, menikmati masakan rumahan, dan merasakan suasana akrab yang hanya bisa ditemukan di rumah. Semua terasa begitu hangat, nyaman, dan membuat waktu seolah berjalan lebih lambat.
ADVERTISEMENT
Namun, semua kehangatan itu mendadak memudar begitu harus kembali ke kost. Setibanya di kamar, suasana langsung berubah. Sepi, dingin, asing. Tidak ada lagi suara riuh di ruang tamu, tidak ada aroma masakan dari dapur, tidak ada suara televisi yang menyala di latar belakang, yang ada hanyalah keheningan, tembok kamar, dan suara langkah kaki sendiri.
Kost yang selama ini terasa nyaman, kini seperti berubah menjadi tempat yang kaku dan hampa. Benda-benda di kamar tetap berada di posisi yang sama, tapi rasanya ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak bisa dipegang, namun sangat terasa, yaitu kehangatan.
Fenomena ini sering disebut sebagai post-holiday blues. Sebuah perasaan sedih, hampa, atau kehilangan setelah meninggalkan suasana menyenangkan, seperti liburan atau, dalam hal ini, pulang kampung. Perasaan ini wajar dialami banyak orang, khususnya mereka yang merantau jauh dari keluarga.
ADVERTISEMENT
Pulang kampung bukan hanya soal bertemu keluarga. Itu juga tentang mengisi kembali energi emosional yang perlahan habis oleh kesibukan sehari-hari. Di rumah, perhatian kecil seperti pertanyaan "Mau makan apa hari ini?" atau sekadar disiapkan sarapan terasa sederhana, tapi diam-diam membangun kenyamanan yang sulit ditemukan di tempat lain.
Saat semua itu harus ditinggalkan, tubuh kembali berhadapan dengan rutinitas yang keras. Bangun sendiri, masak sendiri, mengurus diri sendiri. Tidak ada lagi yang menyambut dengan pelukan atau sekadar tatapan hangat saat pulang dari luar. Kamar kost, sekecil atau sebesar apa pun, tetap tidak bisa menggantikan perasaan "dipunyai" seperti di rumah. Di tengah rasa kehilangan itu, rasa baper pun perlahan muncul.
Kenapa sih, setelah pulang kampung, balik ke kos terasa seperti patah hati?
ADVERTISEMENT
1. Suasana Rumah Terlalu Nyaman
Di rumah, segalanya terasa lebih hangat. Ada tawa keluarga, makanan kesukaan, dan obrolan santai. Balik ke kos yang sepi membuat semua kehangatan itu terasa hilang seketika. Hanya dalam hitungan jam, semua kenyamanan itu berubah menjadi hening.
2. Kembali ke Rutinitas yang Melelahkan
Kalau di rumah masih bisa menikmati momen santai, di kos realita menunggu tanpa ampun. Tugas-tugas, pekerjaan, hingga rutinitas yang tiada habisnya seolah menyerbu dari segala arah. Masa santai yang baru saja dirasakan terasa terlalu cepat berlalu.
3. Sunyi Tanpa Kehadiran Orang Tersayang
Suara tawa keluarga yang sebelumnya menemani kini tergantikan oleh keheningan. Tak ada lagi percakapan ringan di sore hari atau suara langkah kaki di koridor rumah. Kini, yang terdengar hanya suara laptop, kipas angin, atau kendaraan lalu lalang dari kejauhan.
ADVERTISEMENT
4. Kamar Kos Terasa Asing
Meskipun kamar itu sudah berbulan-bulan ditempati, tetap saja rasanya seperti kembali ke tempat asing. Dinding yang kosong, aroma ruangan yang tak berubah, dan barang-barang yang diam di tempat membuat hati terasa lebih sendu.
5. Kenangan di Rumah Masih Terngiang
Setiap sudut rumah, setiap tawa, setiap hidangan sederhana di meja makan terus berputar di kepala. Kenangan itu seolah belum rela ditinggalkan, membuat hati terasa berat untuk kembali ke keseharian di rantau.
Rasa kosong ini makin terasa saat malam datang. Ketika aktivitas sudah selesai, tugas sudah dikerjakan, dan satu-satunya yang terdengar hanyalah suara dengungan kipas angin. Di saat-saat seperti itu, rasa rindu makin menjadi-jadi, menyerang diam-diam tanpa aba-aba. Namun, rasa ini bukan sesuatu yang harus ditakuti.
ADVERTISEMENT
Belajar hidup di kost mengajarkan banyak hal. Belajar bahwa sepi bukan berarti sendiri. Belajar bahwa mandiri bukan berarti harus kuat setiap saat. Ada kekuatan tersendiri dalam mengakui bahwa rindu itu ada, dan tidak apa-apa merasakannya.
Sedikit demi sedikit, kost bukan lagi tempat asing. Suara ketukan pintu dari teman sebelah kamar, aroma mi instan yang menguat dari dapur bersama, hingga tumpukan buku di meja belajar perlahan mengisi ruang-ruang kosong itu. Kost menjadi bagian dari perjalanan. Tempat sementara, namun penuh makna.
Kos mengajarkan bagaimana bertahan, bagaimana mengobati rindu dengan cara sederhana seperti menelpon orang di rumah, atau sekadar merapikan kamar sambil memutar lagu favorit. Hal-hal kecil yang membantu menjaga waras di tengah kesunyian.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, rasa sedih saat kembali ke kos justru memperlihatkan betapa berharganya arti rumah dan keluarga. Suatu hari nanti, ketika waktu berlalu dan hidup membawa langkah ke tempat-tempat baru, kamar kos itu pun akan menjadi bagian dari kenangan yang dirindukan. Tempat di mana tawa, tangis, kesepian, dan semangat pernah bertemu menjadi satu.
Sepi yang dulu menakutkan, kelak menjadi saksi betapa kuatnya seseorang bertumbuh.