Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Perlindungan Hak Anak Jalanan Dalam Perspektif Hukum Tata Negara
7 Mei 2025 16:31 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Niki Syahirania tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Jakarta, 7 Mei 2025 – Perlindungan terhadap anak jalanan merupakan salah satu bentuk konkret pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin hak asasi warga negara, khususnya anak-anak, sebagaimana diatur dalam konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif hukum tata negara
keberadaan anak jalanan tidak hanya menjadi persoalan sosial, tetapi juga merupakan cerminan dari belum optimalnya negara dalam memenuhi tanggung jawab konstitusionalnya.
Konstitusi Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) secara tegas menyatakan dalam Pasal 28B ayat (2) bahwa "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi." Lebih lanjut, Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Ketentuan ini menegaskan bahwa anak jalanan yang sering kali hidup tanpa pengasuhan, tempat tinggal, dan pendidikan yang layak, masuk dalam kategori anak-anak terlantar yang harus menjadi perhatian negara.
Data dari Kementerian Sosial Republik Indonesia menunjukkan bahwa per 2023, terdapat lebih dari 16.000 anak jalanan tersebar di berbagai kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Surabaya, dan Medan. Sebagian besar dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan, tidak mengenyam pendidikan formal, dan rentan terhadap eksploitasi serta kekerasan fisik dan psikis. Kondisi ini menunjukkan adanya urgensi tindakan nyata dari negara untuk menjamin pemenuhan hak-hak dasar mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam kerangka hukum tata negara, tanggung jawab perlindungan terhadap anak jalanan tidak hanya berada pada pemerintah pusat, tetapi juga melibatkan pemerintah daerah melalui pelaksanaan asas desentralisasi. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa urusan perlindungan anak merupakan bagian dari urusan pemerintahan konkuren yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa anak berhak memperoleh perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi. Negara wajib menyediakan layanan sosial, rehabilitasi, serta program pemberdayaan untuk mengembalikan fungsi sosial anak. Sayangnya, pelaksanaan di lapangan masih terkendala oleh kurangnya anggaran, keterbatasan sumber daya manusia, dan minimnya sinergi antara
lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat sipil.
ADVERTISEMENT
Sebagai langkah konkret, beberapa pemerintah daerah telah mulai menerapkan program penjangkauan dan pemberdayaan anak jalanan, seperti Rumah Singgah, Pendidikan Kesetaraan, dan Pelatihan Keterampilan. Namun, program ini masih bersifat sporadis dan belum merata secara nasional.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengusulkan agar pemerintah membentuk lembaga lintas sektor yang khusus menangani anak jalanan dengan pendekatan berbasis hak, bukan sekadar pendekatan represif seperti razia atau pemulangan paksa yang sering kali melanggar martabat anak.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks hukum tata negara, peran masyarakat sipil juga menjadi sangat penting untuk mendorong akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan kewajiban negara. Laporan, advokasi, dan pengawasan publik menjadi instrumen penting agar negara terus ditekan untuk menjalankan amanat konstitusional dalam melindungi anak jalanan.
Perlindungan terhadap anak jalanan bukan hanya soal belas kasih, tetapi merupakan perintah konstitusi yang wajib dijalankan oleh negara secara sistematis, terstruktur, dan berkelanjutan. Dengan pemenuhan hak anak jalanan, negara tidak hanya menjalankan mandat hukumnya, tetapi juga mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Niki Syahirania Mahasiswa S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Hukum Tata Negara