Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengimplementasikan Lifestyle Semar dalam Keseharian
24 September 2022 10:26 WIB
Tulisan dari Nilam Alfa Salmah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, semua yang kita jalani dalam kehidupan, aktivitas yang biasa kita lakukan akan adanya perubahan. Seperti halnya sekarang banyak sekali perkembangan teknologi yang di mana kita dipermudah dalam melakukan komunikasi jarak jauh, mendapatkan informasi melalui internet, mengekspresikan pendapat melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
Hiruk pikuk dalam kota besar kita bisa melihat banyaknya gedung-gedung yang menjulang tinggi. Berdesakan kendaraan berlomba-lomba untuk mencapai tujuan, sesak banyaknya polusi bertebaran. Berpolemik di jalanan ketika tak ada yang mau mengalah memberi jalan pada pengendara lain. Penonton mendokumentasikan ke media sosial hingga ramai diperbincangkan membuat kubu mana yang benar dan mana yang salah.
Pergaulan begitu bebas hingga mendekati gaya hidup barat sepenuhnya. Tak munafik orang-orang begitu bangga menceritakan suatu hal yang tabu bagi budaya kita di media sosial. Menormalisasikan kehidupan yang menyimpang, moral dipertanyakan, kesopanan entah di mana letaknya. Suatu kesalahan serba dipertontonkan ke media agar semua orang tahu dan meminta dukungan dari teman online untuk mengecamnya.
Mengikuti keglamoran dunia, berlomba-lomba mengikuti mode hingga tak sadar diri. Dalam dunia perkantoran maupun tongkrongan akan menemukan suatu hal yang dianggap langka ketik salah satu teman tongkrongan yang masih taat dalam melaksanakan ibadah. kita bisa melihat dari lingkungan sekitar bahwasanya sebagian masyarakat kita, agama hanya pelengkap identitas kartu tanda penduduk.
ADVERTISEMENT
Hidup merasa kurang ketika melihat pencapaian orang lain. Merasa kurang cukup dengan gaji yang lumayan besar padahal masih ada orang yang masih ke sana ke mari mencari pekerjaan. Begitu gengsi diagungkan maka akan merasa dirinya tak ingin tertandingi dengan yang lain. Tak terlintaskah di pikiran mereka? Bahwasanya rezeki sudah diatur sedemikian rupa dan sebagai manusia kita harus berpikir dengan baik agar dapat mengolahnya dengan bijak.
Kita petik ajaran dalam kisah pewayangan yakni milik Semar. Salah satu mental hidup yang harus kita punya yakni "Tadah" yang berarti tak meminta apapun. Maksud dari tak meminta apapun adalah kita harus bersyukur apa yang telah kita dapat dan capai. Sebagai manusia yang percaya adanya Tuhan, jangan hanya bisa meminta-minta tapi juga kita harus berterima kasih kepada Sang Pencipta. Rasa syukurlah yang akan mengurangi ketidakpuasan.
ADVERTISEMENT
Saya ambil contoh pengalaman saya sendiri. Mengenai hasil kerja. Padahal menurut saya itu sudah sangat cukup. Tetapi, terkadang saya merasa kurang dengan hal itu. Buat bayar angsuranlah, bayar kuliah, buat tabungan dan lain-lain. Kalau dihitung dengan benar dan mengaturnya dengan baik itu cukup untuk perbulannya. Pernah saya merasa iri pada teman kantor. Ia lulusan sarjana yang berarti tidak memikirkan biaya kuliah, dan dilihat tak punya angsuran juga dalam pikiranku waktu itu. Isi otakku berkata, pasti uangnya lebih dari cukup dan bisa berfoya tiap weekend. Faktanya yang saya pikirkan ternyata salah. Ia terlena pinjaman online hingga menggunung bunganya. Sempat saya berpikir mengapa ambil pinjaman online sedang gajinya lebih dari cukup? Dan silih berjalannya waktu saya merasa tertampar dengan fakta yang ada. Ia memilih pinjaman online bukan tanpa sebab. Sebab melakukan itu karena untuk membiayai orang tuanya yang sakit-sakitan, orang tuanya sudah pensiun kerja sedangkan ia sandaran dan harapan orang tua satu-satunya.
ADVERTISEMENT
Dari sini, saya bisa mengambil hikmahnya. Bahwasanya kita diberikan rezeki yang sama tetapi kita tak bisa menyamakan pengeluarannya. Karena, kepentingan setiap orang berbeda dalam mengaturnya. Dan jang lupa selalu bersyukur, jangan merasa diri paling sengsara karena diluaran sana masih ada yang lebih membutuhkan perhatian.