Konten dari Pengguna

Cerita Nelayan 'Pemanah' di Toli-Toli: Loncat dari Perahu, Bertemu Hiu

Pena Pesisir
Komunitas Masyarakat Peduli Pesisir
5 Agustus 2019 16:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pena Pesisir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cerita Nelayan 'Pemanah' di Toli-Toli: Loncat dari Perahu, Bertemu Hiu
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ronal (47 tahun) adalah seorang nelayan di sebuah kampung pesisir di Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Ia terkenal dengan kemahirannya menyelam untuk menangkap ikan. Profesi nelayan telah dilakoninya sejak usia 15 tahun.
ADVERTISEMENT
Ronal dan rekannya sesama nelayan, biasanya melakukan kegiatan penangkapan ikan pada malam hari hingga menjelang subuh. Hal ini dikarenakan kondisi air pada malam hari relatif lebih tenang dan cahaya yang minim memudahkan proses penangkapan dengan metode panah.
Ikan-ikan pada malam hari tidak terlalu aktif seperti siang hari. Beberapa ikan sembunyi di bebatuan pada malam hari, hal ini memudahkan nelayan untuk menargetkan area pemanahan.
Mulai pukul 7 malam, Ronal beserta salah satu rekan nelayannya mempersiapkan peralatan memancing, seperti tali pancing, mata kail, umpan yang terdiri dari cacing atau ikan kecil, senter kepala, pisau belati, tali, serta alat panah yang mereka buat sendiri.
Biasanya untuk menangkap ikan batu yang bersembunyi di sela-sela bebatuan, sembari mereka menyiapkan peralatan, istri Ronal menyiapkan perbekalan seperti ikan goreng dari hasil tangkapan beserta dengan ubi jalar rebus yang ditanam di halaman rumah.
Setelah semua persiapan selesai pada pukul 8 malam, Ronal beserta rekannya bergegas menuju perahu mereka. Mereka mendayung perahu tersebut ke arah perairan yang cukup dalam dengan bantuan dayung dan angin.
ADVERTISEMENT
Mereka mendayung perahu tersebut hingga mencapai daerah perairan yang cukup gelap ke arah pulau-pulau kecil. Setelah mencapai titik perairan yang mereka anggap berpotensi untuk diekspolarasi, biasanya Ronal akan turun ke laut untuk melakukan penyelaman, sementara rekannya akan berjaga-jaga di atas perahu.
Di tengah kesunyian malam dan gelapnya lautan, Ronal kemudian menyelam ke bawah dengan hanya dilengkapi alat seadanya, seperti tali yang diikatkan di pinggang yang berguna untuk menarik tubuh Ronal saat terjadi sesuatu yang membahayakan di bawah sana.
Tali tersebut pun berfungsi untuk mempercepat proses naik ke atas permukaan laut untuk mengambil napas atau membawa hasil tangkapan.
Tak lupa senter kepala yang digunakan sebagai alat bantu penerangan untuk melihat serta mencari ikan buruan, juga panah sebagai alat utama.
ADVERTISEMENT
Namun, Ronal tidak dilengkapi dengan alat menyelam standar seperti yang seharusnya, terutama tabung oksigen. Hal ini dikarenakan harga alat tersebut tidak terjangkau baginya dan mayoritas nelayan lainnya.
Setiap hari, Ronal mendapatkan Rp 50.000 hingga Rp 100.000 jika beruntung dari hasil tangkapannya. Namun, ada juga kondisi di mana cuaca sedang tidak bersahabat sehingga ia tidak mendapatkan hasil tangkapan apa-apa.
Saat berada di bawah laut yang hanya diterangi cahaya senter dan bulan, tidak jarang Ronal berjumpa dengan ikan hiu. Melihat hiu di dalam akuarium saja sudah menakutkan, apalagi berjumpa dengan hiu di laut lepas dalam keadaan gelap.
Ronal mengatakan bahwa ikan hiu tidaklah semenakutkan itu apabila kita tidak sedang dalam kondisi terluka dan tetap tenang saat hiu melintas di dekat kita. Ronal biasanya mengantongi sebilah pisau yang tajam untuk berjaga-jaga apabila tiba-tiba diserang oleh predator, karena tak jarang ia terluka saat menginjak karang di bawah laut.
Menurutnya, tantangan paling berat yang sering terjadi adalah adanya arus bawah laut yang cukup kuat. Apabila tidak memiliki kemampuan menyelam yang cukup baik, ketenangan, pengetahuan mengenai arah arus, dan membaca tanda alam, serta kondisi tubuh yang prima, maka tidak jarang akan mudah bagi para nelayan untuk terseret oleh arus bawah laut. Belum lagi apabila badai tiba-tiba datang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, tantangan lainnya adalah tekanan di bawah laut yang cukup tinggi. Tanpa menggunakan alat selam standar, risiko yang akan dihadapi lebih besar. Jika tidak memahami wilayah perairan, memahami limit tubuh, pengaturan waktu bernapas serta perhitungan kedalaman laut, maka risiko yang akan dihadapi bisa fatal.
Tidak jarang ada yang hilang kesadaran saat salah memperhitungkan waktu untuk mengatur pernapasan dan kedalaman yang mereka tempuh. Dinginnya air di bawah permukaan laut pun menjadi tantangan tersendiri karena rawan akan terjadinya kasus hipotermia.
Risiko-risiko tersebut sudah menjadi makanan sehari-hari yang harus ia hadapi. Kalau hanya mengandalkan hasil ikan dari pancingan saja, menurut Ronal, ia jarang mendapatkan jenis ikan yang ia targetkan, di mana jenis ikan tersebut harganya lebih tinggi dan lebih diminati.
ADVERTISEMENT
Mengingat ia memiliki seorang anak yang harus dibiayai sekolahnya, ia pun memilih untuk mengambil risiko untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, walaupun sering kali nyawa menjadi taruhan.
Oleh: Deborah Estefanus