Tak Kenal Maka Tak Sayang

Ni Made Susilawati
Mahasiswa Penerbitan (Jurnalistik) Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
31 Mei 2022 14:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ni Made Susilawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Ketika Wisata Bersama/Foto: Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Foto Ketika Wisata Bersama/Foto: Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pepatah yang digunakan untuk mendeksripsikan kami. Menurut kami sahabat adalah rumah, tempat dimana kami dapat bercerita, bercanda bersama teman sepantar tanpa rasa sungkan.
ADVERTISEMENT
Momen ini pertama kali terjadi tahun 2017 ketika pertama kali kami menginjakan kaki ke dalam ekstrakurikuler band yang berada di sekolah.
Memang rasanya tak seru jika berkumpul tanpa berkomunikasi. Salah satu dari kami pun mencoba memberanikan diri untuk mulai pembicaraan dengan perkenalan santai sambil membahas hal-hal kecil, walaupun suasananya sedikit kikuk lambat laun kami bisa berbaur.
Kebetulan yang sangat beruntung adalah ketika kami sadar bahwa kami berasal dari kelas yang sama, hal inilah yang akhirnya membantu kami berenam menjadi lebih cepat dekat satu sama lain. Apalagi kelas yang tidak akan berubah selama tiga tahun berturut-turut.
Waktu yang terus berlalu, pertemuan yang semakin sering terjadi, pembicaraan yang mulai menyambung, seperti pepatah Tak Kenal Maka Tak sayang yang bermakna tanpa perkenalan kita tak akan bisa dekat.
ADVERTISEMENT
Inilah yang terjadi pada kami, bagaimana akhirnya kami sering bermain bersama hingga akhirnya membentuk kelompok, baik kelompok dalam pelajaran, kelompok bermain bahkan kelompok dalam ekstrakurikuler.
Syafa Quamila, remaja perempuan berambut panjang dengan suaranya yang sedikit nyaring paling sering menjadi penengah jika ada yang bertengkar.
Laurensia Apriliniovita Putri, remaja perempuan pemilik rambut tebal sikapnya yang sedikit pendiam terkadang menjadi pilihan terbaik untuk dijadikan tempat cerita yang aman.
Priskila Pitaloka Margaretha, satu-satunya sosok yang paling gemar menghias diri dari kami berenam, sikapnya yang mudah bergaul, dan suka bercanda selalu menjadi senter yang menghidupkan suasana jika berkumpul.
Razkia Safira, penyuka kucing dengan sikapnya yang sedikit keras kepala terkadang menjadi sulit jika kami hendak mengambil sebuah keputusan. Namun, menjadi satu-satunya sosok paling berani untuk melakukan hal baru.
ADVERTISEMENT
Putri Eka Febriana, perempuan dengan kacamata yang selalu bertengger di tulang hidungnya, sikapnya yang penyabar terkadang selalu dijadikan objek kejahilan.
Ni Made Susilawati, perempuan Bali berambut panjang, pemilik selera humor yang rendah menjadi paling berisik dengan tawanya.
Banyak hal yang sudah kami lalui selama tumbuh dan berkembang bersama di SMK Grafika Desa Putera. Apalagi rutinitas kami yang selalu merayakan setiap salah satu dari kami ada yang berulang tahun, bagaimana kami menyisihkan uang untuk berpatungan, dan memberikan objek kenangan sebagai pengingat bahwa kami pernah berkawan.
Namun, nampaknya kami pun melupakan fakta bahwa setiap pertemuan selalu ada perpisahan. Sampai akhirnya dimana kami selesai sidang laporan, kami menyadari bahwa setelah ini kami akan sibuk dengan berbagai ujian dan lanjut memutuskan masa depan.
ADVERTISEMENT
Waktu itu pun tiba, dimana kami berpisah dan berpencar memasukki Perguruan Tinggi yang berbeda dengan berbagai jurusan, ada yang berhasil menjadi mahasiswa kesehatan, komunikasi, DKV, dan Penerbitan.
Memang rasanya sedih, apalagi sepi yang begitu terasa. Namun itu hanyalah sementara, karena sesibuk apapun, kami tetap dapat kumpul bersama sambil berbagi cerita berbeda dengan tawa yang sama di dalam rumah bernama rumah Kila.