Wacana Penambahan Jumlah Kementerian: Inovasi atau Inefisiensi Birokrasi?

Nicholas Martua Siagian
Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi Sivitas Akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Awardee Beasiswa Unggulan Kemendikbud RI, Penyuluh Antikorupsi Tersertifikasi LSP KPK.
Konten dari Pengguna
7 Mei 2024 11:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nicholas Martua Siagian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi undang-undang. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi undang-undang. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Baru-baru ini, berdasarkan pernyataan yang dikutip dari MetroTV News, Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto, diyakini akan mempertimbangkan efektivitas menambah jumlah kementerian. Hal ini merespons isu penambahan kementerian untuk menampung seluruh partai politik (parpol) yang mendukung pemerintahan ke depan.
ADVERTISEMENT
Penambahan jumlah kementerian itu merupakan salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalam Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN). Pembatasan jumlah kementerian yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dinilai sudah tidak relevan karena sejumlah urusan pemerintah yang diamanatkan UUD 1945 belum terwadahi.
Nomenklatur kementerian perlu ditata ulang, termasuk menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 41. Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) juga merekomendasikan adanya proporsionalitas jumlah kementerian koordinator, gagasan implementatif pembentukan kabinet ahli, serta keberadaan wakil menteri. Rekomendasi lain adalah penataan lembaga di lingkungan Istana Kepresidenan serta jabatan jaksa agung yang harus diisi non partai politik.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara pasal 15 disebutkan bahwa, “Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat).” Kementerian yang dimaksud adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator:
Menteri Bidang Teknis:
ADVERTISEMENT

Analisis

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan penegasan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Hal tersebut dinamakan Hak Prerogatif Presiden, di mana Presiden memiliki kekuasaan atau hak yang sebagai kepala negara (dalam hal ini presiden) yang bersifat istimewa, mandiri, dan mutlak yang diberikan oleh konstitusi dalam lingkup kekuasaan pemerintahan. Berdasarkan amanat UUD NRI Tahun 1945 dan UU tersebut, maka Presiden berhak untuk memiliki menteri yang akan membantu Presiden dalam menjalankan program-program pemerintahan.
Di samping kekuasaan Presiden yang tidak berbatas, Konstitusi juga memberikan batasan kepada Presiden bahwa untuk melakukan pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara harus diatur dalam undang-undang. Karena dengan berdasarkan undang-undang ini secara jelas dan tegas mengatur kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi kementerian negara yang akan membantu Presiden menyelenggarakan urusan pemerintahan. Jadi, hak presiden untuk menyusun kementerian negara sama sekali tidak dikurangi, apalagi dihilangkan.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, adanya wacana Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto untuk melakukan penambahan jumlah kementerian merupakan hak yang sah yang dimiliki oleh Presiden sebagaimana yang diatur dalam Konstitusi dan Undang-Undang Kementerian.
Namun, hak tersebut juga dibatasi bahwa penambahan kementerian yang diwacanakan haruslah berdasarkan undang-undang. Dan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa setiap rancangan undang-undang harus memiliki naskah akademik yang disertai dengan landasan pembentukan yang meliputi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Oleh karena itu, diperlukan alasan yang kuat, valid, kredibel, serta ilmiah mengapa perlu melakukan penambahan kementerian sebagaimana kondisi bangsa Indonesia saat ini.
Dalam Buku yang ditulis oleh Tri Widodo Utomo tentang Inovasi Harga Mati bahwa, “Inovasi dan Reformasi adalah dua hal yang saling membutuhkan. Tanpa adanya inovasi, reformasi akan terasa kering, kaku, dan terlalu formal. Tanpa Program reformasi yang terstruktur, inovasi menjadi kurang bertenaga karena tidak didukung oleh kerangka kebijakan yang kuat.”
ADVERTISEMENT
Undang-undang tentang Kementerian Negara ini adalah bertujuan melakukan reformasi birokrasi dengan membatasi jumlah kementerian paling banyak 34 (tiga puluh empat). Artinya, jumlah kementerian tidak dimungkinkan melebihi jumlah tersebut dan diharapkan akan terjadi pengurangan. Oleh karena itu, penambahan jumlah kementerian sebagaimana yang diwacanakan haruslah berlandaskan reformasi birokrasi sebagaimana yang diamanatkan dari bagian lampiran Undang-Undang Kementerian Negara.
Dari sisi perencanaan keuangan negara, bertambahnya jumlah kementerian negara sebagaimana yang diwacanakan maka akan berdampak kepada penggendutan jumlah pos-pos pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Padahal saat ini jumlah kerugian negara karena tindak pidana korupsi juga didominasi oleh kementerian negara.
Tantangan yang masih saat ini terjadi yang harus menjadi perhatian adalah pengadaan barang dengan harga tidak wajar akan menyebabkan kerugian keuangan negara, adanya transaksi yang memperbesar utang negara dampaknya kewajiban negara untuk membayar utang semakin besar dan memberatkan keuangan negara, piutang negara berkurang tidak wajar juga dapat menyebabkan terjadinya kerugian keuangan negara, jual beli jabatan yang masih kerap terjadi, dan kerugian negara lainnya. Hal tersebut juga ditandai oleh Skor Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia stagnan, ada di angka 34 pada tahun 2014 dan 2023. Dengan stagnasi tersebut, peringkat RI merosot lima tingkat dari 110 menjadi 115 dari total 180 negara.
ADVERTISEMENT

Rekomendasi