Kehidupan Pedagang Ikan Asin di Sendang Biru, Malang

Pena Pesisir
Komunitas Masyarakat Peduli Pesisir
Konten dari Pengguna
18 Desember 2019 20:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pena Pesisir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kehidupan Pedagang Ikan Asin di Sendang Biru, Malang
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Siang itu nampak perahu-perahu telah terparkir di tepian dermaga pelabuhan. Di sebelah pelabuhan terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang menjadi arus perekonomian utama para nelayan di Sendang Biru, pesisir selatan Malang.
ADVERTISEMENT
Namanya Supri (64), seorang laki-laki paruh baya yang memiliki lapak jualan ikan yang berada di pojokan dekat pintu keluar TPI. Terik siang yang cukup panas itu membuat kulitnya mengkilap karena keringat.
Hawa panas yang menyelimuti Sendang Biru membuat Supri menanggalkan kaos oblongnya dan membiarkan tubuhnya bertelanjang dada. Sesekali dia kibaskan kaosnya untuk melindugi dagangannya dari serangan gerombolan lalat.
Supri biasanya mengambil ikan kering dari daerah Banyuwangi untuk kemudian dijualnya kembali. Menurutnya, Banyuwangi lebih banyak jenis dan ragam ikan kering jika dibandingkan dengan yang ada di Sendang Biru.
Saat itu kondisi tangkapan ikan di Sendang Biru sedang menurun atau lebih dikenal dengan istilah ‘bukan musim ikan’.
Semilir angin khas daerah pesisir yang mulai terasa sejuk menandakan siang akan segera beralih ke sore. TPI mulai sepi dan hanya menyisakan beberapa penjual yang mulai merapikan dagangannya, begitu pun Supri.
ADVERTISEMENT
Supri mengaku, pada saat hari biasa mendapatkan omset untuk menjual ikan kering hanya berkisar 150- 200 ribu saja. Sedangkan apabila sedang akhir pekan atau hari libur omsetnya bisa naik 3 sampai 4 kali lipat dari omset di hari biasa.
Meskipun di hari biasa omsetnya masih terhitung kecil, tapi Supri memilih untuk konsisten berjualan sebab biaya sewa lapak juga cukup mahal. Biaya sewa serta biaya keamanan dalam bilik 5 x 5 meter itu di kenakan harga 1,5 juta per bulan.
Supri bersyukur karena pada akhir pekan dagangannya akan banyak yang laku. Hal ini didukung karena Sendang Biru juga memiliki tempat wisata yang jaraknya hanya 400 m dari tempat pelelangan ikan.
Saat akhir pekan, biasanya pengunjung wisata akan semakin banyak dan yang membeli oleh-oleh ikan darinya tentu saja juga meningkat.
ADVERTISEMENT
Meskipun hanya berjualan ikan kering, tetapi Supri bersyukur karena memiliki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga.
Supri berniat untuk terus mendorong anaknya untuk tetap bersekolah karena menurutnya, besar kemungkinan anaknya akan mendapatkan kehidupan lebih baik dan layak jika bersekolah dibandingkan dirinya yang putus sekolah.
Ketika ditanya kenapa tidak melaut dan mencari ikat seperti nelayan pada umumnya. Beliau menjawab bahwa umur menjadi salah satu kendalanya.
Selain itu, kebanyakan nelayan yang berada di Sendang Biru adalah nelayan dari luar kota yang kemudian menetap di Sendang Biru. Perahu-perahu besar yang bersandar umumnya juga bukan milik penduduk asli Sendang Biru.
Kehidupan yang berkecukupan dan sederhana sudah cukup bagi Supri. Supri menerangkan bahwa keluarga dan kesehatan juga termasuk rejeki, apalagi ketika anak-anaknya bisa bersekolah tinggi nantinya.
ADVERTISEMENT
Nampak guratan senyum dan mata yang teduh ketika Supri menjelaskan bagaimana kehidupan perekonomiannya selama ini.
Oleh: Siti Nuranisa