Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Pajak Sampah Makanan, Peluang di Balik Permasalahan
9 Februari 2025 9:24 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari NICKO KUSUMAJADI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Sampah Makanan, Sumber : https://unsplash.com/@srilanka](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkjsbkrqngrzxt65vv1v2bbd.jpg)
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan Food Waste Index pada tahun 2021 dari United Nations Environment Programme (UNEP), sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton per tahun dan menempati posisi 4 dalam negara dengan sampah makanan terbesar di Dunia. Sampah makanan merupakan salah satu masalah lingkungan yang perlu ditangani dengan serius oleh pemerintah Indonesia. Indonesia menghadapi tantangan yang semakin besar terkait limbah makanan, dengan jumlah sampah makanan yang semakin meningkat setiap tahunnya, menjadikan Indonesia salah satu kontributor terbesar limbah makanan secara global.
ADVERTISEMENT
Besarnya jumlah sampah makanan ini perlu menjadi perhatian, mengingat kelaparan juga masih menjadi suatu permasalahan di Indonesia, dibuktikan dari Indonesia masih menjadi negara tertinggi kedua dengan jumlah kelaparan tertinggi di ASEAN. Selain itu, masalah sampah makanan tidak hanya membebani lingkungan, tetapi juga menyoroti ketidakefisienan dalam manajemen makanan di berbagai industri, terutama di sektor restoran. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi limbah di berbagai tingkat, pendekatan yang lebih terstruktur perlu diperlukan untuk dapat mengubah kondisi limbah makanan di Indonesia.
Salah satu potensi yang dapat dipertimbangkan dalam melawan jumlah limbah makanan di Indonesia adalah dengan mengimplementasikan Food Waste Tax, yaitu mekanisme kebijakan yang dibuat untuk mengurangi limbah makanan dengan menerapkan sanksi finansial, baik kepada individu, bisnis, maupun organisasi yang membuang limbah makanan. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pengimplementasian food waste tax ini adalah dengan mengintegrasikannya ke dalam pajak yang sudah ada di Indonesia, yaitu Pajak Restoran. Mengingat limbah makanan di Indonesia terus menjadi masalah yang kian mendesak, pajak limbah makanan harus dipertimbangkan untuk diperkenalkan di tingkat pemerintah lokal, khususnya diintegrasikan ke dalam Pajak Restoran untuk mendorong praktik pengelolaan limbah yang lebih baik. Meskipun begitu, agar pajak ini dapat efektif dilaksanakan, diperlukan suatu sistem yang praktis, dapat diterapkan, serta adil.
ADVERTISEMENT
Mengapa Indonesia Membutuhkan Pajak Limbah Makanan?
Jumlah limbah makanan Indonesia yang semakin bertambah setiap tahunnya menciptakan berbagai ancaman terhadap lingkungan di Indonesia. Apabila tidak segera diatasi, eksternalitas negatif yang akan ditimbulkan dari limbah makanan tersebut dapat menghasilkan masalah baru yang akan sulit diatasi oleh pemerintah nantinya. Salah satu dampak yang dihasilkan dari menumpuknya limbah makanan tersebut adalah emisi metana yang muncul. Sampah makanan merupakan kontributor utama emisi metana di Indonesia, yang merupakan gas rumah kaca yang kuat yang mempercepat perubahan iklim. Gas Metana tersebut bahkan merupakan gas yang lebih berbahaya dibandingkan Karbon Dioksida dalam dampaknya terhadap pemanasan global, karena lebih kuat dalam menangkap panas di atmosfer.
Selain dampak buruk terhadap lingkungan, Indonesia juga mengalami efek samping negatif dari sisi Ekonomi dan Sosial. Menurut Bappenas, Indonesia mengalami kerugian antara Rp 213 triliun hingga Rp 551 triliun setiap tahunnya akibat dari limbah makanan, dimana jumlah itu setara dengan 4 hingga 5 persen dari GDP Indonesia. Selain itu, dari jumlah makanan yang dibuang secara percuma tersebut, menghilangkan bahan makanan yang sebenarnya dapat dikonsumsi oleh 61 hingga 125 juta manusia di Indonesia. Apabila jumlah makanan yang sebenarnya tidak dibutuhkan dapat ditekan untuk tidak disajikan, tentu hal ini dapat mengurangi limbah makanan yang dihasilkan. Tindakan ini dapat menekan atau dengan regulasi yang tepat bahkan dapat mengatasi permasalahan makanan di Indonesia, seperti kelaparan maupun stunting. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa usaha mengurangi limbah makanan ini masih belum banyak diterapkan di Indonesia. Berangkat dari fakta tersebut, maka dengan penerapan regulasi Pajak Limbah Makanan, diharapkan dapat membantu mengurangi volume limbah makanan sembari memanfaatkan Pajak yang diperoleh untuk mendanai program pemulihan makanan dan program pengelolaan limbah berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Penerapan Regulasi Limbah Makanan di Negara Lain
Saat ini, penanganan limbah makanan telah dilakukan di berbagai negara dengan regulasi dan sistem yang beraneka ragam. Beberapa negara memilih pajak dan denda sebagai cara mereka untuk menekan jumlah limbah yang kian hari semakin bertambah jumlahnya. Dengan beragamnya cara yang telah diimplementasikan untuk menangani limbah di berbagai penjuru dunia, Indonesia dapat melakukan benchmarking untuk mencontoh beberapa skema yang telah diimplementasikan negara lain. Beberapa negara, seperti Korea Selatan, Prancis, serta Swedia menunjukkan bahwa kebijakan pajak dan regulasi terkait limbah makanan mampu merubah perilaku masyarakat dan entitas bisnis, sehingga berdampak pada berkurangnya limbah makanan secara signifikan.
Korea Selatan misalnya, atas sistem pengelolaan limbah makanan yang mereka jalankan, yaitu berdasarkan Pay-As-You-Throw (PAYT) System, berhasil mengurangi limbah organik hingga 70%. Selain itu, sistem PAYT juga berhasil mendaur ulang limbah makanan dengan presentasi yang hampir sempurna, yaitu mencapai 95% dari total limbah makanan, yang kemudian didaur ulang menjadi kompos, pakan ternak, bahan produksi bioenergi, dan lain-lain. Pengimplementasian Pay-As-You-Throw ini sendiri dilakukan dengan cara mengharuskan penduduk atau pelaku bisnis kuliner, utamanya restoran, untuk membeli plastik sampah ramah lingkungan dari pemerintah. Plastik sampah tersebut nantinya akan dibuang ke tempat sampah khusus, dimana tempat sampah tersebut mampu menghitung berat dari sampah yang dibuang secara otomatis, dan pembuang sampah akan dikenakan biaya sesuai dengan berat sampah yang dibuang.
ADVERTISEMENT
Sistem Pay-As-You-Throw tersebut membuat penduduk dan pelaku bisnis kuliner bertanggung jawab secara finansial atas produksi limbah makanan mereka, mendorong mereka untuk mengurangi limbah serta mendaur ulang dengan lebih efisien. Dengan menerapkan kebijakan serupa, dan dengan diintegrasikan ke dalam peraturan perundangan yang sudah ada, Indonesia dapat mengurangi dampak lingkungan, meningkatkan ketahanan pangan, dan memperkuat keberlanjutan ekonomi melalui sistem pajak limbah makanan yang terstruktur dengan baik.
Bagaimana Pajak Limbah Makanan Dapat Diterapkan di Indonesia
Melihat contoh-contoh penerapan Food Waste Tax di berbagai negara di dunia, Indonesia dapat menerapkan skema mana yang dirasa menjadi best practices dan dapat diimplementasikan di Indonesia. Langkah awal yang dapat dipertimbangkan untuk diterapkan yaitu dengan mengintregasikan Food Waste Tax ini ke dalam sistem Pajak daerah di Indonesia, utamanya ke dalam Pajak Restoran, mengingat bahwa restoran adalah salah satu kontributor utama terhadap limbah makanan. Sebuah studi oleh Aksamala Foundation menemukan bahwa 35% dari restoran di Jakarta membuang limbah makanan dengan jumlah yang berlebihan, hingga mencapai rata-rata 2-3 kilogram/hari. Dengan memasukkan pajak limbah makanan ke dalam struktur pajak restoran, misalnya dengan menambahkan biaya tambahan limbah pada pajak restoran berdasarkan volume limbah makanan, dimana restoran bertanggung jawab sebagai pihak penanggung beban pajak, maka diharapkan Food Waste Tax tersebut dapat berfungsi sebagai motivator yang efektif bagi bisnis untuk mengadopsi praktik pengelolaan limbah yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Food Waste Tax juga dapat berfungsi sebagai insentif dengan adanya regulasi seperti opsi pengurangan pajak bagi pelaku usaha yang menjalankan praktik daur ulang makanan, sumbangan terhadap food bank, maupun pengomposan limbah. Nantinya, perolehan pendapatan dari sistem tersebut, dapat digunakan sebagai earmarking, yaitu kebijakan yang hasil perolehannya telah secara spesifik ditentukan peruntukannya, dimana dalam konteks Food Waste Tax ini, dapat dialokasikan untuk memperkuat infrastruktur pengolahan limbah, dan bahkan dapat digunakan untuk pelaksanaan program pengentasan masalah pangan, seperti stunting dan kelaparan.
Secara garis besar, Food Waste Tax dapat menjadi salah satu solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan limbah makanan di Indonesia. Sebagai permulaan, pelaksanaan kebijakan pengenaan Pajak limbah makanan tersebut dapat difokuskan untuk dikenakan terhadap usaha bisnis dengan mengintregasikan ke dalam kerangka kebijakan yang telah ada, dengan penambahan insentif bagi usaha yang melaksanakan praktik ramah lingkungan. Dengan begitu, Indonesia dapat memberlakukan kebijakan yang tersistem dan berkelanjutan, dengan tujuan utama untuk mengatasi permasalahan limbah makanan yang semakin menumpuk. Dalam jangka panjang, kemawasan publik, infrastruktur limbah yang lebih baik, serta mekanisme kebijakan yang kuat akan menjadi kunci keberhasilan. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat mengubah permasalahan limbah menjadi peluang, dan menciptakan manfaat ekonomi, lingkungan, serta sosial bagi negara Indonesia.
ADVERTISEMENT