Bermain Video Game, Menyenangkan atau Meresahkan?

Nikolas Stevie
Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara jurusan Jurnalistik angkatan 2021
Konten dari Pengguna
2 Desember 2021 14:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nikolas Stevie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Video game controller (Nikolas Stevie)
zoom-in-whitePerbesar
Video game controller (Nikolas Stevie)
ADVERTISEMENT
Video game dimaksudkan untuk menjadi satu hal. Menyenangkan. Menyenangkan untuk semua orang.” Itu merupakan sebuah kutipan dari Alm. Satoru Iwata yang merupakan presiden keempat dan CEO perusahaan konsol game Nintendo.
ADVERTISEMENT
Game merupakan bentuk hiburan yang sering dinikmati oleh generasi muda pada saat ini. Diskusi, komunitas, kompetisi, dan bahkan hari perayaan gim sedunia pada 20 Desember dibentuk oleh kesenangan yang dirasakan oleh pemain gim seluruh dunia.
Namun, kasus mengenai game membawa dampak negatif juga sering dijumpai pada produk jurnalistik umum. Dampak fisik yang buruk akibat hobi ini terlalu sering dibahas, tidak banyak yang membahas dampak terhadap emosi pemain seperti kasus yang menceritakan generasi muda yang terlalu kompetitif dalam menunjukkan kesenangannya dalam hobi ini atau memberi respons yang negatif terhadap opini tentang game tertentu. Tidak herannya jika seorang orang tua bertanya “Apakah anakku bermain untuk merasakan senang atau amarah?” Dalam artikel ini, saya ingin mengidentifikasi dan berbagi pendapat mengenai perilaku pemain game di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Rasa Kompetitif yang Negatif dalam Hobi Bermain Game
Ketika membahas sports, banyak yang merujuk pada olahraga seperti sepak bola, bola basket, bola voli, dan bulu tangkis. Kegiatan olahraga yang disebutkan sebelumnya sangat populer bagi masyarakat umum sehingga terbentuknya kompetisi berdasarkan kegiatan-kegiatan tersebut seperti acara olimpiade dan ASEAN. Pada masa kini, bermain game juga dapat dibentuk menjadi sebuah acara kompetisi yakni dalam bentuk eSports. Acara kompetisi game sudah ada sejak 1972. Namun, eSports resmi diakui sebagai cabang olahraga pada 17 April 2017 oleh Lembaga Olahraga Olimpiade Asia.
Sayangnya seperti olahraga lainnya, ambisi yang kuat dapat menumbuhkan sifat buruk yang muncul ketika menghadapi sebuah kekalahan.
Sudah berapa kali terdengar kata-kata vulgar atau kasar yang dikeluarkan oleh seorang pemain ketika merasakan kekecewaan terhadap rekan kelompok dalam video game yang dimainkannya? Menurut pengalaman saya, cukup banyak.
ADVERTISEMENT
Respons yang Buruk terhadap Opini Gim Tertentu
Dalam menggemari sesuatu, manusia sepertinya turut ingin mengetahui lebih dalam terhadap topik tersebut. Hal yang sama ditemui dalam diskusi tentang permainan game seperti menganalisis unsur-unsur yang membuat permainan game tertentu digemari oleh pemain seluruh dunia. Namun, kebiasaan menganalisis ini yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan seseorang untuk mudah menghakimi orang lain yang menyukai game dengan unsur-unsur yang kurang baik menurut pandangan analis. Akibatnya, mereka cenderung melakukan upaya untuk membuat orang lain berhenti bermain game tersebut atau memberi rekomendasi game yang bahkan belum pasti bahwa orang yang ditujukan akan menggemari game yang direkomendasi analis. Walau sebenarnya, yang dipandang sebagai game yang tidak berkualitas bagi analis tersebut sudah memenuhi tujuan utamanya yaitu memberi kesenangan untuk seseorang.
ADVERTISEMENT
Bagi saya, bermain game bukan sebuah hobi yang buruk, melainkan diperlukan sebuah perubahan pada cara bersikap para pemain dalam hobi ini. Sikap-sikap negatif ini merupakan alasan hobi ini sering dipandang hanya sebagai hobi yang membawa dampak negatif. Menurut saya, etika dan moral para pemain perlu dijaga ketika berinteraksi dengan pemain lainnya. Etika dan moral yang baik mungkin saja dapat membawa interaksi tersebut menjadi pertemanan yang menggunakan metode hiburan yang sama untuk bersenang-senang.