Epos Ini Menjawab Gersangnya Kiprah Manajer Lokal di Premier League

Daniel Simanullang
Pandit abal2 Sepak Bola , Tarot Reader, Madridista, Pemain DOTA 2 role Support :),
Konten dari Pengguna
11 Agustus 2017 18:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daniel Simanullang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Epos Ini Menjawab Gersangnya Kiprah Manajer Lokal di Premier League
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Alan Pardew (adexsports.blogspot.com)
ADVERTISEMENT
Pekan ini merupakan pekan pembuka salah satu kompetisi sepak bola paling keren di kolong langit. Premier League akan memanjakan pecinta sepak bola dunia. Berbagai prediksi dan harapan akan adanya kejutan sudah menunjukkan tanda -tandanya. Media sudah memantau siapa saja pemain potensial dan siapa saja pemain yang akan jadi bahan lelucon.
Tidak lupa tagar soal ini itu sudah ada penjadwalannya dilakukan para netizen serta para buzzer. Mereka tinggal menunggu waktu kapan tagar itu disebarkan (bukankah begitu Mbah Wenger).Kisah-kisah masa lalu juga sudah diracik sedemikian rupa agar menjadi pengobat kala harapan dan ekspetasi tidak sejalan dengan realita (Wahai para Manchunian, masih ingat kan tragedi Perkedel FC yang legendaris itu?)
Namun tulisan kali ini bukan membicarakan tetek bengek hal remeh di atas, tidak ada faedahnya.
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, saya membaca kisah di laman yang kita cinta ini mengenai sosok-sosok manager di Premier League yang justru jadi pecundang secara kualitas dan kuantitas di rumah sendiri.
Hal ini sangat menarik dibahas.
Sebagai bagian pembuka topik ini, saya akan membawa Anda ke ruang ganti Real Madrid ketika menghadapi salah satu pertandingan di La Liga. Saat itu pertandingan tidak semudah yang diharapkan oleh pelatih Vicente Del Bosque. Para pemain terlihat tegang. Hidung besar pelatih Real Madrid mengintimidasi para pemain agar melakukan seperti yang disampaikan olehnya.
Panucci dan McManaman adalah sosok yang paling terlihat tegang dan tertekan di ruang ganti tersebut.
Di tengah emosi yang memuncak dan semua orang takzim akan petuah sang pelatih yang naik gula darahnya, Seedorf tiba-tiba bersuara dan berbicara kepada McManaman,
ADVERTISEMENT
" Nanti kamu buat seperti itu, lalu kamu berikan bola kepada saya."
Lalu ia berbicara kepada Panucci, "Kamu jangan seperti itu, harusnya seperti ini."
Sontak kamar ganti menjadi lebih panas, mata Del Bosque memerah dan nafasnya memburu, lalu dia membanting kursi di depannya,
"Hei bocah, tahu apa kamu dengan yang kamu bicarakan!"
sejurus kemudian pelatih yang membawa Spanyol juara dunia itu melemparkan jaket yang ada di hadapannya ke wajah Seedorf sembari tidak lupa mengatakan,
"Sepertinya saya tidak perlu ada di ruang ganti ini karena ada bocah yang sok tahu!"
Kisah itu merupakan folklore yang beredar di ruang ganti Real Madrid sampai saat ini, namanya folklore terkadang ada unsur kebenaran dan ada juga hiperbolanya.Hal yang menarik adalah ketika salah satu pelaku dalam kejadian dikonfirmasi dan membuat tanggapan atas apa yang terjadi kala itu.
ADVERTISEMENT
"Jujur saya terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Seedorf pada saat itu, mungkin karena dia masih muda sehingga terlihat wajar menggebu-gebu dalam bertanding termasuk kala menyampaikan ide atau gagasan yang kadang tidak mengenal waktu dan situasi."Ujar Macca.
"Kami di Inggris menganggap hal tersebut adalah hal yang tabu, apa kata pelatih adalah kebenaran mutlak yang harus kami lakukan. Mereka menyampaikan itu kepada para pemain, dan para pemain harus melakukan. Pemain percaya bahwa itu adalah hal terbaik mengingat pelatih mengatakan itu memiliki dasar, dasarnya adalah karena mereka sudah pernah ada pada situasi yang sama dan pengalaman mereka lebih banyak untuk menerjemahkan situasi tersebut ke arah lebih baik sesuai dengan taktik dan strategi tim."Lanjut Macca.
ADVERTISEMENT
Dari kisah di atas kita tahu bahwa masalah mendasar para manajer lokal Liga Inggris adalah sikap membebek kepada para mentor dan pelatih sewaktu mereka jadi pemain. Minim inovasi dan improvisasi secara taktik bermain, miskin motivasi, serta dangkalnya pencitraan kepada media adalah masalah-masalah klasik manajer lokal Liga Inggris.
Manajer lokal Inggris berpatokan pada pakem-pakem kolot yang dihadirkan para pendahulunya kala ia menjadi pemain, asisten, ataupun apapun sosok yang berhubungan dengan itu.Menjadi manajer atau pelatih di ranah Britania terkhusus di Inggris adalah sebuah pencapaian yang luar biasa. Kemapanan secara finansial hadir di tengah pusat industri sepak bola terbaik di dunia. Hal ini berbanding lurus juga dengan tekanan yang diterima akan ekspetasi dari pihak klub dan juga fans. Jangan lupa di kancah ini juga para manajer/pelatih akan beradu ilmu dengan sosok-sosok manager/pelatih lain yang punya filosofi berbeda soal sepak bola dan permainannya.
ADVERTISEMENT
Liga Inggris itu menarik karena merupakan panggung perang terbuka bagi para manajer/pelatih yang memiliki filosofi apapun. Mau tiki-taka, Cattenacio, Total Footbal, Kick and Rush, Jogo bonito, Gegen pressing, Parkir Bus, Sepak Bola seksi, dan lain -lain semua bisa masuk dan ambil bagian. Tidak ada batasan di sana kalau pakem X-lah yang layak diterima di Liga Inggris.Tidak juga lupa citra manajer atau pelatih juga hal yang layak diperhatikan kala hadir di sana.
Untuk menjadi salah satu manajer/pelatih berkarakter di Liga Inggris harus memiliki core dalam diri. Maksud core ini adalah dasar dan filosofi kala jadi pelatih atau manajer. Corenya bisa bermacam-macam, bisa seperti pribadi yang jenius dalam berstrategi layakny Pep. Bisa juga seperti Mou yang pragmatis namun pintar berkata-kata dan memotivasi pemain, atau bisa juga menjadi sosok penemu pemain-pemain potensial yang kelak dijadikan bintang dan dijual dengan harga mahal seperti tabiat sepak bola Arsene Wenger.
ADVERTISEMENT
Bila diperhatikan, di dunia sepak bola, dalam hal ini di Liga Inggris yang kita bahas, tidak ada satupun manajer atau pelatih yang sanggup menguasai semua core yang disampaikan di atas. Ada yang lemah di satu aspek , ada juga yang menonjol di aspek lainnya. Contoh yang bisa kita lihat adalah Rafael Benitez di akhir-akhir harinya di Liverpool. Gerrard mengatakan hari-hari terakhir Benitez di ruang ganti Liverpool bagi para pemain adalah sebuah neraka. Benitez menyampaikan ide atau gagasan taktik dan startegi yang harus dijalankan namun para pemain kehilangan motivasi.
Hal yang perlu diingat lagi dari seorang manajer atau pelatih adalah kepintaran berkata-kata di depan media, sebab media itu juga salah satu penunjang kemaslahatan karir seorang manajer/pelatih. Terlalu baik kepada media dan terlalu cuek kepada media juga memberikan efek tidak baik. Apalagi yang kita bahas ini adalah Liga Inggris yang terkadang omong kosong beritanya lebih besar daripada oplah penjualannya. Kita tahu terkadang media inggris demi periuk nasi perusahaan, para pekerjanya sampai harus mencari sumber dari tempat sampah lalu dipoles sedemikian rupa agara layak dijual (kalo hal seperti ini media Inggris lah jagonya.)
ADVERTISEMENT
Kembali kepada masalah gersangnya manager lokal Liga Inggris yang berkiprah dan berprestasi di rumahnya. Kasus ini bukan lah hal yang baru, sudah sejak lama menjadi sorotan dan puncaknya ketika Timnas Inggris di latih oleh Capello. Banyak komunitas dan artikel yang mengulik betapa "kere" dan tidak ramahnya Liga Inggris bagi yang punya rumah. Baik untuk manajer maupun pemain.Jika kita melihat masa lalu, orang Inggris dalam dunia sepak bola termasuk sosok yang disegani baik dalam aturan maupun konsep taktik dan strategi bermain sepak bola dan perkembangannya.
Sebut saja Herbert Chapman. Manager legendaris Arsenal ini adalah salah satu sesepuh dalam dunia sepak bola modern.
Epos Ini Menjawab Gersangnya Kiprah Manajer Lokal di Premier League (1)
zoom-in-whitePerbesar
Herbert Chapman, manusia yang membuat kita mengenal Arsenal (Wikipedia)
ADVERTISEMENT
Memperjuangkan konsep lampu sorot ideal di dalam pertandingan, ambil bagian dalam blueprint kompetisi klub Eropa dan mengenalkan kaos bernomor adalah sedikit dari sekian banyak hal visioner di zamannya yang dibawa oleh orang Inggris dan diaplikasikan pada kompetisi lokal pada saat itu.
Namun hal yang paling luar biasa dari Chapman adalah metode pengenalan taktik dan startegi sepak bola dalam asepek formasi yang disebut pakem "WM" . Pakem inilah menjadi cikal bakal dikenalnya istilah kick and rush sebagai budaya asli sepak bola Inggris.
Sebuah konsep pendekatan permainan dengan mengandalkan umpan lambung atau silang dari sisi lapangan dan akan di inisiasi jadi goal oleh "orang besar di kotak pinalti" dan jika berhasil dihalau oleh lawan, maka akan diulangi lagi dari sisi lainnya sampai terjadi goal.Sangat sederhana memang, namun di zamannya sangat luar biasa.
Epos Ini Menjawab Gersangnya Kiprah Manajer Lokal di Premier League (2)
zoom-in-whitePerbesar
Pakem VM ala Chapman yang sempat meraja (arsenalarsenal.com)
ADVERTISEMENT
Kemudian ada nama Alf Ramsey, salah satu mantan pemain Timnas Inggris yang justru menjulang namanya kala menjadi manajer Timnas Inggris. Pada tahun 1966, Piala Dunia digelar di Inggris. Lewat tangan dingin Alf Ramsey dan kombinasi pemain luar biasa seperti Booby Moore, Boby Chartlon, Jimmy Greaves, serta talenta muda seperti Alan Ball dan Geoff Hurst, Inggris berpesta menjadi juara dunia kala itu.
Inggris di final mengalahkan Jerman Barat dengan skor 4-2 setelah waktu tambahan. Pertandingan dibumbui dengan salah satu goal paling kontroversial di dunia yakni apakah bola hasil tendangan Hurst telah melawati garis gawang atau tidak. Namun apapun ceritanya, Inggris pada masa itu adalah raja dunia sepak bola. Kejadian ini berimbas pada orang-orang di dalamnya yakni pelaku sepak bola Inggris yang dianggap berkualitas tinggi.
ADVERTISEMENT
Mental Membebek
Pasca euforia tersebut yakni era Chapman dan Alf Ramsey, tidak ada lagi talenta lokal Inggris yang mampu menciptakan kiprah gemilang seperti yang dibuat pendahulunya.
Bahkan kisah paling tragis dan ikonik dalam sejarah sepak bola dunia soal bagaimana kiprah gaya kepelatihan orang Inggris yang dikenal kolot, keras kepala, dan asal bapak senang ini tergambar pada pertandingan yang dikenal Match Of The Century yang mempertemukan antara Inggris dan Hungaria pada tahun 1953.
Inggris datang dengan nama-nama keren di zamannya salah satunya Sir Stenly Mathews. Alf Ramsey muda hadir kala itu. Inggris dimanajeri oleh Walter Winterbottom. Inggris pede sekali kala itu dengan kesuksesan pakem VM ala Chapman dan sudah dipoles sempurna dengan nama-nama beken seperti Mathews dan Mortensen di sisi penyerang. Ramsey dan Billy Wright di sisi pertahanan yang konon kala itu disebut bek paling hebat dan solid di dunia.Media Inggris mengatakan bahwa tim ini (Inggris) adalah tim paling hebat di dunia.
ADVERTISEMENT
Hongaria juga bukan main-main dengan skuadnya kala itu. Dikenal sebagai Magical Magyars juga datang dengan torehan prestasi mentereng. Skuad ini adalah peraih medali emas pada Olimpiade tahun 1952 yang dihelat di Helsinki. Ketregginasan skuad Hongaria kala itu tidak lepas dari nama-nama luar biasa di skuad nya seperti Puskas, Koscis, Czibor, Hidegkuti dan lain lain.
Keangkuhan WM ala Chapman yang dipertontonkan di stadion kebanggaan mereka, Stadion Wembley yang diisi 105.000 penonton turut mengintimidasi Hongaria seolah olah mengatakan "Hai bocah, kalian akan rontok dengan metode kelas dunia kami."
Seperti yang sejarah catat, keangkuhan WM ala Chapman rontok di tangan skuad emas Hongaria, rontoknya bukan sekali namun terjadi dua kali, saya tegaskan lagi dua kali . Skornya juga bukan main -main.
ADVERTISEMENT
Jika pada pertemuan pertama yang dihelat di Wembley Stadium, Inggris rontok dengan skor 3-6 , setahun kemudian pada pertandingan kunjungan balasan yang digelar di Budapest, Inggris rontok dengan skor 7-1. Efek ini sangat traumatis bagi publik sepak bola Inggris. Setelah kekalahan di Wembley, enam pemain Inggris yakni Bill Eckersley, Alf Ramsey (kelak jadi manajer tersukses timnas Inggris), George Robb, Harry Johnston, Stan Mortensen, dan Ernie Taylor tidak pernah dipanggil lagi ke timnas Inggris. Di Hongaria, rontoknya tim Inggris menjadi salah satu bahan lelucon berjudul Play it Again Tutti yang dirilis pada tahun 1999.
Sebagai gambaran besar dan sederhana betapa merananya WM ala Chapman yang diadaptasi Winterbottom adalah saat melihat Puskas dan Kocsis pada formasi konvensional mendapat tugas menjadi ujung tombak. Namun pergerakannya (Puskas dan Koscis) adalah menjauh dari kotak pinalti yang notabene wilayah yang harus mereka duduki dan kuasai untuk mencetak goal.
ADVERTISEMENT
Hal ini membingungkan Ramsey Jhonston dan Eckersley. Dengan pola taktik man to man marking, arah pergerakan Kocsis dan Puskas itu mau tidak mau harus mereka ikuti sesuai pakem VM dan juga instruksi pelatih. Efeknya tidak main-main, menimbulkan ruang terbuka lebar di pertahanan Inggris sehingga Hidegkuti mencetak goal demi goal pada pertandingan tersebut. Ini adalah fase populer istilah false nine yang diperkenalkan oleh gaya bermian Matthias Sindelar semasa hidupnya.
Epos Ini Menjawab Gersangnya Kiprah Manajer Lokal di Premier League (3)
zoom-in-whitePerbesar
Inggris VS Hongaria pada tahun 1953 pada helatan bertajuk "Bettle of Century" (ghostgoal.com)
Setelah itu Inggris berbenah dan lewat salah satu pesakitan pada pertandingan abad ini tersebut, Alf Ramsey menjuarai Piala Dunia 1966 di rumahnya sendiri. Praktis setelah itu dan sampai sekarang Inggris yang berkoar adalah penemu dan rumah sepak bola tidak bisa berbicara banyak.
ADVERTISEMENT
Mereka terlalu terkekang dengan sikap keras kepala, hormat apa kata yang lebih tua, dan terbuai oleh masa lalu. Miskin inovasi dan improvisasi membuat mereka jauh dari negara lain kala menghasilkan talenta luar biasa dalam dunia kepelatihan/manajer sepak bola dan juga pemain sepak bola.
Anda tahu kenapa Roberto Carlos cabut dari Inter Milan, sebagian besar karena friksi yang terjadi dengan pelatih Inter Milan kala itu, Roy Hudgson, Hudgson menilai Carlos dengan kecepatannya harus bermain sebagai winger kiri, namun Carlos menolak. Mereka berdebat akhirnya Roy Hudgsin mendepak Carlos ke Real Madrid dan menjadi legenda di sana dan mencatatkan namanya menjadi salah bek kiri terbaik dunia.
"Dia mengatakan saya harus bermain di sisi kiri serangan, namun saya menolak. Dia mendepak saya, saya katakan padanya bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang sepak bola." ujar Roberto Carlos.
ADVERTISEMENT
Lihat bagaimana Rinuls Michels dengan total footbal-nya diimprovisasi oleh Cruyff dengan pendekatan lain yang mana pada suatu momen dia pernah mempertontonkan sepak bola paling gila. Zona pressing melibatkan semua pemain menyerbu lawan yang memegang bola. Lihat cuplikannya di sini.
Kemudian ada Van Gaal lewat inovasi pemetaan pemain dan tanggung jawab di lapangan berdasarkan penomoran.
Kemudian ada Jerman dengan pendekatan teknologi dan bekal statistik untuk mengevaluasi bagaimana kinerja pemain di lapangan dan juga mengantisipasi pola pergerakan lawan berdasarkan database yang mereka kumpulkan. Proyek yang mirip seperti permainan Football Manager.
Kemudian ada Italia lewat kehadiran Capello, Ancelotti, Mancini, Conte, dan Ranieri dan lain-lain. Italia menunjukkan bahwa sepak bola dan aspek-asepek di dalamnya layak dimasukkan dalam sistem akademik, sehingga berujung pada aturan baku bahwa setiap calon manajer atau pelatih di Italia harus punya tulisan ilmiah tentang sepak bola.
ADVERTISEMENT
Lain halnya dengan para gladiator taktik dan starategi dari Semenanjung Iberia sana, mereka berfokus pada filosofi bermain dan pembinaan akar rumput yang mantap, sehingga talenta lokal bisa merajai di rumah sendiri tanpa menjadi manusia terasing di kompetisi lokal mereka.
Sedangkan dari Amerika Selatan para manajer dan pelatih masih bertarung sampai kiamat soal reputasi siapa paling hebat di antara Menottismo atau Billardismo lewat prestasi dan capaian para hamba-hamba pengikut waham sepak bola paling ajaib dari Amerika selatan tersebut
Dan Inggris sampai sekarang masih berkubang dalam nostalgia masa lalu sembari mengibarkan umbul-umbul "Premier League adalah Kompetisi terbaik Dunia." tapi yang punya rumah justru semaput dalam hal kualitas pelatih/manajer termasuk juga soal pemain lokal.
ADVERTISEMENT