Konten dari Pengguna

Indonesia dan Klaim Laut China Selatan: Apa Implikasinya bagi Laut Natuna?

nikyta aura
Mahasiswa Universitas Jambi
18 November 2024 16:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari nikyta aura tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Laut China Selatan. foto/IStockphoto
zoom-in-whitePerbesar
Laut China Selatan. foto/IStockphoto

Laut Natuna dan Klaim Laut China Selatan

ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, memiliki kepentingan strategis yang besar di Laut China Selatan. Laut Natuna Utara yang terletak di bagian utara Kepulauan Natuna, yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan di sebelah barat telah menjadi kawasan yang kontroversial karena adanya klaim teritorial yang tumpang tindih di laut China Selatan. Pada 8 November 2024, Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dan Presiden China, Xi Jinping, mengadakan pertemuan di China. Keesokan harinya, 9 November 2024, kedua pemimpin tersebut mengeluarkan Joint Statement yang menyikapi isu klaim tumpang tindih di Laut China Selatan. Namun, pernyataan bersama ini menuai kontroversi, terutama pada poin 9, yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
"The two sides reached important common understanding on joint development in areas of overlapping claims and agreed to establish an Inter-Governmental Joint Steering Committee to explore and advance relevant cooperation based on the principles of 'mutual respect, equality, mutual benefit, flexibility, pragmatism, and consensus-building,' pursuant to their respective prevailing laws and regulations."
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: Mengapa Indonesia menyetujui soal klaim tumpang tindih? Selama ini, Indonesia tidak menganggap dirinya terlibat dalam perselisihan klaimklaim teritorial di Laut China Selatan, karena Laut Natuna, yang terletak di bagian utara Kepulauan Natuna Indonesia, berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) milik Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982, Pasal 57 yang menyatakan bahwa Zona Ekonomi Eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal. Namun, klaim China atas hampir seluruh Laut China Selatan, yang digambarkan dengan "garis sembilan putus-putus" atau “Nine-Dash Line”, bertentangan dengan hukum internasional dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Jika China mengklaim Laut Natuna dari sisi negara kepulauan, klaim tersebut terlalu jauh. Sebagai negara pantai, China juga tidak memiliki dasar yang sah. Pasalnya, klaim China atas Laut China Selatan hanya didasarkan pada alasan historis, yang tidak diakui dalam Konvensi Hukum Laut (UNCLOS). Dalam UNCLOS, klaim teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) harus berlandaskan pada hukum internasional yang jelas, sementara klaim historis China tidak memiliki dasar hukum yang sah.
ADVERTISEMENT
Isu ini lebih dari sekadar persoalan kehilangan satu pulau, dampaknya jauh lebih besar. Jika Indonesia tidak tegas dalam mempertahankan hak atas ZEE-nya, negara ini berisiko kehilangan kontrol atas wilayah maritim yang sangat penting. Hal ini tentunya akan berdampak pada kedaulatan dan kepentingan ekonomi Indonesia di masa depan.