Konten dari Pengguna

Melangkah Tanpa Membuat Orang Lain Patah

Nia Almadani
Mahasiswa Institut Agama Islam Al-Zaytun Indonesia (IAI AL-AZIS), Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4 Januari 2024 18:22 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nia Almadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Melangkah tanpa membuat orang lain patah lebih indah tanpa rasa bersalah. (Sumber: www.canva.com)
zoom-in-whitePerbesar
Melangkah tanpa membuat orang lain patah lebih indah tanpa rasa bersalah. (Sumber: www.canva.com)

Bagian 1: Pagi yang Santai

ADVERTISEMENT
Pagi itu, matahari menyapa dunia dengan lembutnya, membangunkan seorang gadis remaja di kamar sederhana. Senyum tipis terukir di bibirnya, dan rambut hitamnya terurai indah. Kesejukan pagi memenuhi ruangan, menciptakan atmosfer yang tenang dan damai.
ADVERTISEMENT
Gadis itu bernama Zaviera Anastasya. Kehidupannya sederhana namun penuh makna. Setiap langkahnya membawa aroma kopi dan keceriaan. Semenjak kecil, Zaviera tahu bahwa kebahagiaan tak selalu terletak pada kemewahan, melainkan pada apresiasi terhadap setiap momen kecil.
Setelah membereskan tempat tidurnya, Zaviera menuju dapur kecil untuk membuat sarapannya. Setangkup roti hangat dan secangkir teh menjadi teman setianya di pagi yang cerah ini. Sederhana namun cukup untuk membuat Zaviera merasa bersyukur.
Di tempat tidurnya, Zaviera merenung sejenak tentang kehidupannya. Dia bukan gadis yang paling mencolok di sekolahnya, namun senyum dan sapaannya selalu menciptakan ruang hangat di sekitarnya. Dia tahu betul bahwa setiap individu membawa cerita masing-masing, dan dia selalu siap mendengarkan.
Layaknya novel dan serial drama yang memiliki banyak bab dan episode, Zaviera merasa setiap cerita selalu ada alur yang unik dan tantangan baru di setiap episode. Yang membuat dirinya menebak bagaimana akhir alur cerita tersebut.
ADVERTISEMENT
Di siang hari jam istirahat sekolah, Zaviera dan teman-temanya, Kanya dan Elea. Sudah dahulu berada di kantin. Sembari menyantap beberapa snacks yang mereka pesan dan bekal yang mereka bawa, mereka juga membawa cerita yang siap di ceritakan satu sama lain.
Zaviera bercerita bahwa, akhir-akhir ini, merasa apa yang ia lakukan, yang awal tujuannya untuk ke hal yang positif malah berbanding terbalik dengan apa yang di harapkanya. Seperti halnya tersenyum menyapa semua orang, ada yang beranggapan bahwa dia ramah dan ada juga yang beranggapan bahwa, dia melakukannya hanya untuk mencari perhatian guru.
“Kenapa ya? Apa yang kita lakukan selalu ada hal positif dan negatifnya, dan sisi negatif jadi sorotan utama?” ucap Zaviera kepada Kanya dan Elea.
ADVERTISEMENT
“Mungkin karena manusia cenderung memiliki emosional yang kuat, sehingga lebih merespons dengan lebih intens terhadap ketakutan, kekhawatiran, atau ancaman dibandingkan dengan hal yang positif,” jawab Elea.
"Setuju," kata Elea. "Tapi kembali lagi ke individu masing-masing bagaimana kita merespons hal tersebut, mungkin kamu sudah berupaya sebaik mungkin. Tapi, setiap orang punya cara pandang yang berbeda-beda. Kita juga tidak bisa memaksakan orang lain suka sama kita, ibarat aku menyuruh Zaviera untuk makan durian, buah yang kamu tidak suka, pasti sulit bukan? Jadi maklumkan saja, itu hal wajar," ucap Kanya.

Bagian 2: Senyum di Sekolah

Di koridor sekolah, Zaviera berjalan dengan penuh keyakinan, menyapa teman-temannya dengan ramah. Dia bukan bintang kelas, tapi kehadirannya selalu memberikan kecerahan. Guru dan teman-temannya menghargai rendah hatinya yang begitu alami.
ADVERTISEMENT
Suatu hari, di perpustakaan sekolah, takdir membawanya bertemu dengan seorang anak yang kesulitan memahami pelajaran matematika. Tanpa ragu, Zaviera duduk di sebelahnya,
“Zam, mau aku bantu mengerjakan tugas?” tanya Zaviera,
“Wah boleh banget Vir, jadi enak haha,” jawab Azam sambil tertawa.
Zaveira membagikan pengetahuannya dengan sabar. Dia tak hanya memberi jawaban, tapi membantu anak itu memahami setiap rumus dan langkah-langkahnya.
“Sebelumnya terima kasih, sudah mau membantu mengerjakan tugas, Vir,” ucap Azam,
“Sama-sama Zam,” jawab Zaviera sambil tersenyum kecil kepada Azam.
“Benar kata orang-orang ya vir, kamu baik, ramah pula.”
Zaviera menanggapi ucapan Azam.
“Sebenarnya kita baik dan ramah ke orang lain itu bare necessities, itu hal wajar yang dilakukan oleh setiap manusia. Ibarat Koki yang mahir dalam memasak makanan yang enak sekalipun, jika orang lain tidak merasakan, rasa makanan buatan Koki tersebut, bagaimana dia dapat di cap sebagai Koki yang andal. Toh berbagi ilmu ke orang lain tidak merugikan kita juga, selagi kita bisa kenapa tidak.”
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian, anak itu mulai percaya pada kemampuannya. Di matanya, Zaviera bukan hanya teman sekelas, tapi juga sosok yang menginspirasi. Gadis rendah hati ini berhasil menanamkan kepercayaan pada orang lain, sebagaimana dia selalu percaya pada dirinya sendiri.

Bagian 3: Pelajaran Seni dan Perasaan

Di kelas seni, Zaviera mengekspresikan perasaan dan pemikirannya melalui lukisan-lukisannya yang penuh warna. Dia bukanlah seniman terkenal, tapi setiap goresannya mampu menceritakan kisah yang dalam. Dia merangkul setiap warna sebagaimana dia merangkul perbedaan di sekitarnya.
Itu sebabnya ia kurang menyukai ketika ada orang yang meniru hasil karyanya, baik itu dengan sengaja maupun tidak. Pasalnya, setiap individu perlu mengungkapkan perasaan mereka sendiri, baik melalui lukisan maupun karya yang mereka ciptakan sendiri.
ADVERTISEMENT
Di suatu sore, Zaviera terlibat dalam proyek sukarela di panti asuhan setempat. Ketika sedang bermain Bersama anak-anak kecil, Zaviera merenung,
“Ternyata tidak semua anak mendapatkan privilege dari orang tuanya. Dulu aku berpikir bahwa setiap anak tumbuh dengan orang tua yang lengkap, tapi tidak dengan mereka. Rasanya sedih, tapi tidak sepatutnya aku mengasihani mereka, sebab aku tahu, tidak enak rasanya bila dikasihani oleh orang lain. Dari mereka aku jadi lebih tahu arti kata bersyukur yang sebenarnya, aku jadi mengubah pola pikirku sekarang. Jika mereka tidak dapat privilege dari orang tuanya, maka mereka layak mendapatkan privilege dari orang sekiatarnya.”
Bermain dan tertawa dengan anak-anak kecil, memberi mereka harapan dan keceriaan. Bagi Zaviera, kebahagiaan bukan hanya miliknya, tapi harus dibagikan kepada orang lain, terutama yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Waktu berlalu, dan Zaviera semakin dekat dengan kelulusan. Rasa bangga bukan hanya karena pencapaian akademisnya, melainkan karena jejak kebaikan yang telah ditanamnya di hati setiap orang yang pernah dia temui. Dia sadar bahwa hidup bukan hanya tentang dirinya sendiri, tapi juga tentang bagaimana kita membantu orang lain.
Dan membantu orang lain yang sedang kesusahan, tidak membuat dia merasa di rugikan. Melainkan dia berpikir bahwa, di dunia ini banyak sekali orang-orang baik, jika kita belum bertemu orang baik tersebut maka jadilah salah satunya.

Bagian 4: Menyisihkan Waktu untuk Bintang

Di malam hari, Zaviera suka duduk di bawah langit bintang yang penuh keajaiban. Dia merenung tentang mimpi-mimpi kecil yang telah dia raih dan yang masih menanti di masa depan. Dia tahu bahwa kebesaran hidup terletak pada bagaimana kita berbagi kebaikan dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Bintang-bintang di langit mengajarkannya bahwa setiap orang di dunia ini seperti bintang. Meski tidak selalu bersinar paling terang, namun cukup untuk menerangi malam. Begitu pula dengan Zaviera, yang tidak mencari popularitas, namun cukup dengan menjadi cahaya kecil yang menyinari kehidupan sekitarnya.

Bagian 5: Merangkai Impian di Podium Kelulusan

Ketika hari kelulusan tiba, Zaviera berdiri di podium dengan senyum rendah hati di wajahnya. Jejak perjalanan hidupnya membentuk kepingan cerita yang penuh makna. Dia tidak hanya berhasil secara pribadi, tapi juga telah memberikan arti pada kehidupan orang lain.
Dia bukanlah gadis yang mencari popularitas, tapi kebaikannya telah menciptakan gelombang kebaikan di sekelilingnya. Di panggung kelulusan, dia menyampaikan pidato singkat tentang rendah hati, kebaikan, dan arti sejati hidup.
ADVERTISEMENT
Seiring dirinya meraih ijazahnya, Zaviera tahu bahwa kisahnya bukan hanya tentang dirinya sendiri, melainkan tentang bagaimana kebaikan bisa mengubah dunia. Bagaimana seorang gadis remaja yang rendah hati mampu menyentuh hati banyak orang, membawa inspirasi, dan merangkul kebahagiaan bersama.
Tamat.