Konten dari Pengguna

Nepotisme di Indonesia: Ketika Hubungan Keluarga Mengalahkan Kompetensi

Nikita Aulia
Mahasiswa aktif Universitas Airlangga prodi Bahasa dan Sastra Inggris
10 Juni 2024 8:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nikita Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gambar https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1626062857/x4x0cihy22f85ujt54at.jpg
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gambar https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1626062857/x4x0cihy22f85ujt54at.jpg
ADVERTISEMENT
Nepotisme merupakan jenis khusus dari konflik kepentingan yang timbul ketika seorang pegawai birokrasi atau pejabat publik dipengaruhi oleh kepentingan pribadi ketika menjalani tugas. Dalam arti luas, nepotisme pada dasarnya berlaku untuk situasi yang sangat khusus, yaitu dalam hal seseorang menggunakan jabatannya untuk memperoleh keuntungan, sering dalam bentuk pekerjaan bagi anggota keluarganya (Munawaroh,2023) Salah satu contoh nyata dari nepotisme adalah ketika posisi penting dalam perusahaan atau lembaga pemerintahan diberikan kepada anggota keluarga atau teman dekat pemimpin, bukan kepada individu yang lebih kompeten dan berpengalaman. Hal ini sering kali dilakukan dengan alasan menjaga kepercayaan dan loyalitas, namun pada kenyataannya, praktik ini justru menghambat perkembangan organisasi dan merusak moral pegawai yang bekerja keras untuk meraih posisi berdasarkan meritokrasi.
ADVERTISEMENT
Dampak negatif dari nepotisme sangat jelas. Pertama, hal ini menurunkan standar profesionalisme. Ketika individu yang tidak kompeten menduduki posisi penting, keputusan yang diambil cenderung kurang efektif dan efisien. Kedua, nepotisme menghambat inovasi dan kreativitas. Lingkungan kerja yang sehat adalah yang menghargai ide dan kontribusi semua anggotanya, bukan hanya mereka yang memiliki hubungan keluarga dengan atasan. Ketiga, praktik ini juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi, baik itu pemerintahan maupun swasta. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan komitmen dari semua pihak untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas. Proses rekrutmen dan promosi harus didasarkan pada kualifikasi dan prestasi, bukan pada hubungan pribadi. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap praktik nepotisme perlu dilakukan untuk memberikan efek jera.
ADVERTISEMENT
Contoh nepotisme yang sudah jelas terjadi di Indonesia justru terpusat pada politik Indonesia yang digadang gadang menjadi dinasti keluarga sesosok pihak yang sudah tentu dikenal semua Masyarakat di penjuru Indonesia. Isu ini berawal dari putusan awal MK yang mengubah kebijakan yang sudah dibuat bertahun tahun yang lalu hanya untuk mendukung suatu pihak yang disegani. Pengamat politik dan analis kebijakan, Boedi Rheza menjelaskan putusan MK justru melampaui kewenangan MK sendiri. "MK seharusnya hanya sebagai penguji apakah perkara mengenai peraturan perundang-undangan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, bukan untuk memunculkan ketentuan baru," ujarnya. Ia sepakat, putusan tersebut sangat kental dengan aroma nepotisme atau ‘kekeluargaan’. Posisi Ketua MK sebagai paman atau om dari Gibran Rakabuming, menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari dugaan adanya pemaksaan kepentingan untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming untuk menjadi cawapres. "Saya rasa, publik juga melihat hal ini dalam proses keputusan MK. Tidak lagi berdasar pada opini dari masing-masing hakim anggota, namun sangat kental atas kepentingan nepotisme demi kontestasi politik tahun 2024," bebernya (Prima,2023)
ADVERTISEMENT
Nepotisme mungkin telah menjadi hal lumrah di Indonesia, namun bukan berarti hal ini tidak dapat diubah. Dengan upaya bersama untuk menegakkan prinsip meritokrasi dan profesionalisme, kita dapat membangun masa depan yang lebih adil dan berdaya saing tinggi. Mengalahkan nepotisme bukan hanya tentang mengubah kebiasaan, tetapi juga tentang membangun fondasi yang kuat untuk kemajuan bangsa.
Nepotisme di Indonesia telah menjadi fenomena yang begitu meresap dalam berbagai sektor, mulai dari politik hingga bisnis. Praktik ini, yang mendahulukan hubungan keluarga atau koneksi pribadi di atas kompetensi dan meritokrasi, telah menimbulkan berbagai dampak negatif. Di antaranya, penurunan kualitas sumber daya manusia, ketidakadilan dalam kesempatan kerja, dan lambatnya inovasi. Selain itu, nepotisme juga berkontribusi pada meningkatnya korupsi dan menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan dan perusahaan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan reformasi sistemik yang mencakup transparansi dalam proses rekrutmen, penegakan hukum yang tegas, dan pendidikan nilai-nilai etika profesional. Hanya dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan kompetitif, di mana kompetensi dan prestasi diakui dan dihargai.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
M.H, N.M., S. H. and Hukumonline (2018). Apa itu Nepotisme dan Contohnya. [online] www.hukumonline.com. Available at: https://www.hukumonline.com/klinik/a/apa-itu-nepotisme-dan-contohnya-lt653a4c4018f88/.
developer, medcom id (2023). Simak, 4 Fakta Keluarga Jokowi Dilaporkan Atas Dugaan Nepotisme. [online] medcom.id. Available at: https://www.medcom.id/nasional/politik/0KvPeOpb-simak-4-fakta-keluarga-jokowi-dilaporkan-atas-dugaan-nepotisme#:~:text=Jakarta%3A%20Komisi%20Pemberantasan%20Korupsi%20%28KPK%29%20telah%20menerima%20laporan [Accessed 9 Jun. 2024].