Kisah Anak-anak Pesisir yang Tak Tersentuh Pendidikan

Pena Pesisir
Komunitas Masyarakat Peduli Pesisir
Konten dari Pengguna
2 September 2019 17:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pena Pesisir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kisah Anak-anak Pesisir yang Tak Tersentuh Pendidikan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Anak-anak di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupatan Langkat, Sumatera Utara, tidak punya banyak pilihan. Di desa ini, jam pulang sekolah lebih awal dibandingkan sekolah yang ada di perkotaan.
ADVERTISEMENT
Saat pagi hari, anak-anak yang berusia sekitar 6-12 tahun pergi ke sekolah. Setelah pulang sekolah, anak-anak biasanya bekerja atas perintah orang tua mereka.
Kebanyakan anak laki-laki setelah pulang sekolah membantu orang tua mereka bekerja, sedangkan anak perempuan biasanya menjaga adik mereka, mencuci, atau pun bermain di sekitar rumah. Kegiatan itu hampir setiap hari mereka lakukan saat pulang sekolah.
Di Desa Jaring Halus ini hanya ada satu sekolah tingkat Sekolah Dasar (SD) yang bernama Madrasah Ibtidaiyah Swasta Al-Falah. Bangunan sekolah ini dapat dikatakan seperti sekolah panggung karena bangunannya yang mirip sekali dengan rumah panggung.
Madrasah Ibtidaiyah Swasta Al-Falah ini hanya memiliki tiga ruangan. Dalam satu ruangan biasanya digabung menjadi dua kelas. Misalnya, anak kelas 1 dan kelas 2 belajar bersamaan dalam satu ruangan dengan materi berbeda tanpa penyekat ruangan.
Hal tersebut membuat suasana belajar menjadi tidak kondusif. Bukan hanya kegiatan belajar di dalam kelas yang tidak kondusif, namun juga saat di luar kelas. Sekolah mereka tidak mempunyai lapangan layaknya sekolah lainnya. Mereka pun tidak pernah melakukan upacara.
ADVERTISEMENT
Jika ada kegiatan hari besar, mereka akan upacara di tepi pantai dengan membawa tiang bendera yang jauh dari kata layak. Mereka juga tidak pernah melakukan kegiatan olahraga siswa yang ada di sekolah lainnya. Keterbatasan itu membuat mereka pasrah akan keadaan mereka.
Karena di desa ini hanya ada satu sekolah, mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka saat mereka telah menyelesaikan tingkat SD. Jika mereka ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), maka mereka harus merantau atau keluar dari desa.
Kebanyakan anak nelayan di sini lebih banyak memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan mereka ke tingkat SMP. Mereka berpikir hal itu hanya akan membuang-buang uang mereka. Mereka lebih memilih mencari ikan untuk mendapatkan uang.
ADVERTISEMENT
Fikri, seorang siswa kelas 4 SD, adalah seorang anak nelayan yang memiliki cita-cita jadi dokter. Namun, ketika ditanya mengenai ihwal keinginannya setelah tamat SD, ia pun menjawab hanya ingin ikut mencari ikut di laut bersama bapak.
Keinginan Fikri untuk melaut seperti bapaknya sudah tertanam di pikirannya. Pulang sekolah maupun setelah tamat sekolah, ia harus membantu orang tua mencari uang.
Menyambung sekolah ke jenjang yang lebih tinggi rasanya menjadi suatu hal yang asing bagi masyarakat Desa Jaring Halus. Kebanyakan orang tua di desa ini menganggap bahwa takdir mereka tinggal di Desa Jaring Halus memanglah untuk berprofesi sebagai nelayan. Mereka akhirnya tidak berniat untuk menyekolahkan anak mereka ke tingkatan selanjutnya.
Oleh: Aisyah Safitri
ADVERTISEMENT