Eksistensi Ibu Kota Negara (IKN) Sebagai Pemerintah Daerah

Nicholas Martua Siagian
Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi
Konten dari Pengguna
6 Februari 2023 6:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nicholas Martua Siagian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penulis menjadi Narasumber Sosialisasi Peraturan Perundang - undangan Ibu Kota Negara (IKN). Sumber : https://www.youtube.com/live/-enfQMZa_D0?feature=share
zoom-in-whitePerbesar
Penulis menjadi Narasumber Sosialisasi Peraturan Perundang - undangan Ibu Kota Negara (IKN). Sumber : https://www.youtube.com/live/-enfQMZa_D0?feature=share
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Eksistensi Ibu Kota Negara Sebagai Pemerintah Daerah Dalam Rezim Penyelenggaraan Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
ADVERTISEMENT
Konsep otorita Ibu Kota Negara merupakan barang baru dalam ketentuan ketatanegaraan di Indonesia. Hal tersebut karena ketentuan mengenai otorita tidak sama sekali diatur dalam ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Tentu saja, dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2022 tentang Otorita Ibu Kota Negara menimbulkan kontroversi bagi para pakar hukum tata negara. Mengenai pemindahan ibu kota sendiri merupakan rencana yang dicanangkan jauh sebelum Presiden Joko Widodo menjadi Presiden. Rencana tersebut pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1950’an yang pada saat itu mencanangkan Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Ibu Kota baru. Selanjutnya, wacana tersebut sempat tidak terdengar lagi hingga pada tahun 2019 sempat diaktifkan kembali oleh Presiden Joko Widodo pada Mei 2019. Bahkan, rencana tersebut menjadi salah satu isu strategis yang dimasukan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2014 (RPJMN 2020-2024) serta pengaturannya dicanangkan di dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020-2024.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui proses pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden, akhirnya pada tanggal 14 Februari 2022 undang-undang yang membahas mengenai Ibu Kota Negara disahkan menjadi undang-undang. Dalam undang-undang yang disahkan dan diberi nomor Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ini setidaknya mengatur mengenai beberapa hal seperti: penggunaan konsep otorita dalam mengatur daerah kekhususan, hubungan antara konsep pusat dan daerah, dan  pemberian wewenang terhadap kepala otorita yang disamakan dengan kementerian. Selain itu, pada undang-undang ini juga mengatur mengenai pemindahan, persiapan, dan pembangunan ibu kota negara.Mengenai hal tersebut, terdapat beberapa catatan yang setidaknya menjadi perhatian penulis. Yang pertama, mengenai konsep hubungan antara pusat dan daerah yang muncul dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2022 yang menjadi aturan delegasi dari Undang-Undang tentang IKN ini. Dengan dimasukkannya ketentuan bahwa Ibu Kota Negara yang akan dipimpin  oleh Kepala Otorita yang setara dengan kementerian, menimbulkan pertanyaan apakah otorita akan setara dengan kepala daerah setingkat dengan gubernur? Atau justru apakah kepala daerah akan dimasukan ke dalam sistem kabinet layaknya kementerian yang ada di Indonesia? Kedua, mengenai peraturan otorita yang menjadi kewenangan dari Kepala Otorita. Apakah selanjutnya Peraturan Kepala Otorita akan setara dengan Peraturan Menteri dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia? Lalu bagaimana legitimasi dari peraturan otorita yang dibentuk tanpa adanya check and balances dari Dewan Perwakilan yang mengurus hal-hal tertentu dalam konsep pelayanan publik?Dari hal-hal tersebutlah yang melatarbelakangi penulis untuk menulis tulisan ini. Adapun tulisan ini akan terdiri atas bagian penjelasan mengenai konstitusionalitas Otorita dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Selanjutnya, penulis akan membahas hubungan pusat dan daerah dengan diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2022 tentang Otorita Ibu Kota Negara. Di akhir, penulis akan menjabarkan mengenai beberapa konsekuensi yang ditimbulkan dengan adanya ketentuan  otorita yang ada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 beserta aturan turunannya. Tulisan ini akan ditutup dengan rekomendasi penulis yang dapat ditujukan pada pemerintah mengenai hal Otorita Ibu Kota Negara ini.
Ilustrasi Keberadaaan Ibu Kota Nusantara. Sumber : https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.menpan.go.id%2Fsite%2Fberita-terkini%2Fdari-istana%2Ftinjau-pembangunan-infrastruktur-ikn-presiden-ini-progres-yang-baik&psig=AOvVaw0_FPou_jJl_xnzWc5sCJIx&ust=1675700918600000&source=images&cd=vfe&ved=0CBAQjRxqFwoTCIiChsLm_vwCFQAAAAAdAAAAABAE
Konsep Otorita Ibu Kota Negara
ADVERTISEMENT
Penggunaan frasa “otorita” sebagai nama lain istilah Pemerintah Daerah Khusus IKN merupakan fenomena baru. Otorita bisa dimaknai sebagai bagian dari pengertian kawasan khusus (special district) yang dibentuk dalam suatu wilayah tertentu, memiliki tujuan tertentu, dan dikelola secara khusus, misalnya kawasan khusus industri atau kawasan khusus perdagangan. Jika dikaitkan dengan pemerintahan lokal, kawasan khusus dapat dimaknai sebagai pemerintah lokal yang terpisah dalam menyelenggarakan pelayanan publik pada daerah tertentu. Scott dan Bollens juga mengungkapkan hal serupa yakni kawasan yang disebut khusus merupakan bagian dari unit pemerintah. Namun, pemaknaan kawasan khusus (special district) dengan daerah khusus tidak memiliki penjelasan mengenai persamaan dan perbedaannya dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini menimbulkan kerancuan dasar hukum dalam memaknai otorita sebagai nama lain pemerintahan daerah khusus di IKN. Pembentukan daerah diatur dalam Bab VI tentang Penataan Daerah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Pasal 31 ayat (1) menyebutkan “Dalam pelaksanaan desentralisasi dilakukan penataan daerah.” Berdasarkan ketentuan Pasal 31 ayat (3), penataan daerah terdiri dari pembentukan daerah dan penyesuaian daerah. Kemudian Pasal 32 ayat (1) menyebutkan bahwa pembentukan daerah dibagi menjadi pemekaran daerah dan penggabungan daerah. Konteks munculnya wilayah administrasi baru yang menjadi wilayah administrasi Otorita IKN ini sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (1) huruf b yang menyebutkan “penggabungan bagian Daerah dari Daerah yang bersanding dalam 1 (satu) Daerah provinsi menjadi satu Daerah baru”. Artinya, wilayah IKN termasuk dalam pengertian ketentuan pemekaran daerah.Terdapat dua persyaratan mengenai pemekaran daerah, yaitu persyaratan dasar dan persyaratan administratif. Adapun persyaratan dasar meliputi persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan kapasitas daerah. Kedua persyaratan tersebut diperuntukkan bagi wilayah administrasi baru berupa provinsi, kabupaten, atau kota. Wilayah provinsi baru ditetapkan memiliki paling sedikit lima daerah kabupaten atau kota, wilayah kabupaten baru paling sedikit lima kecamatan, sedangkan wilayah kota baru paling sedikit terdapat empat kecamatan. Persyaratan administratif yang dimaksud dalam rencana penataan daerah terbagi menjadi dua syarat, yaitu untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten kota. Untuk daerah provinsi baru, harus terdapat persetujuan bersama antara DPRD kabupaten/kota dengan bupati/walikota terkait dan persetujuan bersama DPRD dan gubernur provinsi induk.Pembentukan Daerah Persiapan (sebagai daerah yang nantinya menjadi wilayah otonomi baru) diusulkan oleh gubernur kepada Pemerintah Pusat, DPR RI, atau DPD RI jika telah memenuhi persyaratan dasar. Usulan tersebut akan dinilai dan hasilnya disampaikan kepada DPR RI dan DPD RI.
ADVERTISEMENT
Konstitusionalitas Otorita Ibu Kota Negara Sebagai Pemerintah Daerah dalam Perpres Nomor 62 Tahun 2020 tentang Otorita Ibu Kota Negara 
Atas terbentuknya Undang  - Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Ibu Kota Negara, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (7) dan Pasal 11 ayat (l) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, perlu Peraturan Presiden tentang Otorita Ibu Kota Nusantara. Dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat 1 dijelaskan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang - undang. Sedangkan dalam Perpres Nomor 62 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara pasal 1 angka 2 dijelaskan bahwa, “Ibu Kota Negara bemama Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara”.  Apabila kita melihat hubungan antara pemerintah daerah dalam konstitusi dan otoriter yang ada di dalam Perpres Nomor 62 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Konstitusi yang berlaku saat ini tidak membuka kesempatan untuk membentuk bagian wilayah NKRI dalam bentuk lain dengan penyebutan selain dari 3 (tiga) macam daerah yang telah disebutkan di konstitusi yaitu provinsi, kabupaten, dan kota. Artinya, konstitusi Indonesia tidak  mengenal otorita sebagai daerah yang merupakan bagian dari NKRI yang mempunya pemerintahan daerah. Dalam Perpres Nomor 62 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara pasal 2 dijelaskan bahwa, Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan lembaga setingkat kementerian yang bertanggung jawab pada kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Nusantara. Keberadaan pasal 2 ( dua) dalam Perpres ini menimbulkan distorsi dalam rumusan pasal 1 angka 2 yang menjelaskan bahwa Otorita Ibu Kota Negara merupakan satuan pemerintahan daerah. Padahal dalam pasal 4 ayat (1) huruf b, bahwa otorita merupakan lembaga setingkat kementerian. Dengan demikian, Perpres yang merupakan turunan dari Undang  - Undang Nomor 62 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara menimbulkan kebingungan dan inkonstitusionalitas karena satuan pemerintah daerah tidak mengenal istilah otorita secara eksplisit berdasarkan Undang - Undang Dasar Tahun 1945.
ADVERTISEMENT
Perbandingan Konsep Struktur dalam Otorita Ibu Kota Negara dan Pemerintahan Daerah pada umumnya
Pemaknaan mengenai otorita sendiri merupakan sebuah konsep yang timbul dalam proses ketatanegaraan di Indonesia pasca diundangkannya Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara. Mengenai hal tersebut kita dapat mengacu kepada Undang-Undang Dasar terutama pada Pasal 18B yang berbunyi, “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Ketentuan ini merupakan solusi dengan cara  memberikan kekhususan tertentu terhadap sebagian daerah di Indonesia dengan memberikan pengakuan “Recognition’’ terhadap wilayah tertentu dengan kekhasan yang telah eksis sebelumnya. Kekhususan demikian kita dapat temukan pada provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang diberikan kekhususan dalam menjalankan pemerintahan sebagai bentuk pengakuan terhadap kekuasaan Kesultanan Yogyakarta. Begitu pula di wilayah lain seperti Aceh yang diberikan kekhususan tertentu dengan mengakui penggunaan syariat Islam karena mengakui kekhasan yang dimiliki oleh Aceh. Dalam ketentuan Pasal 125 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 diatur mengenai kekhususan daerah Aceh yang meliputi pada Hukum Syariah, Aqidah, dan Akhlak. Dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat (3) dijelaskan bahwa, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.” Sedangkan, dalam Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara pasal 13 ayat 1 dijelaskan bahwa, “Dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang undangan yang mengatur daerah pemilihan dalam rangka pemilihan umum, Ibu Kota Nusantara hanya melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, dan pemilihan umum untuk memilih anggota DPD.” Hubungan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa Otorita Ibu Kota Negara tidak mengenal adanya DPRD, namun menyelenggarakan pemilihan anggota DPD. Padahal, DPRD merupakan sarana legitimasi pemerintah daerah. Seharusnya, sebagai bentuk dari pemerintah daerah, DPRD harus tetap diakomodasi sebagai salah satu unsur pemerintahan daerah dalam rangka legitimasi pemerintah. Selain itu, dalam ketentuan Undang-Undang IKN ini mengatur mengenai kepala IKN yang setara dengan Kementerian. Pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang ini diatur bahwa, “Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.” Padahal, ketentuan pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.” Dalam undang-Undang Ibu Kota Negara mengatur mengenai konsep, persiapan,  pemindahan, pembangunan. Ketentuan tersebut masihlah terlalu multitafsir karena sangat mengatur hal yang cukup luas namun diatur dengan sangat sederhana. Hal demikian sangat memungkinkan terbentuknya norma baru di dalam aturan delegasi. Padahal aturan delegasi berfungsi untuk menjabarkan, memperjelas, dan merinci suatu norma. Alih-alih UU IKN ini membuka peluang bagi aturan delegasi untuk mengatur norma baru di dalamnya. Hal ini yang bisa kita temukan dalam ketentuan PP UU IKN yang mengenyampingkan UU pemerintahan Daerah. Jika kita telusuri lebih lanjut, Kepala Otorita diberikan kewenangan atribusi dalam membuat aturan otorita dan aturan kepala otorita. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 5 ayat (6) yang berbunyi, “Otorita Ibu Kota Nusantara berhak menetapkan peraturan untuk menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Nusantara dan/atau melaksanakan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara..” Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Yang jadi permasalahan selanjutnya adalah mengenai bagaimanakah letak peraturan otorita dalam hierarki peraturan perundang-undangan? Apakah peraturan otorita dapat disamakan dengan peraturan menteri atau justru setara dengan daerah?
ADVERTISEMENT
KESIMPULAN
Keberadaan Undang - Undang tentang Ibukota Negara memberikan distorsi/ kebingungan terkait hal konstitusionalitas Otorita Ibu Kota Negara sebagai pemerintah daerah. Bahwa dalam konstitusi Indonesia,. pemerintah daerah yang dikenal hanya terdiri dari tiga yaitu pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Istilah otorita yang ada dalam Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang  Ibukota Negara sama sekali tidak diatur dalam konstitusi. Dalam Perpres nomor 62 Tahun 2022 juga dijelaskan bahwa Otorita Ibukota Negara merupakan pemerintah daerah yang setingkat kementerian dan dipimpin oleh kepala otorita yang jabatannya adalah setingkat kementerian/lembaga. Dengan demikian, secara struktur dan kelembagaan, Otorita Ibu Kota Negara sudah menyimpangi amanat dari konstitusi dan undang - undang lainnya.
ADVERTISEMENT