Peristiwa Kelam di Kampung Tulung: Pembantaian 26 Pejuang RI oleh Tentara Jepang

Niken Amalia Putri
Mahasiswa Jurusan Sejarah, UNNES
Konten dari Pengguna
25 April 2022 16:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Niken Amalia Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
doc pribadi
zoom-in-whitePerbesar
doc pribadi
ADVERTISEMENT
Pernyataan Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada sekutu menghembuskan dampak yang luas baik bagi Indonesia, dunia luar, dan juga pasukan tentara jepang itu sendiri. Ketika pernyataan jepang tersebut dikeluarkan, terjadi penarikan pasukan Jepang dari bekas wilayah jajahan. Dalam kekalutan dan keputusasaan tersebut, banyak prajurit jepang yang melakukan hara-kiri maupun penyerangan secara membabi buta baik terhadap Pejuang RI ataupun tentara belanda yang hendak kembali menguasai Indonesia (NICA). Salah satu penyerangan agresif yang dilakukan pasukan Jepang ialah pembantaian yang terjadi pada 31 Oktober 1945 tepatnya di Kampung Tulung.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari artikel Syaiful Amin dan Ganda Febri Kurniawan berjudul ‘Percikan Api Revolusi di Kampung Tulung Magelang 1945’, Pembantaian tersebut diawali dengan datangnya bantuan Jepang yang berangkat dari Semarang sejumlah tujuh truk dan disebut sebagai tentara Kido Butai. Mereka dikelompokkan menjadi dua pasukan demi melakukan penyerangan terhadap Magelang dari berbagai arah. Satu kelompok berangkat menyusuri jalur barat, dan menuju kearah selatan sepanjang sungai bening hingga sampai di Kampung Tulung setelah tiba di mata air Kalibening. Sementara kelompok lainnya memulai dari pertigaan Payaman lantas bergerak terus ke arah Selatan.
Diantara dua kelompok tersebut juga ada sebagian tentara yang memotong jalan dengan melewati pemakaman Nglarangan dan deretan persawahan hingga tiba di Kampung Tulung melalui jalur utara. Dengan demikian, Tentara Keamanan Rakyat atau TKR yang tengah berada di Kampung Tulung terpojok karena seluruh jalan keluar telah dikepung.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan tersebut, tentara Kido Butai juga dengan kejam melakukan penembakan terhadap penduduk sipil dengan tidak memandang jenis kelamin maupun usia. Bahkan beberapa siswa yang sedang belajar juga menjadi korban penembakan. Untuk mengenang kematian pelajar yang berjumlah tiga orang tersebut, Monumen Rantai Kencana didirikan di lingkungan tempat mereka bersekolah yakni SMPN 1 Magelang. Ketika tentara Kido Butai telah sampai di belakang dapur umum desa, para pemuda yang ada disana mengira bahwa para pasukan Kido Butai tersebut adalah rekan yang berasal dari TKR sehingga mereka membukakan pintu. Para pemuda dan Tentara Keamanan Rakyat tersebut tidak bisa melawan ketika secara mendadak mendapatkan serangan membabi buta dari tentara Kido Butai. Hal tersebut dikarenakan mereka berada dalam keadaan tidak bersenjata lantaran lokasi tersebut merupakan dapur umum sehingga menanggalkan senjata. Dampak dari penyerangan tersebut memakan banyak korban jiwa dari penduduk kampung dan para pejuang. Dari seluruh jumlah yang ada, korban tewas yang dapat teridentifikasi yakni sejumlah 26 Anggota TKR, 42 orang warga, 16 orang pejuang, dan 42 orang pemuda. Demi menghormati dan mengenang para pejuang yang gugur sebagai pahlawan kusuma bangsa dalam peristiwa kelam tersebut maka dibangunlah sebuah monumen peringatan.
ADVERTISEMENT
Sumber: Kurniawan, Ganda Febri dan Amin, Syaiful. 2018. “.Percikan Api Revolusi di Kampung Tulung Magelang 1945’”. Journal of Indonesian History 7 (1)